Jungkook : Hold Me Tight

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Dia tidak mencintaimu karena orang yang mencintaimu adalah aku."

(Coffe Prince)

.................................


Tak terasa sudah dua tahun berlalu, aku tak menyangka jika aku akan sanggup bertahan lama di Korea. Nyaris lima tahun tidak menginjakan kaki di Negara sendiri akhirnya aku kembali. Entah setan apa yang membisikiku hingga mau menerima tawaran Jungkook untuk berkerja di perusahaan miliknya.

Ya, setelah kejadian pengkhianat Maria di depan mataku sendiri aku memilih pergi tepat sehari setelah kelulusan. Aku memilih Kanada sebagai tempat pelarian, terlebih disana ada sanak saudara dari pihak ayahku. Aku memutus semua komunikasi dengan teman-temanku, terkecuali Jungkook. Hanya dia yang tahu keadaanku selama di Kanada, hanya dia satu-satunya orang yang masih ku percaya. Karena aku tahu sedikit banyak dari teman-teman yang mendengarakan ceritaku bukan karena mereka peduli, tapi karena mereka penasaran.

"Aku kira kau akan kabur sehari setelah tiba di Seoul," aku berdecak pelan mendengar perkataan Jungkook, ya keluargaku pun mengira aku akan kembali dalam waktu singkat, namun siapa yang bisa menebak jika aku sudah hampir dua tahun tinggal di sini.

"Cuma mau buktikan jika aku tidak takut tinggal di Seoul. Lagi pula kenapa aku harus lari? Aku tak punya dosa apapun."

"Apa kau benci tanah airmu sendiri, (yn)?"

"Benci? Yang benar saja. Kenapa aku harus benci negaraku sendiri?"

"Lalu kenapa kau pergi sehari setelah kelulusan? Dan tidak memberi tahu aku, tahu-tahu kau sudah di Kanada, apa kepergianmu ada hubungannya dengan kejadian itu?" ada nada tidak suka dari ucapan Jungkook, aku hanya tersenyum tipis menanggapi ucapannya.

"Aku buru-buru, maaf tidak memberi tahu mu, kenapa kejadian itu harus jadi alasan aku pergi?" Jungkook menyesap americano miliknya, lalu mengedikan bahu acuh.

Dia berubah cukup drastis. Kendati wajahnya masih sama seperti dulu hanya tampak lebih dewasa dan tampan, badannya juga jadi lebih tinggi, dadanya jadi lebih bidang dan atletis.

"Kau berubah cukup drastis, ya? Dulu kau tidak setinggi ini, dan sekarang statusmu sebagai pemilik sebuah agensi, wah kau hebat juga," Pujiku.

"Aku tumbuh dan berkembang, memangnya kau membeku setelah lulus SMA, badanmu juga masih segitu saja, ku harap otakmu juga tidak begitu-begitu saja," bibir Jungkook menyeringai jahil, dalam hati aku merutuki dirinya dan merasa menyesal setelah memujinya.

"Ternyata memujimu itu suatu tindakan yang salah," dia hanya tertawa kecil melihatku sudah menekuk wajah karena kesal.

"Apa ada halangan selama kau mengajar kelas akting?"

Dahiku berkerut halus, "Setelah dua tahun dan kau baru bertanya sekarang? Wow, kemana saja kau selama ini Pak Presedir?"

"Oh tentu saja aku sibuk, ingatlah statusku sekarang, Presedir," mataku mendelik medengar kenarsisan milik Jungkook, ternyata bukan hanya wajah saja yang berubah tingkah laku Jungkook juga berubah.

"Kau jadi banyak bicara ya sekarang?"

"Tidak juga, aku begini hanya jika bersamamu saja, kau akan kaget jika melihatku sedang meeting," ujarnya dengan senyum manis, aku terpaku sejenak. Kenapa aku baru sadar sekarang jika Jungkook terlihat manis saat tersenyum?

"Wah, aku jadi penasaran sehebat apa kau saat memimpin meeting. Aku jadi ingin lihat."

"Nanti jika sudah waktunya, kau akan tahu sehebat apa aku," lagi, aku tergelak mendengar nada narsis dari Jungkook.

*********************

Kesempatan itu datang tak lama kemudian, setelah dua tahun lamanya akhirnya Wannabe Entertainment akan mendebutkan seorang aktor.
Pria di hadapanku tampak gugup, "Sungwoo, apa kau baik-baik saja?" pria itu meringis pelan, ada titik-titik keringat di dahinya.

"Aku baik-baik saja, Seonsaengnim," Ong Sungwoo adalah muridku selama dua tahun terakhir ini, tentu bukan hanya dia yang berada di kelas akting, tapi karena bakat dan wajahnya yang menonjol memudahkan aku mengingatnya. Dan selama dua tahun berkerja ini kali pertama trainee yang berada di kelas akting bersamaku akan debut, bukan hanya Seongwoo aku juga ikut merasakan gugup.

Pintu terbuka diikuti oleh masuknya seorang pria dengan setelan jas rapih dan seorang wanita yang mengikutinya sambil membawa beberapa berkas.

"Kalian sudah menunggu lama?" tanya Jungkook dingin.

"Tidak, kami juga baru tiba."

Gila, dia benar-benar berubah total. Tatapannya, cara bicaranya, nada bicaranya, mimik wajahnya semuanya tak sama. Jungkook yang berada di hadapanku jauh berbeda dengan yang selama ini aku kenal, aku sampai tak yakin jika dia adalah Jungkook sahabatku.

"OngSeongwoo-ssi, apa kau sudah siap untuk debut sebagai aktor?"

Seongwoo tampak terkejut mendapatkan pertanyaan yang tiba-tiba dari Jungkook, "Ne, Sajang-nim saya siap," jawabnya mantap. Aku menghembuskan nafas lega.

"Han (yn)-ssi, apa menurutmu dia sudah layak untuk debut?"

"Tentu saja, dia muridku. Aku tahu betul dia sudah sangat layak untuk debut. Aku yakin dia akan berusaha sangat keras agar bisa mecapai apa yang di inginkannya," Jungkook mengangguk pelan menanggapi ucapanku barusan, tangannya terulur meminta sesuatu pada wanita yang sedari tadi setia duduk di sampingnya.

Wanita yang ku ketahui namanya Min Shi Hyun itu mengeluarkan beberapa lembar berkas, lalu dia memberikannya pada Seongwoo.

"Itu adalah kontrak eksklusif mu bersama kami, penghasilanmu akan di bagi dua dengan perusahaan 70% untukmu dan 30% untuk kami. Untuk sementara waktu uang penghasilan mu akan di potong untuk membayar biaya yang telah di keluarkan saat kau masih trainee. Untuk biaya makan dan tempat tinggal itu urusan perusahaan, kontrak ini berlangsung selama tujuh tahun. Apa kau setuju?"

Mataku melebar medengar penjelasan Jungkook, bukankah penawaran ini lebih baik dari agensi manapun? Mata Seongwoo menatapku seakan meminta pendapat. Aku mengangguk kecil meminta Seongwoo menyetujui kontrak ini.

"Baik, saya setuju dengan kontrak ini," dan rapat ini di akhiri dengan penandatanganan kontrak antara Seongwoo dan perusahaan. Setelah ini Seongwoo akan mengisi peran pembantu dalam sebuah drama.

Aku banyak menasehatinya, aku bilang jika kesuksesan itu di mulai dan di pupuk dari bawah. Yang penting adalah bahwa bagaimana kita berusaha keras untuk mencapai tujuan kita.

Seongwoo juga mengucapkan banyak terimakasih padaku yang sudah mengajarinya banyak hal, rasanya tak ada yang lebih menyenangkan dari melihat anak didiku sendiri sedang membangun jalan menuju kesuksesan.

Cuaca akhir-akhir ini tidak menentu, kadang hujan, kadang panas, kadang berangin, kadang mendung.
Seperti saat ini, hujan turun begitu deras padahal tadi pagi matahari bersinar terang.

Aku menghembuskan nafas gusar, pasalnya aku tidak membawa mobilku, karena biasanya aku lebih senang naik bus untuk pulang pergi. Jika hujannya kecil aku mungkin masih bisa menerobosnya, tapi, kali ini rasanya tidak mungkin jika harus menerobos hujan, lagi pula jarak halte bus cukup jauh dari sini.

Aku berkali-kali memandang langit yang tampak kelabu. Sepertinya tidak ada tanda-tanda jika hujan akan reda. Hingga tak lama kemudian sebuah mobil SUV hitam berhenti tepat di depanku, kaca mobil terbuka perlahan menampilkan sesosok pria tampan di dalamnya.

"Naik, aku antar pulang."

Aku mendengus pelan, "Kau bisa tidak parkir lebih dekat lagi?" dia berdecak pelan. Namun bukannya memarkirkan mobilnya agar dekat denganku, Jungkook malah turun dari mobilnya dengan membawa sebuah payung berwarna biru. Lalu dia berjalan terburu menghampiriku.

"Kenapa malah kau yang turun?"

"Lama kalau harus parkir lagi, cepat aku akan memayungimu," aku menurut dan mengambil tempat di sebelahnya, sebelah tangannya merangkul bahuku agar tak terkena hujan mengingat payung ini tidak sepenuhnya melindungi kami dari hujan.

"Bajumu basah, ini kering kan," ucapku sambil mengulurkan sekotak tisu padannya. Namun bukannya mengambil tisu Jungkook malah mengulurkan bajunya yang terkena hujan.

"Keringkan," perintahnya dan aku menurut saja.

"(Yn), apa kau mau ikut?"

"Kemana?"

"Acara reuni akbar, kampus kita kembali mengadakannya," tubuhku mendadak kaku mendengar perkataan Jungkook, ini kali kedua Universitas Seoul mengadakan reuni akbar, dan aku tidak pernah mengikuti acara ini.

Dulu Jungkook juga pernah mengajakku untuk datang, namun aku menolak dengan alasan jauh, terlebih saat itu gaji dari pekerjaan ku belum seberapa, sayang jika uang yang aku kumpulkan harus habis hanya dalam beberapa hari. Tapi kali ini bagaimana aku bisa menolak? Jelas-jelas aku sudah berada di Seoul, jarak juga tidak bisa di jadiakan sebagai alasan, apalagi masalah uang. Hey, kali ini bahkan aku mungkin tidak akan mengeluarkan uang sepeserpun. Aku menggigit bibir bawahku ragu.

"Kenapa? Kau tidak mau datang lagi?" tanya Jungkook seolah tahu apa yang aku pikirkan.

"Harus datang, ya?"

"Kalau kau tidak mau jangan di paksakan," jawabnya sambil fokus menyetir, mobil berhenti begitu lampu merah menyala. Jungkook menoleh ke arahku, di acaknya rambut pelan.

"Aku tahu pasti sulit melihat mereka kembali, tapi apa kau tidak ingin menunjukkan pada mereka bahwa selama ini kau baik-baik saja?"

"Aku belum siap untuk bertemu mereka."

"Apa kau masih mencintai Taehyung?"

Ditanya seperti itu aku bergeming, apa aku masih mencintainya? Jawabannya tentu saja tidak. Detik ketika aku melihat pengkhianat itu detik itu juga rasa cintaku terkikis habis untuk Taehyung.

Aku menggeleng pelan menanggapi pertanyaan Jungkook, "Lalu apa yang masih kau takutkan?"

"Aku tidak tahu, hanya saja aku tidak siap jika harus bertemu mereka. Rasanya dadaku mendadak sakit saat mengingat pengkhianatan mereka, aku tidak tahu, Jungkook-a."

"Kau akan pergi ke acara itu bersamaku," aku tersentak kaget.

"Tapi Jungkook........"

"Apa kau percaya padaku?" Jungkook menatapku intens, seolah mencari jawaban dalam diamku. Jungkook menarik tanganku lalu menggemgamnya erat.

"Percayalah semuanya akan baik-baik saja, pergilah bersamaku. Aku janji semuanya akan baik-baik saja. Sudah saatnya kau meninggalkan zona nyamanmu ini," ucapan Jungkook begitu menohok, tak pernah sekalipun aku meragukannya. Hanya dia yang aku percaya selain dari kedua orangtuaku. Akhirnya aku mengangguk pelan, menyanggupi ajakannya.
Jungkook tersenyum lebar, dia mengelus kepala ku lembut dan mempererat genggamannya.
Benar kata Jungkook, sudah saatnya aku keluar dari zona nyamanku.

**********************

Ada perasaan nyaman yang sulit aku jelaskan tiap kali bersama Jungkook, aku selalu merasa di hargai olehnya, dia tidak pernah memaksaku untuk melakukan sesuatu yang tidak aku suka, Jungkook selalu mendengarkan apa yang aku ucapkan, dia selalu memberi solusi atas masalah yang aku hadapi.

Jungkook tidak pernah meninggalkan aku di belakangnya, jika aku tertinggal maka dia akan diam di tempat menungguku hingga berada di sampingnya. Karena sifatnya ini aku nyaris tak bisa menahan perasaanku sendiri. Aku cukup sadar diri jika Jungkook tak mungkin mempunyai perasaan yang sama denganku, meski perasaan ku padanya masih kecil, aku takut itu akan berkembang pesat. Terlebih masih ada perasaan takut jika aku kembali mencintai seseorang, aku takut di khianati lagi.

Bibir Jungkook mengerucut kala melihatku turun dari tangga, pasalnya dia sudah duduk di ruang tamu hampir satu jam hanya untuk menungguku yang sedang berdandan.
"Kenapa dengan wajahmu itu?"

"Tidak apa-apa?"

"Kau marah?"

"Tidak, kenapa harus marah?"

Aku mendengus pelan,

dia ini masih saja bohong padahal wajahnya jelas sekali menahan kesal, "Wajahmu mengatakan semuanya, lagipula aku dandan cantik juga untukmu."

"Apa? Untukku apa?"

"Sudahlah, ayo berangkat ini sudah malam," Hari ini Jungkook tampak tampan dengan tuxedo hitamnya, dan aku dengan long dress berwarna peach tanpa lengan, rambutku sengaja ku gelung agar menunjukan lekuk leherku tak lupa high heels setinggi 15cm. Tentu aku tidak ingin kalah tinggi dari Jungkook, jika begini tinggi kami jadi sama, benar kata Jungkook tubuhku membeku usai lulus SMA.

Jungkook masih setia dengan wajah di tekuk, aku tahu dia kesal harus menunggu lama. Tapi ini bukan keinginan ku, salah sendiri mengajakku. Dia tidak tahu apa jika perempuan punya banyak ritual saat sedang berdandan.

"Kau tidak senang ya aku pergi bersamamu?"

"Aku senang, kenapa berfikir begitu?"

"Kau cemberut dari tadi, bagaimana aku bisa berfikir bahwa kau senang pergi bersamaku?"

Jungkook menghela nafas pelan, "Aku bukannya marah, hanya saja ku rasa kau tidak perlu berdandan terlalu cantik, kau sudah cantik."

Jantungku berdetak kencang, apa Jungkook baru saja bilang kalau aku cantik? "Aku hanya tidak ingin membuatmu malu dengan membawaku," elakku.

"Malu? Hanya pria bodoh yang bilang malu membawa mu pergi," aku diam tak berniat merespons perkataannya, aku terlalu sibuk menenangkan detak jantung dan menyembunyikan senyum yang aku yakini sudah kelewat lebar.

Kami sampai di tempat acara tak lama kemudian, semenjak turun dari mobil tak sekalipun Jungkook melepas genggaman tangannya, dia lebih memilih menarikku kesana kemari dari pada membiarkan aku sendirian.

Ballroom hotel itu tampak penuh oleh lautan manusia, wajar saja karena tidak hanya angkatan ku yang datang.
Jungkook menarik lenganku begitu melihat beberapa orang melambaikan tangan padanya, "Wahh coba lihat siapa yang datang, Jeon Jungkook dan........" ucapan seorang pria di depanku terhenti begitu melihatku di samping Jungkook, dia menatapku dari atas sampai bawah seolah tengah menilai ku. Di tatap seperti itu jelas aku merasa risih, Junngkook yang sadar jika aku tak nyaman berdehem pelan membuat kegiatan pria bersurai coklat itu tersenyum lebar.

"Han (yn)? Kau Han (yn) 'kan?" aku mengangguk menjawab pertanyaan.

"Wow kau berubah drastis sekali, kau masih ingat aku? Aku Park Jimin," ujarnya sambil mengulurkan tangan, aku menyambut uluran tangan Jimin singkat.

Aku tak tahu mereka mengobrolkan apa, karena aku lebih memilih diam di kursi yang sudah di siapkan, hingga aku mendapat senggolan pelan di tanganku, aku menoleh ke samping dan mendapati wajah Jungkook yang tengah menatapku.

"Kenapa?"

"Mereka datang," ujarnya pelan, aku mengikuti arah pandangan Jungkook dan mendapati dua orang yang telah membuatku mengalami masa sulit. Aku mendengus pelan lalu mengalihkan pandanganku ke arah lain. Dalam hati aku berdoa semoga mereka tidak menyadari kehadiranku di acara ini.

Sial beribu sial, niatku adalah untuk menghindari Maria dan Taehyung tapi kenyataannya aku malah harus berhadapan dengannya.

"Wah, aku tidak menyangka akan bertemu lagi dengan mu," aku tersenyum sinis mendengar perkataan Maria.

"Wae? Kau terkejut karena aku ada disini?" dia menggeleng pelan sambil menyesap wine di tangannya, malam ini dia tampak elegan dengan long dress berwarna merah tanpa lengan yang menunjukkan lekuk tubuhnya, ya aku tahu jika di bandingkan dengannya aku ini tidak apa-apanya.

"Ku dengar kau berkerja di agensi Jungkook sebagai guru akting?" tanyanya.

"Ya, kenapa? Ada masalah?" jawabku singkat.

Maria terkekeh pelan mendengar jawabanku, "Ku kira kau kembali kemari ada hubungannya dengan Taehyung."

Aku tergelak mendengar ucapan Maria, dia pikir aku akan sudi kembali hanya untuk menguruskan hal yang tidak berguna semacam itu.

"Jika kau berfikir aku kembali untuk merebut Taehyung darimu, sebaiknya kau buang fikiran itu jauh-jauh," aku mendekat pada Maria yang berada di depanku, ku condongkan tubuhku padanya lalu berbisik pelan.

"Aku tidak tertarik pada Taehyung ataupun hubungan kalian itu, karena detik saat aku melihat pengkhianatmu detik itu juga rasaku pada Taehyung terkikis habis," aku menjauhkan tubuhku dari Maria, matanya nyalang menatapku wajahnya berubah merah padam. Aku sunggingkan senyum culas sebelum berlalu dari hadapannya.

Semenjak pertemuan ku dengan Maria, aku lebih banyak diam selama acara berlangsung. Jungkook yang sadar akan perubahan sikapku pun memilih diam, dia tahu jika aku tadi sempat bersitegang dengan Maria saat mengambil minum, keadaanku semakin buruk setelah Taehyung datang menyapaku dengan Maria.

Demi apapun aku sudah tidak mencintai Taehyung, aku hanya merasa de javu setiap melihat mereka. Ada sesuatu dalam diriku yang masih merasakan sakit saat mengingat apa yang telah di lakukannya.

"Mau berdansa?" aku menatap uluran tangan Jungkook, lalu menggelang pelan "Kau tahu aku tidak pandai berdansa."

"Coba saja dulu," ujarnya sambil menarikku berdiri lalu membawaku ke tengah kerumunan orang-orang yang juga sedang berdansa.

Jungkook meletakkan kedua tangannya di pinggangku, sementara aku mengalungkan kedua tanganku di lehernya. Lampu sengaja di redupkan lalu alunan piano mengalun indah, Jungkook menarikku pelan mengikis jarak yang tersisa. Meski sudah memakai high heels tetap saja aku kalah tinggi dari Jungkook.

"Jangan perdulikan perkataan Maria, kau tahu dia seperti apa," aku mendongkak menatap mata coklat Jungkook yang juga sedang menatapku lekat.

Aku hanyut dalam tatapannya, "Kau tampan," bisikku, dia terkekeh geli mendengar pujianku.

"Kau juga cantik," kakiku bergerak seirama dengan gerakan Jungkook , tak sedikitpun Jungkook mengalihkan tatapannya ke arah lain selain diriku, di tatap seperti itu jelas aku merasa tersanjung.

"Aku ingin bicara."

"Bicara saja," Jungkook menghela nafas pelan, dia semakin merapatka
n jarak di antara kami. Sungguh, jika aku mendongkak maka sudah di pastikan jika bibir Jungkook akan mengenai keningku.

"Aku menyukaimu," bisiknya tepat di telingaku, tubuhku menegang mendengar ucapannya, mendadak jantungku berdegup kencang.

"Tentu saja, jika tidak mana mungkin kita berteman selama ini."

"Aku menyayangimu," bisiknya lagi, bahkan aku bisa merasakan hembusan nafasnya di leherku.

"Aku tahu, mana mungkin kau tidak menyayangiku selama ini?"

"Aku mencintaimu," aku bergeming, tak menyangka Jungkook akan berbicara seperti itu, tubuhku mendadak lemas. Tentu ini bukan pertama kalinya untukku mendapat pengakuan cinta, tapi ini berbeda karena Jungkook yang mengatakannya.

Melihatku hanya diam Jungkook kembali meneruskan ucapannya, "Bukan sebagai teman, tapi sebagai seorang pria pada wanita."

"Kenapa? Kenapa kau mencintaiku?"

Jungkook meraih daguku lalu mengangkat wajahku, dia menatapku intens lalu tangannya menangkup wajahku, "Apa ada alasan untukku tidak mencintaimu?" aku diam.

"Jangan karena satu orang pernah mengkhianatimu, lalu kau berfikir bahwa aku akan melakukan hal yang sama padamu."

"Aku tidak akan memaksamu untuk menerimaku, kau hanya perlu menanyakan pada hatimu pantas atau tidak diriku bersamamu," aku membelai wajah Jungkook pelan, lalu berjinjit dan mengecup bibir Jungkook singkat. Jungkook terperangah mendapatkan ciuman tiba-tiba dariku.

Ku tatap mata Jungkook lembut, "Jika kau memilih bersamamu, mungkin kau harus banyak bersabar menghadapi sikapku. Kau harus membantu ku keluar dari masa lalu, kau juga harus siap menerima kekuranganku. Karena aku bukan manusia sempurna."

Jungkook mengulas senyum tipis, lalu membawaku dalam pelukannya, "Tentu saja, aku siap menerima semua konsekuensinya," ujarnya girang.

"Jadi kau mau mencoba menjalaninya denganku?" aku mengangguk singkat dan dia tersenyum lebar.

Kadang aku berfikir bahwa aku tidak akan pernah mendapatakan seseorang yang mencintaiku. Tapi bersama Jungkook aku selalu merasa di cintai, ini memang terkesan mendadak tapi, aku tak butuh alasan dan waktu lagi untuk berfikir.
Sudah cukup banyak waktu yang kami sia-siakan selama ini. Anggaplah ini sebagai penebusnya .












Huiii in here 😂😂
Udah ah jangan panjang2, yang penting mah moment mereka bedua dapet 😂😂 ini aku masih ambigu looh yah sama short drama love yourself. Potek hati dede bang liat kalian ma ciwi2 canteeek 😂😂😂







Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro