Namjoon : Poem's

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Di suatu sore yang cerah, di musim semi. Ku tatap seorang lelaki yang tengah fokus dengan buku di tangannya, sesekali keningnya berkerut lalu mengangguk takzim seolah baru saja memecahkan masalah yang sangat berat.

"Namjoon-ah, memangnya kau paham dengan puisi-puisi Shakespeare?" lelaki di sampingku menoleh, tersenyum dan menampakan lesung di pipinya, membuatku gemas setengah mati.

"Kalau aku paham, mana mungkin membacanya sambil berfikir begini," jawabnya kalem, benar juga. Dia kembali menekuni bukunya.

Sebenarnya aku bukanlah tipe wanita yang suka berdiam diri membaca buku. Aku akan lebih suka berlarian mengitari taman ini dari pada harus berdiam diri di temani tumpukan buku tebal tentang sastra dari berbagai Negara, terlebih di tulis dengan bahasa inggris membuatku semakin mual hanya dengan melihatnya.

Tapi, lain ceritanya jika yang mengajakku adalah sesosok manusia yang sedari tadi sibuk membolak-balik buku di pangkuannya.

Kim Namjoon, si pintar dengan IQ 148 yang memiliki sexy brain. Sangat menyenangkan rasanya menatapnya yang tengah serius seperti itu, berani bertaruh denganku dia terlihat lebih sexy berkali-kali lipat. Lalu apa hubungannya denganku yang bahkan tak akan sanggup membaca selembar dari isi buku-buku ini?
Bukan, aku bukanlah kekasih dari makhluk tampan di hadapanku, sebatas sahabat. Sudah itu saja.

"Buatkan aku puisi," perintahku, Namjoon mengangkat wajahnya lalu menatapku dengan kening berkerut.

"Kau membaca semua buku ini agar dapat referensi untuk membuat lirik lagu, 'kan? Coba kau buat puisi," Namjoon hanya menatapku datar, dia merebahkan tubuhnya tepat di sampingku, membuatku bisa semakin jelas menatap wajahnya yang tampan.

Lagi, perhatiannya tercurah pada buku di tangannya. Aku heran, jika dia ke taman hanya berniat untuk membaca buku, kenapa pula harus mengajakku? Jika akhirnya aku di abaikan olehnya.

"Aku ingin mencintaimu dengan sederhana," apa? Barusan dia bilang apa?  Aku rasa tadi sudah salah dengar.

Namjoon menyimpan bukunya, matanya menerawang menatap langit senja di atas sana. Sedangakan aku mengerjapkan mata berkali-kali, berharap aku tidak salah dengar.

"Dengan kata yang tak sempat di ucapkan kayu pada api yang menjadikannya abu," Namjoon membalikan tubuhnya sehingga langsung berhadapan denganku, sebelah tangannya menyangga kepalanya. Matanya menatapku intens membuat jantungku berpacu lebih cepat dari seharusnya. Tenggorokanku terasa sangat kering, susah payah aku menelan saliva ku sendiri.

"Aku ingin mencintaimu dengan sederhana," apa dia tengah menyatakan perasaannya padaku? atau apa? Dapat kurasakan hembusan nafasnya menyapu wajahku pelan, nafasku tercekat di tenggorokan. Rasanya sangat susah bahkan hanya untuk bernafas, mataku bahkan tidak berkedip sama sekali. Ini gila. Tidak mungkin jika dia menyatakan perasaannya.

"Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan," apa-apaan semua ini, tidak mungkin Namjoon, maksudku, kami hanyalah teman. Dia sendiri yang mengatakan jika hubungan kami hanyalah sahabat. Mata Namjoon menatapku intens, namun entah mengapa aku malah tenggelam hanyut dalam manik cokelat Namjoon. Aku pasti sudah gila.

"Yang menjadikannya tiada," aku mengerjap berkali-kali begitu keheningan merambat setelah Namjoon menyelesaikan ucapannya. Aku masih betah menatap wajah tampan di hadapanku, belum pernah rasanya kami sedekat ini. Jantungku? masih berpacu lebih cepat, semakin cepat.

"Bagaimana puisinya? Baguskan?" aku menatapnya tak berkedip, perasaan bingung merangsek dalam kepalaku. Namjoon menatapku seolah meminta jawaban atas pertanyaannya barusan. Tapi, aku terlalu bingung dengan apa yang terjadi.

"Ne? Puisi?" Namjoon mengangguk, lalu beranjak untuk duduk.

"Kau menyuruhku untuk membuat puisi 'kan?  Barusan sudahku buat, baguskan?  Wajahmu sampai merah begitu," dan saat itulah beton baja yang bernama kenyataan menimpaku.

Perasaan bahagia seketika menguap bersama angin sore. Aku menyentuh wajahku yang terasa panas. Sialan, apa yang aku pikirkan? Ingatlah kau dan Namjoon itu sahabat. Dan tetap begitu.

"Ne, puisinya Bagus. Aku sampai terharu," aku paksakan tersenyum, meski perih ini tak terperi. Namjoon mengulas senyum tipis, seolah barusan tidak terjadi apa-apa.
Aku membalas senyumannya, meskipun lebih mirip senyum yang di paksakan.

Tolong jangan buat aku jatuh terlalu dalam, Kim Namjoon.








Toloooong dakuuh baper ini bikinnya :'v greget sendiri bayangin Namjoon baca buku di taman Yallah lemah dede :'v

Happy birthday to our leader 😘😘 do'anya yang terbaik yah hot daddy 😂 semoga comeback kali ini boom boom pow yah 😘
Puisi by Sapardi Djoko Damono.
Aku Ingin

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro