XXIII. Tutup Mata dan Mulutmu

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sofia menyeka sisa air mata yang tadi sempat membasahi pipinya. Menarik napas panjang untuk menetralkan isi kepala saat ini. Mengembangkan senyum simpul yang seperti biasa ia suguhkan untuk pemilik rumah ini.

"Apa yang membuatmu begitu lama? Sulit sekali menemukan lipstik itu?" tanya Jenar yang harus berjalan sendiri ke kamarnya karena Sofia yang tak kunjung kembali.

"M-maaf, Nyonya. Aku sudah menemukannya." Sofia mengunjukkan lipstik yang sudah berada di tangan kirinya.

"Lalu, apa yang membuatmu begitu lama?" tatapan Jenar mulai mengintimidasi, tidak seramah sebelumnya.

Sofia menunduk. Ia tidak menyiapkan alasan apa pun untuk pertanyaan yang sebenarnya sudah ia yakini akan diajukan.

Jenar berjalan mendekat ke arah Sofia yang masih terpaku di depan meja rias. Semakin terdengar jelas ketukan heels milik Jenar di telinga Sofia, semakin mengacaukan isi pikiran Jenar.

Sofia menundukkan pandangan, tidak berani menghadapi Jenar yang telah berdiri tepat di depannya, hanya berselisih satu tapak saja. Jenar mengambil lipstik yang digenggam oleh Sofia, memutar tubuhnya untuk bercermin. Dipolesnya lipstik tersebut di atas lapisan lipstik sebelumnya. Warna merahnya yang suram, menjelaskan sisi berbeda dari diri Jenar.

"Sepertinya kamu melihat sesuatu yang tidak seharusnya," ujar Jenar setelah melirik pigura yang tidak diletakkan di tempat semula.

Sofia tidak berkutik. Tidak ada pengakuan atau pun bantahan dikeluarkan dari mulutnya. Kalau pun ia harus dipecat hari ini, tentu ia siap karena sudah mendapatkan informasi besar dalam ruangan ini. Ia harus menghubungi Keenan dan meminta Tim Golden Human mencari cara baru untuk menemukan lokasi anaknya.

"Kamu nggak perlu takut dengan hal-hal seperti ini. Kamu hanya perlu tutup mulut dan tutup mata. Bersikaplah kamu nggak tahu apa-apa," peringat Jenar. Ia kembali memutar badan menuju pintu dengan kode agar Sofia mengikuti langkahnya.

Sofia masih berdiri di tempat dan bertanya tanpa mendongakkan kepala. "Dari perbincangan kita tempo hari, saya pikir Anda nggak memiliki siapa pun selain Bunny."

Jenar tersenyum miring tanpa menoleh pada Sofia. "Mereka sama seperti Bunny."

Sofia semakin menegang. Apa maksudnya menyamakan anak yang diperjuangkannya disamakan dengan seekor kelinci? Bukankah itu perumpamaan yang sangat keterlaluan?

***

Tim Golden Human sama terpakunya dengan Sofia ketika mendengar pembicaraan Sofia dan Jenar melalui alat penyadap. Bedanya, mereka tidak tahu apa yang dilihat Sofia dan siapa yang disamakan dengan Bunny.

"Menurutmu apa yang mereka bicarakan?" tanya Arsen sambil bertopang dagu di atas mejanya sendiri.

Wendy menelengkan kepalanya, memikirkan kemungkinan hal-hal yang bisa saja jadi objek pembicaraan antara Sofia dan Jenar. Dewa memutarkan kursinya dan juga memikirkan hal yang sama dengan teman-teman lainnya. Hanya Keenan yang tidak bereaksi. Ia bahkan sepertinya tidak mendengar pertanyaan yang diajukan Arsen.

"Mungkinkah Sofia melihat salah satu target kita ada di sana?" ujar Dewa sembari menghentikan putaran kursinya.

Tawa Keenan diperdengarkan ketika yang lain hendak menjawab kemungkinan yang dilontarkan Dewa.

Keenan yang sedari tadi hanya sibuk dengan ponselnya, beranjak dan mendekati Dewa. "Sofia diminta untuk mengambil lipstik ke dalam kamar pemilik rumah. Ia tidak bereaksi selama beberapa waktu sampai akhirnya kita tahu bahwa ia melihat sesuatu berdasarkan pernyataan Bu Jenar. Menurutmu, mungkinkah pemilik rumah sengaja menyuruh Sofia ke kamarnya kalau misal dia menyimpan salah satu target di sana? untuk apa dia menyekap korban di kamarnya sendiri?" Terang Keenan merendahkan cara berpikir Dewa yang menurutnya tidak logis sama sekali.

Dewa benar-benar kehilangan harga diri di depan anggotanya. Keenan selalu saja menyahutnya tanpa rasa hormat. Berpendapat sesuka hati hanya karena ia putra dari seorang petinggi? Kalau bukan karena mereka sedang menyelidiki kasus yang berkaitan dengan anaknya, ia akan membungkam mulut Keenan dengan sebuah pukulan. Ia harus perbanyak sabar dengan tingkah seenaknya dari Keenan. Demi menemukan putrinya. Ia yang harus menemukan Diana sebagai wujud permintaan maaf pada Sofia. Bukankah Sofia akan sedikit mereda jika ia berusaha keras dan berhasil menyelamatkan Diana? Setidaknya itu yang bisa Dewa pikirkan saat ini.

"Tapi, kita nggak bisa mengeluarkan itu dari kemungkinan," sela Wendy. "Kita benar-benar nggak tahu apa yang terjadi di sana. Bahkan, saat ini pun Sofia mematikan alat penyadapnya. Entah apa yang dipikirkan Sofia sampai melakukan hal ini. Kita nggak bisa mengawasinya sekarang."

"Kalau Sofia sampai memutuskan alat komunikasi dengan kita, aku rasa itu hal yang sangat mengejutkan untuknya. mungkin dia dalam kondisi terguncang sekarang." Farrel yang sedari tadi diam kini ikut berpendapat.

Mereka kembali terdiam hingga dikejutkan oleh Wendy yang menggebrak meja. "Maaf, Keenan, kali ini kamu harus mengaku kalah, karena aku yakin seratus persen kemungkinan yang disebut oleh Pak Dewa adalah hal yang benar. Mari aku uraikan kemungkinannya." Semua segera merapatkan diri di depan meja kerja Wendy.

"Ingat saat Sofia pertama kali masuk ke rumah itu, ia menyebutkan ada potret seorang perempuan muda yang jika ditaksir itu bisa menjadi anak dari pemilik rumah. Lalu, seperti yang kita tahu, Pak Jarvis dan Bu Jenar tidak memiliki anak sejak pernikahan mereka. Bisa jadi, hal yang dilihat oleh Sofia hari ini adalah hal yang sama. Bukan target yang bernyawa, melainkan potret seperti yang dilihat di ruang tamu kala itu. Hanya itu yang mungkin untuk diselipkan dalam kamar pemilik rumah. Bisa jadi itu adalah target berharga yang nggak bisa disingkirkan begitu saja," papar Wendy sembari menatap satu per satu mata rekan kerjanya.

Tidak ada yang yakin seratus persen seperti Wendy pada kemungkinan tersebut, terlebih lagi Keenan. Sangat tidak masuk akal jika istri dari seorang pejabat terbaik di Indonesia menyimpan potret korban penculikan bertahun silam. Ini di luar logika.

Denting ringan memecahkan fokus para anggota. Semua menitikkan atensi pada Keenan yang segera melihat pesan yang masuk di ponselnya. Matanya membulat, jakunnya naik-turun akibat pesan yang mengejutkan dari Sofia.

Kita harus segera bertemu. Aku melihat foto Diana di sana. mungkin, gadis yang satu lagi adalah Laureen.

👀👀👀
Untuk chingu yang mau baca lebih cepat, bisa langsung ke akun Karyakarsa ya 🔎

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro