Not Me

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Author : AnjaniAjha

Judul : Not Me.

Gift yang dipilih : confess

****

Aku lebih memilih untuk menahan diri dan membiarkan cinta pergi, bukan karena tak ada cinta. Tapi, karena takut mencintai lalu kehilangan cinta dan persahabatan secara bersamaan.

___

Dentuman musik memenuhi rumah besar ini, setiap orang semakin berseru heboh saat salah satu bintang acara ini membawakan lagu dari BIGBANG, FXXK IT. Tak lupa dengan dance ala Boy Grup terkenal itu,  dengan diiringi oleh beberapa teman dancernya.

Ahn Yoona, gadis ajaib yang dengan sangat malu harus ku akui sebagai sahabat kecilku. Kenapa aku bilang dia ajaib. Nanti kalian akan tau sendiri. 

"Bagaimana penampilanku?" tanyanya sambil menyesap rose wine favorite-nya.

Aku mengernyit sambil menggeleng.
"Biasa saja." Dia mendengus sebal lalu pergi ke arah teman-temannya berkumpul.

Tapi beberapa saat kemudian dia kembali lagi, dengan memperlihatkan smirk-nya lalu menarikku ke tengah kerumunan.

Dan di sinilah aku, di atas meja yang dijadikan sebagai panggung di tengah-tengah kerumunan ini. Tapi bukan itu masalah terbesarnya, melainkan ide gila dari gadis di sampingku ini.

"Ok teman-teman, sekarang saya ingin menantang sahabat kesayangan saya, untuk dance!" seru Yoona

"Music cue!" teriaknya dan terdengar intro musik yang sudah tak asing lagi, karena dia selalu memutar lagu ini setiap saat. Lagu terbaru dari TWICE, TT. Semua orang berseru heboh, ada yang mengikuti gerakan wanita ini, dan ada juga yang asyik bercumbu dengan pasangan mereka.

"I like TT,  just like TT!" seru Yoona sambil memperlihatkan dance yang menjadi ciri khas lagu ini. Menyuruhku mengikutinya.

"Kamu ingin mempermalukanku? Kamu tau kan akibatnya," bisikku tapi bukan dia namanya kalau takut dengan ancamanku. Dia malah memperlihatkan aegyeo andalannya.

"Jimin-ah," panggilnya. Dengan suara seperti anak kecil. Sambil  mempoutkan bibirnya, juga kedua matanya dikedip-kedipkan dan tangannya yang menangkup pipinya. Semua orang berseru heboh. Dan mau tak mau harus kulakukan keinginan si gadis gila ini. 

Sang DJ kembali memainkan lagu Pic Me dari l.O.l.  Dan dengan berat hati kulakukan gerakan aneh mengikutinya.
__

Kupandangi wanita yang sedang tidur di hadapanku, dia sangat cantik. Bahkan saat masih kecil pun kecantikannya sudah terpancar.  Wajahnya yang kecil tampak semakin menggemaskan dengan pipi yang sedikit berisi,  mata hijau yang sangat jarang dimiliki orang Korea pada umumnya. Hidung  mancung dan bibir ceri nya, yang sangat pas di wajahnya.

Tak lupa mahkota kepalanya yang berwarna hitam legam sepinggangnya. Dengan badan yang langsing dan kaki jenjang bak model. Sangat sempurna bukan. Tapi semua itu selalu ditutupinya, sehingga kecantikan itu hanya di perlihatkannya padaku.

"Saranghae Yoona-ya."  Ku kecup keningnya, lalu mencoba untuk memejamkan kembali mataku.  'pengecut,'  itu yang selalu sahabatku katakan.

Ya, aku memang seperti itu. Selama lima belas tahun aku menyukainya. Bahkan sekarang sudah sangat mencintainya,  namun tidak berani untuk mengutarakan perasaanku padanya. Aku terlalu takut mendengar jawabannya.  Sampai akhirnya dia menyukai lelaki lain.

"Jimin-ah, aku rasa sekarang aku sedang jatuh cinta!" serunya dengan antusias. Aku langsung menghentikan langkahku menatap kearahnya.  dia tersenyum dengan kebahagiaan terpancar jelas di matanya, dadaku serasa sesak melihatnya seperti ini.

Dan setelah hari itu. Kulihat dia beberapa kali sedang jalan bersama pria, yang kalau tidak salah bernama Jeon Jungkook, adik kelas satu angkatan dengannya. 

"Yoona-ya, apa boleh aku berharap kamu memiliki perasaan padaku?" 

Gadis dihadapanku ini masih tertidur dengan pulasnya.
__

Akankah ku sanggup melepasmu, untuk bersama dengannya? Sedangkan hatiku tengah terluka dan juga membutuhkanmu berada di sampingku. 

"Jimin-ah, kami akhirnya jadian!"  pekiknya sembari memelukku, rasanya hatiku semakin hancur. Namun aku harus menutupinya  dan berpura-pura ikut bahagia mendengarnya. 

"Benarkah? Selamat Yoona-ya."

Dia terlihat sangat bahagia, apa cintanya buat Jungkook sudah sangat dalam. 'Relakan dia Park Jimin, dia sudah bahagia sekarang.' batinku.

Namun tetap saja, hatiku tetap terasa sakit dan tidak rela wanitaku bersama dengan pria lain.

Ya, aku memang egois.

__

Ahn Yoona pov

"Baby,  kita akan makan siang di mana?" kualihkan pandanganku dari buku tebal di hadapanku, padanya.

"Bagaimana kalau di warung mie yang di depan perpustakaan. Aku sangat ingin makan mie dingin sekarang." Jungkook tersenyum  menampakkan gigi kelincinya yang semakin menambah keimutan dirinya.

Kami resmi berkencan dari dua minggu lalu. Sebelumnya aku tak pernah berpikir untuk menjalani hubungan dengan Juniorku ini. Tapi  dengan melihat keseriusannya, hatiku akhirnya luluh dalam pesona si anak manja ini. 

Jeon Jungkook, pria manis Junior jurusanku.  Dengan pesona dan ketampanannya dia bisa menaklukkan setiap wanita di fakultas ini, tapi entah kenapa dia malah mengejarku.

"Baby," panggilnya sambil merangkul tanganku,  dan meletakkan kepalanya di bahu kananku. Sudah ku bilang kan kalau dia itu manja, contohnya sekarang.  Padahal kita tengah ada di perpustakaan, tapi dia dengan seenaknya menyender di bahuku. 

"Kook-ah,  aku gak bisa konsen kalau kamu seperti ini terus," bisikku mencoba melepaskan rangkulan tangannya. Tapi dia malah semakin mengeratkan pelukannya, sambil menggesek-gesekan kepalanya membuatku geli. Orang-orang memandang ke arah kami. Astaga, aku sangat malu. Langsung saja aku berdiri dan keluar dari sini.

"Kenapa kamu bersikap seperti itu?" Dia menunduk, dan menjawab pertanyaanku dengan gelengan. Kuraih tangannya, menggenggamnya erat. Dia kembali menatap wajahku dengan tatapan yang belum pernah kulihat darinya.

"Apa kamu ada masalah?" Dia masih tidak menjawab.

"Ayo, kita makan sekarang.  Aku sudah sangat lapar," ajakku, dia tersenyum dan mengangguk. 

__

"Kamu bisa cerita apapun padaku, aku akan mendengarkannya."  Dia mengalihkan pandangannya pada mie di depannya,  lalu kembali menatapku sambil tersenyum,

"Aku baik-baik saja."  Entahlah kenapa aku merasa dia sedang berbohong.

___

"Yoona-ssi."  Mendengar namanya dipanggil, Yoona menoleh.

"Maaf, tapi siapa ya?" tanya Yoona ragu-ragu,

"Aku Mijin, teman kelompoknya Jimin." 

"Aaah,  ada apa Mijin-ssi?"

"Jimin tidak masuk hari ini, dan ada yang harus kami diskusikan. Bisa minta alamat rumahnya?"  Yoona berpikir sesaat,  lalu mengambil note booknya dan menulis sesuatu di sana.

"Ini."  Yoona memberikan sobekan kertas yang berisi alamat rumah Jimin, yang langsung di ambil Mijin,

"Terimakasih Yoona-ssi," ucap Mijin sambil tersenyum, Yoona mengangguk dan kembali berjalan menuju kelasnya.

____

Deburan ombak menjadi lagu terindah untuk seorang Park Jimin.  Suasana  sore hari yang sangat dia sukai, ditambah nyanyian burung membuat suasana hatinya lebih baik. Ia menutup matanya, merasakan angin membelai wajahnya.

Bibirnya tersenyum saat mendapati gadisnya hadir dalam pikirannya. Ini sudah hari ketiga dia berada di kampung halaman ibunya. Pikirannya melayang pada saat dia bersama wanita yang dicintainya. Bermain  di pantai ini.  Sosok Yoona terasa nyata di hadapannya, dengan rambut di biarkan tergerai indah tertiup angin, bibirnya yang tertawa riang merasakan ombak menjilati kaki telanjangnya. 

"Jimin-ah!"

Jimin terus tersenyum menatap bayangan gadisnya.

"Semuanya terasa nyata," lirihnya, Jimin membentangkan tangannya, sampai tiba-tiba merasakan seseorang memeluknya dari belakang. "Yoona-ya,"  gumamnya.

"Bagaimana kamu tau kalau itu aku?" Jimin membuka matanya menoleh ke samping dan benar. Gadis itu sedang menatapnya heran. 

"Kamu. Kenapa bisa ada disini?" Jimin menjawab dengan pertanyaan, membuat Yoona memajukan bibirnya, kesal. Jimin tertawa melihat tingkah menggemaskan Yoona dan mengacak rambut wanita didepannya itu. 

"Karena cuma kamu yang berani memelukku di tempat umum seperti tadi."  Yoona langsung tersenyum mendengarnya,  "Terus kenapa kamu bisa ada disini?"

"Ingin liburan," jawabnya, Yoona tersenyum dan melambaikan tangannya pada orang di belakang Jimin, seketika senyuman Jimin hilang melihat siapa yang sedang berjalan kearah mereka. Jeon Jungkook. 

-

"Kami akan mencari makan sambil jalan-jalan,  kamu mau ikut?"  Jimin menggeleng dan kembali fokus pada layar kotak di depannya.

"Kenapa dia mengajak lelaki sialan itu."  Dengus jimin sambil terus mengetik sesuatu. "Sepertinya memang gak ada harapan lagi," lirihnya kemudian. 

Dia meraih handphone nya dan menghubungi seseorang.

"Ma. Aku jadi berangkat besok siang."

__

"Jimin-ah,  apa yang kamu ..., kamu mabuk?" Jimin tidak menjawab,  dia kembali meraih botol di hadapannya,  dan meneguk minuman itu lagi.

"Yaa Park Jimin!"  bentak Yoona merebut botol itu, Jimin mengerutkan dahinya lalu tertawa.

"Yoona-ya, uri Yoona,"  ucap Jimin Sambil memeluk Yoona.

Yoona merasa aneh dengan sikap Jimin,  tidak biasanya Jimin mabuk seperti ini. Yoona membiarkan Jimin memeluknya dengan tangannya mengelus punggung Jimin. Entah kenapa ada perasaan sakit melihat lelaki itu seperti ini.

Jimin melepaskan pelukannya,  dan menatap mata Yoona lekat.

"Aku selalu menunggumu,  tapi kenapa kamu memilih lelaki sialan itu!"  oceh Jimin,  Yoona mengerutkan dahinya tidak mengerti maksudku Jimin. 

"Apa maksudmu Jimin-ah,"  tanya Yoona ragu,

"Aku mencintaimu Ahn Yoona,  sangat mencintai...," Jimin tiba-tiba pingsan sebelum dia menyelesaikan ucapannya.  Yoona seketika mematung, mendengar pengakuan Jimin. 

"Baby, apa yang sedang kalian lakukan?" Yoona menoleh ke belakang,  dan mendapati Jungkook berjalan kearahnya. 

"Eoh Kook-ah,  Jimin sangat mabuk. Bisa bantu aku membawanya ke dalam."

-

"Dia pergi?" tanya Yoona,  lalu meraih handphone nya, menghubungi nomor yang sudah dihafal nya. Namun tidak ada jawaban. Beberapa kali dia menghubungi, tapi hasilnya tetap sama.  Nomornya tidak aktif. 

"Kook-ah, aku harus pulang. Maaf." Yoona langsung berlari,  tidak peduli dengan penampilannya yang hanya memakai kemeja kebesaran milik Jimin.  Air mata sudah berderai deras. Dia takut mimpinya menjadi nyata.

"Jimin-ah. Kamu tidak benar-benar meninggalkanku, kan?"

"Ayo masuk. Noona tidak mungkin berlari sampai Seoul kan?" Yoona langsung masuk dan menyuruh Jungkook memacu mobilnya lebih cepat. 
_

"Dia benar-benar pergi.  Bagaimana mungkin dia pergi tanpa memberi tahu terlebih dahulu,"  gumam Yoona untuk kesekian kalinya.

Jungkook yang melihat wanitanya menangis seperti itu juga membuatnya terluka.

"Apa noona mencintainya?" tanya Jungkook,  tangisan Yoona langsung terhenti. Dan Yoona mengangguk mengiyakan. 

"Jadi,  apa kita ...,"  Jungkook menghela nafas dalam, tiba-tiba dadanya terasa sesak,

"Maaf Jungkook-ah, ayo kita akhiri semuanya."  Yoona tidak sanggup memandang Jungkook lebih lama. Terlihat jelas kalau lelaki di hadapannya itu sangat terluka. Dia langsung berdiri dan pergi dari café ini. 

Sementara Jungkook hanya memandang kepergian gadisnya, tanpa berani mengejar atau menahannya. 

Dia sebenarnya sudah tau dari awal bagaimana perasaan Yoona terhadap Jimin. Ataupun sebaliknya. Tapi, setidaknya dia ingin membebaskan belenggu cinta dalam hatinya. Walaupun dia tau dia akhirnya yang akan terluka.

__

5 Tahun kemudian

Tempat ini masih terasa sama seperti terakhir kali aku meninggalkannya. Dinding bercat putih. Lemari  dan meja yang masih sama, hanya tempatnya saja yang pindah. Ranjang king size yang berada di tengah, mengingatkanku padanya. "Yoona-ya,  aku kembali," bisik hatiku.

"Apa kamu akan terus menatap ranjang itu seharian?" suara wanita di sampingku berhasil  menarik ku kembali dari kenangan masa lalu bersamanya.

"Kamu masih memiliki rasa itu rupanya."  Kekecewaan terdengar jelas dari suaranya,  dia menepuk bahuku dan memberikan secarik kertas berisi alamat.

-

Dan disinilah aku, hanya mampu melihatnya dari kejauhan.  Aku masih seperti dulu 'Park Jimin si pengecut.'  Wanita itu tersenyum pada bayi dalam gendongannya. Dan adegan selanjutnya sukses membuatku harus kembali menelan pil pahit kenyataan. Jeon Jungkook, lelaki itu masih ada bersamanya. Dan aku mulai mengerti situasinya, mereka sudah menikah. 

Langsung ku pacu mobil untuk menjauhi tempat ini. Aku tidak sanggup melihat kelanjutannya.  Bodohnya aku, yang masih mengharapkannya. 

__

"Kamu sudah bertemu dengannya?" Jimin tidak menjawab,  dia kembali meneguk tequila-nya. "Melihat kondisimu,  sepertinya pertemuannya tidak berjalan lancar."

"Aku ingin sendiri. Pergilah Mijin-ah." Mijin mendengus sebal,  lalu pergi meninggalkan lelaki itu.

_

"Jimin-ah!"  Yoona cukup terkejut melihat pria di hadapannya, 

"Eoh Yoona-ya. Uri Yoona, aku sangat merindukanmu." Jimin  langsung memeluk Yoona dengan erat, saat wanita itu berdiri di hadapannya.

"Kamu, bagaimana bisa ...," Jimin melepaskan pelukannya,  dan menatap lekat Yoona,

"Kamu.  Kenapa kamu mengingkari janjimu sendiri," Yoona menyernyit bingung,  "dulu kamu berjanji akan menikah denganku.  Tapi kenapa kamu malah menikah dengan lelaki manja itu."  Yoona tersenyum, dan memeluk kembali sahabatnya itu.

"Jadi tadi itu benar kamu,"  gumam Yoona,  "Jimin-ah. Yaa Park Jimin!"  pekik Yoona saat dirasakan tubuh Jimin semakin berat.

"Saranghae Yoona-ya."
.

Sinar mentari menelusup melalui celah gorden,  pria itu mengerjapkan matanya, merasa terganggu dari tidur nyenyaknya. 

"Akhirnya kamu bangun juga,"  gumam orang di sampingnya. Jimin menoleh,  dan matanya langsung melebar melihat wanita di sampingnya. "Yaa! Apa itu reaksimu setelah meninggalkanku?"  Jimin tidak menjawab,  tangannya menggapai rambut wanita itu, dan menariknya. "YAAAKKK!" pekik Yoona kesal bercampur sakit, karena rambutnya di tarik cukup kuat.

"Sakit?" tanya Jimin dengan wajah tanpa dosanya.

"Jadi ini bukan mimpi?" Yoona yang sudah sangat kesal langsung mencubit pinggang Jimin sekuat tenaga,  membuat Jimin mengaduh kesakitan.

"Puas! Dasar Jimin bodoh."

Yoona bangun dan bersiap pergi dari kamar itu. Namun,  belum juga kakinya menyentuh lantai, tangannya sudah di tarik lagi yang membuatnya menindih dada Jimin. 

Mereka saling tatap dalam beberapa detik,  sebelum Jimin melepaskan tangan Yoona,  "Maaf. Tapi kenapa aku ada disini, dan kenapa kita tidur bareng." Yoona memutar bola matanya, kesal.

"Kamu yang datang sendiri. Dan karena kamu sangat mabuk jadi aku membiarkan kamu tidur di sini." Yoona menghela nafas,  menatap kearah Jimin,  "Dan kenapa aku tidur di sini. Itu karena kamu tidak mau melepaskanku Jimin bodoh."

Jimin langsung memegang kepalanya saat dia bangun. Kepala sangat berat dan sakit. Dan dia pun langsung berlari kearah kamar mandi, saat dirasakannya isi perut yang bergejolak lalu memuntahkan semuanya. 

"Kamu baik-baik saja?"  tanya Yoona, memberikan handuk kecil pada Jimin. 

"Aku akan minta maaf. Dan menjelaskan semuanya pada suamimu."  Seketika tawa Yoona pecah mendengar ucapan Jimin.

"Sepertinya kamu tambah gila."  Yoona mendengus sebal,  lalu keluar dari kamar mandi yang diikuti Jimin.

"Apa kemarin kamu ke sini?"  tanya Yoona tanpa menoleh.  "Apa aku perlu membuktikan sesuatu?"  Jimin menyernyit tidak mengerti maksud Yoona.  Tiba-tiba Yoona berbalik dan berjalan kearah Jimin.  Meraih tengkuknya mengikis jarak antara mereka.

"Apa yang kamu lakukan,"  tanya Jimin, menatap lekat mata hijau Yoona. 

"Aku belum menikah Jimin-ah," bisik Yoona sebelum bibirnya  menempel di bibir lelaki di hadapannya. Jimin yang masih belum paham hanya diam dengan matanya yang masih terkunci dengan mata hijau Yoona.

"Yaishh, dasar lemot," rutuk Yoona dan berbalik menuju pintu, dan Jimin yang baru paham maksud ucapan Yoona langsung menarik tangan gadis itu, dan membawanya dalam pelukannya. 

"Maaf. Aku masih shock,"  ucap Jimin yang semakin mengeratkan pelukannya. Kemudian melepaskannya saat Yoona memukul punggung Jimin karena tidak bisa nafas. 

"Apa kau ingin membunuhku?" sentak Yoona kesal. Jimin tersenyum dan meraih pinggang Yoona lalu menariknya,  membuat jarak mereka semakin dekat. 

"Saranghae."  bisik mereka berbarengan, dan kembali menyatukan bibir satu sama lain, saling melumat sampai nafas keduanya hampir habis.

"Ayo kita wujudkan mimpi kecil kita,"  Yoona tersenyum lalu mengangguk.

"Kita akan menikah?"  tanya Yoona, yang dijawab anggukan Jimin. Keduanya kembali berpelukan dan melanjutkan aktivitas selanjutnya di kamar itu.

________

Saat hidup dihadapkan dalam dua pilihan, mana yang akan kamu ambil?

Melepaskan orang yang menyayangi kita, untuk menggapai cinta yang menurut kita lebih baik. 
Atau tetap bertahan, tapi akhirnya saling menyakiti? 

Kita di bebaskan untuk memilih. Dengan konsekuensi dari setiap pilihan itu.

Namun ingatlah. Apa yang kita pilih itu tidak selalu menjadi takdir kita. Bisa jadi itu hanya sebuah cobaan. 

--END--

rachmahwahyu WindaZizty Icha_cutex Nona_Vannie c2_anin 0nly_Reader bettaderogers Vielnade28 spoudyoo NisaAtfiatmico deanakhmad irmaharyuni whiteghostwriter AndiAR22 meoowii umaya_afs megaoktaviasd glbyvyn Riaa_Raiye

umenosekai RaihanaKSnowflake beingacid TiaraWales nurul_cahaya somenaa summerlove_12 iamtrhnf opicepaka destiianaa aizawa_yuki666 TriyaRin realAmeilyaM

Jagermaster fffttmh CantikaYukavers Tyaswuri JuliaRosyad9 brynamahestri SerAyue NyayuSilviaArnaz Intanrsvln EnggarMawarni HeraUzuchii YuiKoyuri holladollam veaaprilia Bae-nih sicuteaabis MethaSaja AnjaniAjha xxgyuu Nurr_Salma butkan pengguna

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro