XXII. Dilarang Berkhianat

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

DORRR!!!

Suara tembakan terdengar dari belakang halaman rumah Jarvis. Tidak ada satu orang pun yang berlarian untuk melihat apa yang terjadi di sana. suasana rumah ini terlihat sama seperti biasanya, sibuk dengan kerjaan masing-masing tanpa ikut campur dengan yang bukan urusan mereka, seolah ini sudah menjadi hal yang lazim terjadi di sini. Sementara Sofia yang berdiri di samping Jenar sangat penasaran dengan apa yang terjadi.

"Kamu terkejut ya?" tanya Jenar yang sedang menyantap sarapannya seorang diri di meja makan yang besar ini.

Meja makan dengan delapan kursi di setiap sisinya ini dipenuhi dengan berbagai makanan lezat untuk dihidangkan ke hadapan Jenar. Padahal, sepantauan Sofia, Jenar hanya mengambil dua jenis makanan dan yang lainnya terabaikan. Sungguh mubazir. Untuk apa pula meja besar ini kalau hanya seorang diri.

Belum sempat ia menjawab pertanyaan Jenar, dari arah depan datanglah tiga pengawal mengiringi kedatangan sang tuannya, Jarvis. Ini kali pertama Sofia bertatap muka dengan Jarvis. Perawakan aslinya jauh lebih tampan dibanding yang selama ini dilihat di televisi. Hanya saja, Sofia dapat menangkap terlalu banyak beban yang ditanggungnya sehingga wajah itu tidak seceria yang ditampilkan di layar.

"Hai, sayang," sapa Jenar berdiri menyambut suaminya.

Sebagaimana lumrahnya suami-istri, mereka saling menghormati dengan memberi kecupan di pipi dan menikmati sarapan pagi. Mungkin ini pula alasan banyak hidangan, ada Jarvis yang turut menyantapnya.

Tidak ada perbincangan di antara keduanya. Mereka sibuk menikmati pilihan makanan masing-masing. Sofia memperhatikan, tidak ada kesamaan selera dari keduanya. Jenar memilih buah dan roti sebagai sarapan, sementara Jarvis terlihat puas dengan nasi goreng mentega di piringnya. Makanan lain yang disajikan tidak disentuh sama sekali. Untuk kedua kalinya Sofia menyayangkan kemubaziran ini.

Jarvis sepertinya tidak menyadari kehadiran Sofia di antara mereka. Mungkin ia memang tidak peduli siapa yang berdiri di samping istrinya, atau ia memang tidak mau tahu. Bukankah sebagian suami istri begitu? Tidak ikut campur dalam banyak hal yang melingkupi pribadi, cukup dengan modal percaya saja.

"Apa ada yang baru kehilangan nyawa?" Jenar membuka obrolan setelah menghabiskan makannya dan membersihkan bibir dengan tisu agar tidak tersisa di sana. Sofia bersemangat mendengar perbicangan ini karena ia memang ingin tahu tentnag apa yang terjadi.

"Mirza yang melakukannya," sahut Jarvis dengan santai dan terus menyuapi diri dengan nasi goreng.

Sofia membolakan mata. Ia mendapatkan informasi penting saat ini. Menurut analisanya, suara tembakan yang tadi didengarnya merupakan hasil bidikan Mirza; sopir yang menjadi targetnya dan tim Golden Human. Tapi, siapa yang dibunuh? Apa alasannya? Dan kenapa keluarga ini tenang-tenang saja?

"Pengkhianat memang sudah selayaknya dipisahkan dari kita. Mereka tidak layak hidup dengan orang yang menghidupi kesehariannya. Jika kita membiarkannya bebas begitu saja, ia akan berkeliaran dan mengoarkan omong kosong pada orang lain. Mirza sudah melakukan hal yang tepat," lanjut Jarvis masih dengan sikap tenangnya.

Demi apapun, napas Sofia tercekat mendengar hal itu. Otaknya seketika bekerja, jika ini terkait pengkhianatan, sudah berapa banyak yang berkhianat dari mereka? Lantas, semuakah dibunuh? Itukah cara penyelesaian masalah tercepat dari keluarga ini? Lalu, mengapa yang lain diam saja? Kenapa tidak ada yang melaporkan kejahatan ini? Sofia masih belum mencapai nalarnya.

"Anggota baru?" tanya Jarvis menunjuk Sofia dengan dagunya. Sofia seketika menunduk dan menghentikan ekspresi kaget dari raut wajahnya.

"Dia cerdas dan cepat. Aku menyukainya. Melihat persamaan yang kami miliki, kurasa kami akan cocok untuk bersama," jawab Jenar dengan senyum yang mengembang.

"Jangan terlalu cepat mempercayai orang baru. Kamu selalu melakukan kesalahan serupa," peringat Jarvis tegas.

"Kali ini aku nggak membuat kesalahan. Percayalah."

Jarvis tidak menyahuti lagi jawaban istrinya. Ia segera bangkit dan berlalu entah kemana. Mungkin, baginya semua gampang, jika ada kesalahan maka mereka akan melenyapkannya dengan mencabut nyawa. Membayangkannya saja Sofia merinding.

Sofia benar-benar tidak menyangka ada pasangan seperti ini. Terlalu banyak kebohongan di dunia maya untuk menipu rakyat demi mendapatkan simpati. Benar, bahwa dunia maya adalah tempat terbaik memainkan tipudaya. Tidak ada yang benar-benar tahu kebenaran di baliknya.

"Sofia, aku meninggalkan lipstik terbaruku. Bisakah kamu mengambilnya di atas meja rias?" pinta Jenar yang terlihat sepenuhnya percaya pada Sofia.

Sofia pun mengangguk dan segera melangkah menuju kamar Jenar.

Ini kali pertama ia berjalan ke arah sana. Bahkan setelah sah menjadi asisten Jenar dua hari lalu, ini perintah pertama Jenar yang memintanya masuk ke kamar seorang diri. Entah ini jebakan atau pun ujian kepercayaan, Sofia memantapkan diri untuk bisa mendapatkan informasi tambahan di dalam sana.

Saat berjalan menuju kamar Jenar banyak hal baru yang ditemuinya. Tidak didapatinya foto keluarga sama sekali selain yang di depan kala itu. Dinding koridor putih bersih tanpa pajangan apapun. Bahkan tak hanya itu, furnitur seperti vas bunga atau pun perabotan kecil lainnya tidak terlihat sama sekali. Dibandingkan rumah inap, mungkin ini lebih layak disebut rumah tak berpenghuni. Tidak ada tanda-tanda kehidupan di sini.

Entah mengapa ada rasa gugup saat membuka kamar Jenar. Jantungnya berdegup tidak senormal biasanya. Ia mengulum bibir dan mengatur napas sebelum menekan handle pintu.

Kamar tersebut sangat luas. Putih bersih dan tidak banyak furnitur di dalamnya. Sebuah ranjang king size dengan lampu temaram di bagian sisi kanan atas. Di sisi sebelah kiri dipenuhi dengan dinding kaca yang langsung mengarah ke halaman belakang. Dari sinilah Jenar bisa melihat secara langsung aktivitas para pelayan dan membuat penilaian.

Sofia memainkan kecepatan penglihatannya untuk mendapatkan hal baru terkait keluarga ini, tapi karena kosongnya kamar ini membuatnya merasa percuma menyisir setiap tempat.Tidak ingin membuat Jenar menunggu, Sofia menyelesaikan tur kamar mewah ini lebih cepat. Ia bersegera ke arah meja rias yang terletak tidak jauh dari ranjang.

Belum sempat ia mengambil lipstik yang dimaksud, matanya teralihkan pada pigura yang telungkup di atasnya. Mengandalkan rasa penasaran, Sofia membalikkan pigura tersebut dan mendapati kejutan yang luar biasa.

Di dalam pigura tersebut ada dua perempuan yang terlihat seperti adik kakak. Mereka tidak tersenyum sebagai mana foto antar saudara lainnya. Mereka berwajah datar dan hanya dipercantik dengan pakaian mewah. Tidak. Ia tidak peduli dengan yang satunya. Ia fokus pada anak kecil yang mengenakan gaun krem selutut dan kaos kaki putih setumit. Itu Diana. Itu anaknya yang hilang tiga tahun lalu. Kenapa ada fotonya di sini?

Air matanya jatuh saat itu juga dan menetes tepat di atas pigura. Sesak dadanya kian kuat. Ia menahan isak tangis yang menyiksa itu.

"Sofia?"

👀👀👀
Untuk chingu yang mau baca lebih cepat, bisa langsung ke akun Karyakarsa ya 🔎

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro