9. Kamu Sendiri ... Bisa Nggak Jatuh Cinta Sama Aku?

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Jadi cerita yang ini latar belakangnya tentang Event Organizer?"

"Iya. Si cowoknya ganteng pakai banget. Tapi justru kehidupannya malah jadi susah karena kegantengannya itu."

Bang Domu yang tadinya menatap layar laptopku mengalihkan pandangannya pada kedua bola mataku. Aku membalasnya begitu saja. Mencoba untuk menilai arti tatapannya. Sendu, kelabu, pilu, kira-kira begitulah yang kutangkap dari pancaran mata berbentuk almond itu.

Entahlah untuk alasan apa.

Yang jelas, hanya dengan saling menatap begini ritme detak jantungku menjadi satu kali lebih cepat. Payah! Belum juga ngejalanin misi, akunya udah kebat-kebit begini.

Satu jam yang lalu dia bertanya aku di mana dan sedang apa. Kujawab saja sesuai keadaan sebenarnya. Bahwa aku sedang di rumah, menggali ide untuk bisa mengembangkan naskahku yang terbengkalai. Lalu dia bertanya apakah dia boleh join atau enggak. Dia bahkan menawarkan diri untuk menjadi rekan yang bisa diajak brainstroming. Jadi, kuizinkan saja.

Maka di sinilah kami sekarang. Di ruang tamu rumahku.

Kesempatan ini sekaligus kugunakan untuk mempertimbangkan ide Jihan untuk membuat Bang Domu jatuh cinta.

Setidaknya, aku merasa telah melakukan hal yang paling tepat saat membagikan masalahku pada kedua sahabatku tempo hari. Mereka membantuku menentukan sikap. Aku bahkan masih ingat betul pesan khusus yang mereka sampaikan demi menjaga masa depanku tetap aman.

"Sebelum yakin Bang Domu benar-benar jatuh cinta, jangan investasikan seluruh perasaanmu untuk dia, Pinky. Ingat, di sini kamu yang megang kendali. Kalau Bang Domu nggak bisa benar-benar mencintai kamu, kamu harus bisa melepehnya sewaktu-waktu. Jaga hatimu baik-baik!" pesan Jihan.

"Minta waktu. Pokoknya waktu sepanjang mungkin sampai Bang Domu bisa menghadapi mantannya si Zaana-Zaana itu sendiri, tanpa perlu mengandalkan kamu!" pesan Sukma.

"Kali ini kamu dapat inspirasi cerita dari mana? Aku?" tanya Bang Domu, membuyarkan ingatanku.

Pertanyaannya itu sukses membuatku mencibir, "Enak aja! Cuma karena aku pernah menuliskan kisahnya Kak Alitha, bukan berarti aku nggak punya ide lain selain dari keluarga kamu, ya!"

"Yah ... abisan, ini kan kisah aku banget!"

"Emangnya kamu CEO di perusahaan Event Organizer?"

"Ya, enggak sih."

"Trus? Kamu mau bilang kalau hidupmu juga susah karena tampang kamu ganteng banget?"

Bang Domu mengangguk tipis. "Kira-kira begitulah."

"Perlu aku ambilin cermin? Mungkin dengan melihat pantulan diri kamu di cermin, kamu bakal menyesali kata-katamu barusan," selaku sarkas.

Alih-alih kesal, Bang Domu malah tertawa terbahak-bahak sembari mengacak-acak rambutku. Tangannya yang besar ternyata terasa nyaman saat meremas puncak kepalaku. Kalau kami sudah cukup dekat nanti, kurasa aku bisa mempertimbangkan tangan gempal itu untuk memijit kepalaku saat sedang butuh pijatan nanti.

"Trus, apa yang akan kamu lakukan dengan Bapak CEO ganteng ini, Pinky?" tanya Bang Domu setelah membuat rambutku berantakan.

Sembari berdecak dan merapikan rambut kembali, aku mengoceh. "Lah, kan, itu tugasnya Bang Domu sekarang. Bantuin aku mikirin si Bapak CEO ganteng harus diapain?"

"Hmm ... kalau di kehidupan nyata sih, si gantengnya berubah jadi si buruk rupa dulu. Nah, ketika ada wanita yang bisa menerima dia apa adanya, meski dengan versi buruk rupa, di situlah kisah cinta dimulai." Usai mengucapkan kalimat itu, sebelah matanya dikedipkan ke arahku.

Aku tiba-tiba tersadar kalau dia sedang menggodaku. Dia mencoba menyinggung tentang kami. Dirinya sendiri dengan aku.

Apa maksudnya aku wanita yang bersedia menerima dia apa adanya, dan kisah cinta kami akan dimulai? Oh, nggak bisa begitu dong. Maka segera kusangkal, "Kehidupan nyata versiku, meski ada si ganteng yang berubah menjadi si buruk rupa, dia harus berubah kembali menjadi ganteng dulu sebelum kisah cinta dimulai."

Bang Domu membulatkan mulutnya membentuk O, "Ohh, jadi aku harus jadi ganteng lagi dulu baru kisah cinta kita bisa dimulai?"

Oke, aku sukses masuk ke dalam perangkap. "Tergantung!" seruku jual mahal.

"Tergantung apa?"

"Tergantung kamu bisa benar-benar jatuh cinta sama aku atau enggak."

Senyum Bang Domu menggantung manis. "Kamu sendiri ... bisa nggak jatuh cinta sama aku?"

Suaranya yang terdengar lembut dan dalam, serta sorot matanya yang hangat nyaris membuatku menjawab: Aku bahkan udah lebih dulu jatuh cinta sama kamu, Bang. Meski cinta monyet.

Tapi untungnya aku segera tersadar kalau sekarang aku sedang dalam misi untuk membuat Bang Domu jatuh cinta. Bukannya menjerumuskan diri ke dalam cinta monyet yang semakin dalam.

Sekarang yang jadi pertanyaan: bisa nggak, aku membuat Bang Domu jatuh cinta?

Iya sih, aku memang penulis romansa. Biasa menuliskan kisah-kisah romantis. Dan, bahkan dibumbui dengan adegan erotis. Tapi sesungguhnya, Saudara-Saudara, aku ini less romantic di dunia nyata.

Tiga kali punya pengalaman berpacaran, namun nggak satu kisahpun bisa dikategorikan romantis. Pacar pertamaku namanya Rocky, alasan jadian karena kalah taruhan. Pacar keduaku namanya Baron, alasan jadian karena empati berlebih. Dan, pacar ketiga namanya Radit, alasan jadian karena surat cinta salah alamat. Sumpah, nggak ada yang romantis sama sekali.

Kalau boleh jujur, menuliskan kisah romantis dalam sebuah naskah novel sebenarnya menjadi salah satu upayaku untuk menyalurkan sisi romantis yang terkubur dalam sanubariku. Aku sempat berpikir cara itu bakal ampuh untuk menyelamatkan kisah asmaraku di dunia nyata. Nyatanya, aku bahkan nggak tahu gimana cara membangkitkan sisi romantis itu sama sekali. Terutama di depan makhluk gembul seperti Bang Domu ini. Entah mengapa aku selalu sukses menunjukkan sisi terburukku di hadapannya.

"Tenang aja, Pinky," Bang Domu menjawil hidungku jenaka dengan telunjuknya yang berukuran dua kali lebih besar dari jari jempolku. "Asalkan kita sama-sama berusaha, kita pasti bisa saling mencintai. Iya kan?"

Oh God! Bang Domu ini kelewatan banget, sih. Gimana aku bisa menjaga perasaan supaya nggak jatuh cinta semakin dalam kalau dia selalu bijak begini?

**

*Wacana Ijo (Wanita Cantik Mempesona, Tapi Jomlo)*

Jihan Fahira :
Daripada memikirkan gimana cara menahan perasaan untuk Bang Domu, gimana kalau kamu lebih fokus untuk mikirin cara meluluhkan Bang Domu aja, Pinky? Pokoknya dia yang harus klepek-klepek duluan ke kamu. Bukan sebaliknya.

Pinkan Safitri Layka :
Nah, itu juga PR banget, guys.
Aku tuh suka bingung Bang Domunya harus diapain.

Dianya ternyata jago sepik-sepik yang bikin aku tiba-tiba ngeblank gitu.

Jihan Fahira :
Kamu tuh aneh banget sih, Pinky. Katanya penulis novel romansa, masa nggak tahu cara membangun chemistry dengan lawan jenis, sih?

Sukma Asa :
Hari gini, gitu aja kok repot!
Nih aku kirimin link
*insert link : cara-membuat-pria-jatuh-cinta-dengan-cepat*
Nomor 4 dan 5 kayaknya bisa tuh jadi permulaan.

Aku segera menekan link yang dikirimkan Sukma dan memeriksa poin nomor 4 dan 5 sesuai petunjuknya.

"Tunjukkan pesonamu dan jadilah wanita yang menyenangkan." Aku membaca poin nomor empat dan segera melengos sedih. Aku jelas sudah gagal melakukan poin yang satu ini. Sikapku sejak awal yang nggak konsisten dan ngomong sesukanya udah jelas nggak bisa dijadikan amunisi, sekarang. "Mana aku suka banget ngeledek badan gendut dia, lagi!" sesalku.

Lalu aku menggulir layar hingga menampakkan poin nomor lima. "Berikan pujian dan tunjukkan kamu menghargainya." Aku membaca dengan lantang dan sekali lagi harus melengos sedih. Apakah terlambat kalau aku menyesali pernah mengatai Bang Domu sebagai driver ojol dan pria gagal move-on? Ya, sudah pasti terlambat.

Lalu aku melanjutkan membaca isi artikel dengan ketelitian maksimal. Tapi tetap saja berakhir dengan lengosan pedih. Tidak satupun dari isi artikel yang bisa kupraktikkan. Aku nggak tahu hobby Bang Domu, aku nggak nggak pernah menghargai kejujurannya, aku juga nggak pernah memberinya dukungan sama sekali.

Pinkan Safitri Layka :
Guys, kayaknya rencana ini nggak bakal berhasil, deh.

Aku sama sekali nggak punya ide gimana cara membuat Bang Domu jatuh cinta.

Jihan Fahira :
Emangnya kalau lagi nulis novel, biasanya apa yang kamu lakuin untuk membuat kedua tokohmu semakin kasmaran satu sama lain, Pinky?

Aku sedang berusaha untuk memikirkan jawaban dari pertanyaan itu saat sebuah celetukan tiba-tiba terdengar dari belakang punggung sofa yang sedang kududuki. Celetukan dari Isna yang sepertinya sejak tadi membaca isi obrolanku dengan kedua sahabatku. Jawaban yang meluncur dari bibirnya sukses membuatku nyaris melemparkan handphone ke batok kepalanya.

"Seks! Itu kan, yang biasanya kamu tuliskan di novelmu?"

🍃🍃


Adik durjana,
pembawa ke jalan sesat 🙃👌

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro