Taehyung : Coffe

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Segelas kopi dan secangkir rindu, untuk lelaki di masa lalu."


Aku
Pernah jatuh hati, sampai rasanya rela mati.
Aku
Pernah jatuh cinta, sampai rasanya segala sesuatu hanya tentang dia.

Lalu, aku tahu.
Tak semua kisah berakhir indah.
Dan aku mengerti.
Kadang kita harus melepas pergi.

Karena hati yang aku mau, hanya bayangan semu.
Karena cinta yang aku ingin, hanya ilusi dalam semilir angin.

*********************

Ketukan jariku di atas keyboard berhenti begitu gemerincing lonceng berbunyi nyaring, menghantar barang sedikit getar dalam hati.
Harusnya hatiku tidak selancang ini, bukankah sudah lima tahun lamanya, namun kenapa rasanya masih sama seperti waktu itu. Ah, baru juga lima tahun, bukan aku tidak bisa melupakannya, hanya saja mungkin memang belum waktunya.

Ku alihkan perhatianku pada seantero cafe, beberapa pelayan nampak sibuk berlalu lalang mengantar pesanan pelanggan, beberapa sibuk menulis pesanan, dan para barista sibuk meracik kopi.

Seorang pelayan wanita menyerahkan segelas caramel macchiato pesananku, dia tersenyum lembut sambil mengucapkan, "Selamat menikmati," aku balas tersenyum dan mengangguk samar.

Tanganku mengaduk-aduk caramel macchiato di hadapanku dengan senyum miris, sekelebat bayangan membawaku pada kenangan lima tahun lalu.

Masa dimana aku merasakan jalan, terbang lalu di jatuhkan. Tentang perasaan lima tahun lalu, yang masih sama dan diam di tempatnya. Tentang pria yang senang bergulat dengan secangkir kopi, tentang wanita bodoh yang mencintai sepenuh hati.

***********************

Lima tahun lalu..............

Namanya Maria, gadis cantik keturunan Prancis. Pertama kali bertemu dengannya adalah saat aku masih menjadi mahasiswa baru, aku dan dia satu fakultas dan jurusan.

Ah, bahkan kami satu kursi, Maria adalah orang yang menyenangkan. Dia baik, ramah dan pintar. Berbanding terbalik denganku yang kelewat biasa saja, satu-satunya keunggulanku hanya imajinasi yang tinggi, ya, aku tahu itu tak patut di banggakan.

Dan pria di ujung fakultas hukum itu adalah Kim Taehyung, cinta pertamaku semenjak masuk kuliah. Wajahnya luar biasa tampan, otaknya pintar bukan kepalang, sikap dan sifatnya baik bukan bohong.

"Kau mau memandanginya sampai bola matamu keluar?" aku mendesah kecewa kala imajinasi ku buyar, aku menoleh pada Maria.

"Kau menghancurkan cerita yang ku susun," dia mengedikan bahu acuh, tak peduli pada mimpi yang kususun dan ku bangun dari dulu.

Maria menarik tanganku pelan, mengajakku pergi. Ah, kenapa hari ini harus ada mata pelajaran matematika? Hari ini terlalu indah jika harus di isi dengan logaritma dan kawan-kawannya.

"Maria, tidak bisakah aku bolos saja?" dahi Maria berkerut halus mendengar pertanyaanku barusan.

Lalu dia mengangguk pelan, "Tentu bisa, jika kau ingin mengulang satu semester lagi," singkat, padat, dan pedas.

"Kau benar, nilaiku terlalu buruk untuk membolos. Padahal aku rajin ke perpustakaan," keluhku.

Maria terkekeh pelan mendengarkan keluahanku, "Ya, kau ke perpustakaan hanya untuk memandangi Taehyung, jadi mana bisa nilai mu naik. Belajarlah dengan giat."

Benar juga kata Maria, kalau di pikir-pikir aku pergi ke perpustakaan karena ada Taehyung. Aku pergi ke coffee shop karena Taehyung kerja paruh waktu di sana. Aku kuliah di sini juga karena Taehyung, hidupku penuh dengan Taehyung.

"Kau benar juga, Maria."

************************

Aku mendesah pendek kala mataku tak kunjung menemukan seseorang, dia harusnya sudah di sini mengingat jadwalnya sebagai seorang pekerja part time. Tapi, sudah nyaris setengah jam aku menunggu Taehyung tak kunjung datang juga, kopi yang ku pesan pun sudah dingin.

Pintu kafe berderit pelan bersamaan dengan seorang lelaki yang masuk, bibirku membentuk garis simetris. Dia datang.
Matanya bertubrukan denganku, lalu sebuah senyum tipis terukir di bibirnya menghantar getar yang menggila di dalam dada. Taehyung beranjak pergi menuju tempatnya, dan yang ku lakukan adalah menatapnya yang tengah berkutat dengan bercangkir-cangkir kopi.

"Sudah menunggu lama?" sapa Maria sambil tersenyum tipis, ku balas dengan senyuman lebar.

"Tidak, aku baru saja sampai," dahinya berkerut, matanya menatap gelas kopi dan piring bekas kue di hadapanku. Lalu dia terkekeh pelan sebelum akhirnya memesan minumannya.

Ketara sekali jika aku datang setengah jam lebih awal dari waktu yang di janjikan, habis bagaimana lagi aku tidak ingin mensia-siakan kesempatan untuk menatap Taehyung.

"Maria, apa akan lebih baik jika aku nyatakan saja perasaanku pada Taehyung?" tanyaku pelan, Maria menatapku seperti aku sedang membuat lelucon.

"Kau...... Serius?" aku mengangguk yakin, lalu beberapa detik kemudian menggeleng. Maria tersenyum melihat sifat labilku, "Kau yakin akan perasaan mu?" dahiku berkerut mendengar pertanyaan dari Maria, untuk apa dia bertanya? Bukankah dia tahu bagaimana aku begitu memuja Taehyung.

"Kau tahu sendiri bagaimana perasaaku padanya, Maria," Maria mengangguk samar, matanya menilik Taehyung di balik meja bar, "Kau yakin dia juga memiliki perasaan padamu, (yn)?" aku terdiam, merasa baru saja di hakimi. Bukankah Maria tahu ini cinta yang tercipta dari sebelah pihak.

"Karena cinta ini hanya ada padamu, bukankah semuanya akan berakhir jika kau mengakuinya?" aku diam seribu bahasa, aku merasa baru saja ada yang menampar wajahku berkali-kali, menuntut ku untuk bangun dari mimpi-mimpi indah yang sudah terlanjur ku bangun.

Aku mengangguk pelan, ku paksakan tersenyum, "Kau benar, semuanya akan berakhir jika aku mengakuinya. Begini saja sudah cukup bagiku," ku tatap Taehyung dengan senyum lebarnya, perlahan perasaanku lebih baik. Sesederhana itu, cukup melihat senyumnya maka semua beban yang aku rasa akan hilang dengan sendirinya.

**********************
Cuaca terasa menyengat akhir-akhir ini, namun itu bukan berarti halangan untukku memandangi Taehyung. Bahkan jika hujan deras pun aku tidak akan mensia-siakan kesempatan untuk melihatnya.

Berkali-kali lelaki di sampingku mendengus kesal, aku paham betul dia pasti bosan. Tapi, aku tak ada pilihan lain selain mengajaknya, pasalnya Maria yang biasanya menemaniku tengah sibuk dengan organisasi yang di urusnya.

"Berapa lama lagi kau hanya akan memperhatikannya dari jauh? Tidakkah kau bosan?" aku menoleh menatap pria di sampingku, ku gigit bibir bawahku pelan, ragu untuk menjawab, "Begini saja sudah cukup bagiku," dia menoleh dengan kening berkerut, lalu mendengus pelan, "Kau menginginkanya lebih dari ini."

Aku bergeming, perkataan Jungkook begitu menohok. Dia benar, aku memang menginginkannya lebih dari ini, "Tapi, jika aku mengakui bahwa aku mencintainya. Bukankah semuanya akan berakhir? lebih baik begini saja."

"Usaha. Apa kau sudah berusaha mendapatkan hatinya?"

Lagi, perkataan Jungkook terasa menohok. Benar, aku belum pernah berusaha mendapatkan hatinya. Yang aku lakukan hanya diam-diam memandanginya, diam-diam mengikuti semua kegiatannya tanpa sedikitpun aku berfikir untuk membuatnya melihatku. Jungkook benar, seharusnya aku berusaha untuk mencuri perhatiannya. Aku akan berusaha untuk membuatnya melihatku.

"Jungkook?" lelaki bergigi kelinci itu menoleh, aku menatapnya penuh haru, "Terimakasih," dia tersenyum lembut, tangannya terulur mengacak rambutku membuatku berteriak kesal di selingi tawa. Jungkook benar, perasaan ini tidak akan bertepuk sebelah tangan jika aku berusaha mendapatkan hatinya, tanpa sadar aku kembali memupuk harapan yang sempat karam.

*************************

Maria menatapku tak percaya, mulutnya terbuka lebar tak mempercayai pendengarannya sendiri, "Seriously?" tanyanya.

Aku mengangguk mantap, "Tentu, mulai besok aku akan mencoba bicara dengan Taehyung"

"Kenapa tiba-tiba?"

"Tiba-tiba? Aku sudah memikirkan ini sejak lama. Dan perkataan Jungkook kemarin juga ada benarnya, aku tidak akan pernah tahu jika tidak mencoba."

Maria menghela nafas dalam-dalam, seolah baru saja mendapat kabar paling tidak menyenangkan, "Kalau dia ternyata tidak balik menyukai mu, bagaimana?"

Aku diam, sebelumnya tak pernah berpikir mengenai hal ini, yang aku pikirkan hanya bagaimana caranya agar Taehyung tertarik padaku, "Setidaknya aku sudah berusaha untuk mendapatkan hatinya, jadi kurasa aku tidak akan menyesalinya, Maria. Kau harus mendukungku," Maria mengangguk meski terlihat setengah hati.

Dalam diam, ku perhatikan dia. Lamat-lamat begitu membuat ku mencandu kehadirannya, dia itu seperti air di tengah gurun pasir yang gersang. Cara dia meracik kopi adalah hal paling sexy di dunia, tak ada yang mengalahkannya.

Dadaku berdegup kencang kala mata elangnya menemukan aku, dia tersenyum kecil sebelum menyerahkan segelas caramel macchiato pesananku pada pelayan.

"Sepertinya tuhan sedang berbahagia saat menciptakan mu, Taehyung," tatapanku tak bisa lepas darinya. Terlalu mengagumkan jika dilewatkan begitu saja.

Pengunjung cafe mulai penuh kala sore tiba. Tentu, kebanyakan yang datang kesini hanya untu melihat Taehyung, tak jauh beda denganku.

"Kalau esok lusa kau patah hati jangan menangis padaku," suara Maria menarik perhatianku kembali, ku sematkan sebuah senyum manis padanya.

"Aku sudah menyiapkannya sejak lama, jangan khawatir, Maria."

*******************

Hening.
Lidahku terlalu kelu, tenggorokan ku mendadak kering. Aku tidak pernah membayangkan jika suasananya akan seperti ini.

"Ta-Taehyung-ssi, kau ma-mau pesan apa?" bibir Taehyung membentuk garis simetris, meninggalkan sebuah senyum kecil disana.

Tolong kakiku lemas, sepertinya jantungku akan meledak sebentar lagi. Ternyata bukan ide yang bagus meminta Jungkook membawa Taehyung kesini, aku menyesal.

"Kau suka caramel macchiato?"

"Ne?" dia bertanya apa barusan? Sepertinya kupingku sedikit bermasalah. Tuhan, tolong aku sudah tidak kuat lagi melihat senyumannya.

"Apa kau suka caramel macchiato? Ku lihat kau sering memesan itu saat ke cafe tempat ku bekerja," suaranya seperti gema dalan gua, terus terngiang dalam kepala.
Aku mengangguk pelan menjawab pertanyaannya, "Aku suka caramel macchiato," tapi aku lebih suka kau, lanjutku dalam hati.

"Apa kau sudah berkerja lama disana?" dia mengangguk pelan, "Sudah sekitar dua tahun, lumayan untuk tambahan uang jajan," tentu saja aku tahu kapan dia mulai bekerja, hei ingatlah aku tahu semua aktivitasnya di luar rumah.

"Taehyung-ssi, apa boleh jika aku mengajakmu untuk jalan-jalan?" matanya berkedip-kedip lucu, mungkin tidak menyangka jika aku akan menanyakan hal seperti itu.
Taehyung tersenyum kecil, lalu mengangguk pelan, "Sepertinya akan menyenangkan jika bisa menghabiskan waktu denganmu," oksigen, aku butuh tabung oksigen. Aku menunduk menyembunyikan senyum yang kelewatan lebar.
Ya, tuhan efeknya lebih besar dari yang aku bayangkan.

Setelah sekitar 30 menit mengobrol Taehyung pamit pergi, katanya ada urusan. Aku bilang, nanti akan menghubunginya, yup benar, aku punya nomor teleponnya. Ah sial, kenapa bibirku terus membentuk sebuah senyuman? Orang-orang terus memperhatikanku yang berjalan sambil senyum-senyum sendiri. Biarlah mereka berfikir aku ini gila, yang penting aku dan Taehyung sudah selangkah lebih maju.

"Oh! Maria!" gadis yang sedang berlari kecil itu menoleh dengan cepat, dengan sedikit berlari aku menghampirinya, "Kau mau kemana?"

"Aku buru-buru, nanti saja mengobrolnya. Ada hal penting yang harus ku urus," cepat-cepat Maria berlalu dari hadapanku. Meninggalkan aku dengan bibir mengerucut.

*****************

Akhir minggu tiba, dan ini adalah baju kelima yang aku coba. Sudah hampir satu jam berkutat dengan puluhan baju hanya untuk mencari tahu baju mana yang paling cocok untuk ku kenakan nanti saat bertemu Taehyung.
Terdengar ribet memang, padahal hanya akan berjalan-jalan ditaman, tapi aku sudah seperti akan pergi ke kondangan.

Setelah cukup lama berkutat, pilihanku jatuh pada dress selutut berwarna peach, di padukan dengan converse warna hitam. Kurasa tidak terlalu buruk. Bibirku membentuk garis simetris kala melihat pesan masuk dari Taehyung.

TaehyungKim : Kau sudah siap?

(Yn) Han : Sudah, aku akan menunggumu di taman

TaehyungKim : Aku sudah di taman kkkk

(Yn) Han : Apa?? Ah, apa aku sangat telat?

TaehyungKim : Tidak, kebetulan tadi aku bertemu dengan teman.

(Yn) Han : Aku berangkat sekarang.
TaehyungKim : baiklah, aku tunggu.

Aku berlarian keluar rumah, letak tamannya tidak jauh dari rumahku. Hanya butuh 15 menit jika berjalan kaki, tapi aku memilih berlari, tak mau menyia-nyiakan waktu.

Nafasku tersengal-sengal begitu sampai di hadapan Taehyung, "A-pa kau....... sudah menunggu....... lama?"

"Apa kau lari? Duduklah, wajahmu sampai merah begitu," tanpa diminta dua kali aku langsung duduk di sebelah Taehyung, nafasku masih tersengal-sengal, "Tunggu disini, aku akan membeli air untukmu," belum sempat aku melarang, Taehyung sudah lebih dulu berlalu dari hadapanku.
Lagi, senyuman terbentuk di bibirku. Jadi begini rasanya bahagia di perhatikan oleh orang yang kita suka.

Senyumku makin lebar begitu melihat Taehyung membawa dua botol air mineral, sekarang jelaskan bagaimana aku tidak jatuh cinta semakin dalam pada lelaki ini?
Di sodorkannya sebotol air padaku, segera ku teguk air pemberiannya hingga tinggal setengah, dia tertawa pelan meninggalkan gema yang begitu menyenangkan.

"Apa kau begitu haus?"

"Tentu saja, aku berlarian kesini karena tak mau kau menunggu lama."

Taehyung tersenyum, "Padahal kau tak seperlu sebegitunya, lagi pula tadi aku tidak sendirian disini," aku mengangguk paham, "Oh iya, kau bilang tadi bertemu seseorang. Bertemu dengan siapa?"

"Ah itu, bagaimana ya aku mengatakannya? Aku malu hahaa," jika tawa Taehyung yang tadi terdengar begitu menyenangkan, maka kali ini aku malah merasa akan mendapatkan sesuatu yang tidak baik.

"Kenapa malu? Apa kau bertemu dengan orang yang kau sukai?" tanyaku memancingnya.

"Dia seorang laki-laki, kau pasti mengenalnya dia satu fakultas denganmu, namanya Jimin, Park Jimin," dahiku berkerut halus, untuk apa dia bertemu Jimin?

"Tentu saja aku mengenalnya, apa kau ada urusan dengannya?"

"Aku sedang menggali beberapa informasi tentang seseorang," Taehyung meneguk air mineral di tangannya, dia tampak tenang. Sementara kepalaku sudah di penuhi begitu banyak pertanyaan, orang ini pasti dekat dengan Taehyung, jika tidak untuk apa dia repot-repot menggali informasinya?

"Apa dia seorang gadis? Seseorang yang kau sukai?"

Taehyung menoleh lalu mengangguk pelan, aku diam. Rasanya baru saja aku mendengar sesuatu yang patah, hatiku patah.

"Apa aku mengenal gadis itu?" lagi Taehyung mengangguk.

"Kau pasti mengenalnya, dia satu fakultas denganmu, dan satu organisasi dengan Jimin."

"Tapi, ada beberapa orang yang satu organisasi dengan Jimin."

"Dia dekat denganmu," dekat denganku? Aku harap bukan dia.

"Maria?"

"Maria."

Taehyung terkekeh geli begitu aku dan dia mengucapkan satu nama secara bersamaan, meski perkataanku lebih mirip pertanyaan.
Kali ini tawa Taehyung tidak terdengar seperti gemerincing lonceng, kali ini tawanya mirip alarm tanda bahaya.

Tubuhku mendadak kaku, aku tak tahu harus bereaksi seperti apa, "Kenapa harus Maria?"

"Ne? Ah, itu aku sering melihatnya di cafe bersamamu. Jadi ya secara tidak langsung aku mengamatinya."

Senyum hangat yang dia tunjukan setiap aku mengunjungi cafe itu bukan untukku. Sapaan hagat saat berpapasan di koridor kampus itu juga bukan untukku, tatapan lembut itu juga bukan untukku, tapi untuk Maria. Kenapa tuhan melakukan ini? Mendadak aku merasa menjadi gadis paling menyedihkan, nyaris tiga tahun memendam perasaan, sekalinya aku mendapatkan keberanian untuk melangkah aku malah di jatuhkan ke dasar bumi paling gelap.

"Jadi kau menemui Jimin untuk mencari informasi tentang dia," Taehyung mengangguk pelan, "Tapi, aku sadar Jimin tidak akan tahu banyak tentag Maria, hanya orang-orang terdekatnya yang bisa mengenal Maria dengan baik," Taehyung melirikku dari ujung matanya. Aku hanya mampu diam.

Dadaku rasanya sakit, sesak dan panas. Seolah akan meledak, berjuta jarum seolah bersarang disana, bagaimana mungkin aku selama ini tidak menyadarinya?

"(Yn), apa kau mau---"

"Taehyung-ssi .........." Taehyung menghentikan ucapannya.

"Ya?"

"Sepertinya aku harus pergi, aku lupa jika hari ini ada janji," aku bangkit dari dudukku, lalu menunduk sopan meninggalkan Taehyung dengn wajah bingung bercampur kaget. Peduli setan pada hal itu, dia juga tak akan tahu jika aku baru saja patah hati.



Aku berjalan gontai menuju rumah, berkali-kali handphone ku berdering menampilkan nama Taehyung, namun aku abaikan. Langit tampak mendung seolah mengerti dengan apa yang aku rasakan. Perlahan air mataku mengalir, tak dapat lagi aku tahan sesak dan sakit yang kurasa tadi. Rasanya sangat menyesekan, andai itu bukan Maria mungkin tidak akan sesakit ini. Aku menghapus air mata ku kasar, namun tangisku tak kunjung redam. Aku menangkup wajahku sendiri, merasa malu dan kalah pada kisah yang bahkan tak pernah di mulai. Harusnya aku tak pernah berharap, benar kata Maria kisah ini akan berakhir jika aku mengakuinya. Aku menghabiskan malam-malam dengan tangisan, tak masuk kuliah dengan alasan sakit. Berkali-kali Jungkook menghubungiku dan Maria menemuiku menanyakan apa yang terjadi, namun aku bilang semuanya baik-baik saja. Ya, aku tidak memberitahu Maria jika Taehyung menyukainya, terdengar egois? Biarlah kali ini aku egois, jika aku tidak dapat bersama Taehyung maka Maria pun tidak. Lagi pula aku tak yakin Maria punya perasaan pada Taehyung.

**************
Nyaris seminggu tak masuk kuliah, akhirnya aku memijakan kaki di kampus kembali. Rasanya aneh, aku berjalan dengan penuh kewaspadaan, takut-takut jika nanti berpapasan dengan Taehyung. Aku berjalan mengendap-endap hingga tanpa sengaja manik mata ku menemukan Maria dan............ Taehyung.

Aku tidak ingin mempercayai penglihatan ku barusan, tapi ini terlalu nyata jika harus di bilang sebuah fatamorgana. Mereka terlihat berjalan berdampingan, tertawa bersama tanpa tahu apa yang mereka bicarakan, aku menyembunyikan tubuhku begitu jarak mereka semakin dekat. Rasanya tak pernah ku dengar tawa Maria yang seperti ini, terdengar begitu bahagia, dan senyum Taehyung sudah cukup menunjukan bagaimana ia memuja gadis itu.

Kaki melangkah mengikuti kemana mereka pergi, tanpa tahu mungkin aku akan semakin terluka. Aku hanya ingin memastikan satu hal, mungkin saja Maria hanya mengobrol biasa 'kan? Aku tidak bisa berasumsi macam-macam, Maria tahu jelas bagaimana aku mencintai Taehyung.

Taehyung dan Maria masuk ke dalam gedung theater, aku ragu untuk menyusul. Dadaku berdenyut nyeri membayangkan apa yang terjadi disana, meski tak ingin berspekulasi tentang hubungan mereka, nyatanya hati kecilku berkhianat dengan mengatakan bahwa mereka ada sesuatu.

"(Yn), apa yang kau lakukan di sini?" aku tersentak kaget begitu seseorang memegang bahuku, Jungkook menatapku meminta penjelasan.

"Ada....... Ada yang harus ku urus, tidak, tidak."

"Aku mengikuti Maria dan Taehyung," mata Jungkook melebar begitu mendengar ucapanku, "Mereka di dalam?" aku mengangguk pelan.

"Jungkook-ah?"

"Hmm?"

"Bisa kau katakan sesuatu untuk ku?"

"Sesuatu? Seperti apa?"

"Katakan padaku jika di dalam sana sebenarnya sedang ada presentasi dari dosen, atau sebenarnya di dalam itu sedang ada acara," Jungkook bergeming.

"Mari kita lihat sebenarnya di dalam ada apa," aku menarik ujung baju Jungkook lalu menggeleng pelan, lelaki itu menggengam tangaku, menenangkan.

Kriiiiieeeet

Pintu terbuka. Di kursi ke tiga dari belakang aku dapat melihat dengan jelas Maria tengah berciuman dengan Taehyung, jantungku mencelos tak percaya dengan penglihatanku sendiri.

Sadar ada yang memperhatikan, Maria menoleh lebih dulu. Wajahnya tampak kaget bercampur panik, sementara Taehyung tampak terkejut, namun wajahnya kemudian kembali seperti biasa.

"Maria, apa yang kau lakukan?"

"(Yn), dengar aku bisa menjelaskan ini. Ini..... Ini tidak......."

"Apa yang kau coba jelaskan?! Semuanya sudah jelas," aku berjalan mendekat, Jungkook menarik pergelangan tanganku mencoba menahan agar aku tidak lepas kendali, namun ku tepis dengan kuat.

Kami saling berhadapan, Taehyung nampak bingung dengan suasana yang mencekam, "Ada apa ini? (Yn), kenapa kau terlihat sangat marah?"

"Jika kau melihat sahabatmu melakukan pengkhianatan di depan mata kepalamu sendiri, apa kau akan diam saja?" Taehyung malah terlihat semakin bingung dengan ucapanku, "Pengkhianatan? Apa maksud mu? Siapa yang berkhianat?" aku tatap lurus-lurus Maria yang hanya diam tertunduk. Aku benar-benar tak dapat lagi mengekpresikan bagaimana marah dan sakitnya aku saat ini, yang aku rasakan hanya lelah menghadapi semua, seolah dunia benar-benar tak berpihak padaku.

"Maria kenapa kau hanya diam? Tak inginkah kau menjelaskan semuanya pada lelaki di sampingmu?"

"(Yn), kumohon maafkan aku."

"Andai orang itu bukan kau Maria, mungkin rasanya tidak akan sesakit ini. KENAPA KAU MELAKUKANNYA?!! KAU TAHU BETAPA AKU MENCINTAI TAEHYUNG?!! KAU TAHU ITU!!"

"KENAPA KAU TAK PERNAH BILANG PADAKU JIKA KAU JUGA MENCINTAINYA?!! KENAPA?!!" ku dorong bahu Maria keras, jariku menunjuknya seolah dia adalah tersangka dalam sebuah kasus, suaraku bergema memnuhi gedung theater. Jungkook yang melihatku nyaris kehilangan kendali menahan pergelangan tanganku kuat.

"Apa yang kau lakukan?!!" bentak Taehyung tak suka.

"(Yn), tenangkan dirimu," bisik Jungkook pelan. Bagaimana aku bisa tenang? Jika di hadapanku sahabatku sendiri menikamku dari belakang.

"Bagaimana aku bisa mengatakannya?!! Jika setiapkali kau selalu bercerita betapa kau mencintai pria ini, aku juga wanita aku bisa mengerti perasaanmu!!"

Aku seperti di tampar kenyataan, Maria menatapku nyalang, Jungkook menarik lenganku begitu aku semakin mendekati Maria, dengan sigap pula Taehyung berdiri di hadapannya menghadang ku yang bahkan belum sampai ke tempatnya.

Aku tersenyum miris, jadi ini wajah asli dari sahabat yang kerap kali aku banggakan, rasanya tak sudi jika aku harus mengeluarkan air mata demi dia, "Kau kenapa melakukan ini?!"

"Karena aku mencintainya, dan Taehyung mencintaiku. Kau tak punya hak untuk melarang aku atau Taehyung untuk tidak bersama."

"Yang di katakan Maria memang benar, aku mencintainya. Bukankah kau sudah tahu hal ini, (yn)?" Jungkook dan Maria menatapku terkejut, aku menunduk merasa di permalukan.

"Kau benar aku sudah tahu, tapi hatiku berharap Maria tidak memiliki perasaan yang sama denganmu. Tapi, hari ini aku mengetahui semuanya," Maria menatap tak percaya, wajahnya memerah karena amarah, "Apa Cinta begitu membuat mu buta? Sampai kau tak bilang padaku?"

"Sepertinya cinta juga sudah membuatmu buta, sampai berkhianat pada temanmu," Maria memalingkan wajahnya tak sudi mendapat balasan telak dariku, Taehyung hanya diam di tempatnya mungkin bingung harus mengatakan apa.

"Sepertinya aku sudah melihat bagaimana akhir dari persahabatan kita," aku menarik lengan baju Jungkook pelan, mengajaknya untuk pergi dari tempat yang begitu memberi banyak luka.

"Maria, kau tahu apa persamaanmu dan Caramel macchiato?"

"Sama-sama manis, namun tetap meninggalkan rasa pahit di akhir."

Aku berlalu dari hadapan Maria dan Taehyung. Tak sudi lagi untuk menoleh kembali. Hanya akan menambah luka, andai saja itu bukan kau Maria mungkin aku tidak akan sesakit ini.

***********************

Gemerincing lonceng cafe terdengar nyaring. Seorang pria melenggang masuk, wajahnya tak asing bagiku. Postur tubuhnya tinggi, wajahnya jauh dari kata jelek, dia memakai hoodie berwarna abu-abu di padukan dengan ripped jeans dan topi. Matanya mencari sesuatu hingga bibirnya membentuk senyuman begitu berhasil menemukan apa yang di carinya, dia berjalan mendekat lalu duduk di sampingku.

"Long time no see, Jeon Jungkook"
















Eaaaaaaaaak 😂😂😂
Endingny gantuuung syekliiih 😁😁
Part Jungkook adalah sequel dari ini yupsss 😂😂
Ohh iya author cuma mau Kasih tahu, jadi gini kan selama ini author update ini cerita pke hp. Naah berhubungan hp author rusak 😭😭 jadi kayanya mau hiatus dulu sampai dapat gantinya :'( maaf kan author yang lemah ini 😂😂
Stay trus yah salam Hui

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro