9. Yang Dapat

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tips menulis ala Adia :

"Jangan terlalu jauh membayangkan imajinasi orang untuk tulisanmu. Gunakan pengalaman hidupmu. Bisa jadi itu biasa menurutmu, tapi unik menurut orang lain."

_._._.___✍️

Before After.

Kisah cinta terpendam Maia Resha. Ia menyukai kakak kelasnya, Bhanuar.

Bhanuar orang yang lurus. Tipikal lelaki rajin. Sebagian besar waktu dihabiskan untuk belajar. Sangat mustahil bagi Maia yang kurang menonjol untuk dapatkan cintanya.  Ia hanya bisa menatap dari kejauhan.

Bhanuar lulus dengan nilai gemilang. Setelah terpisah, pelan-pelan Maia mengubah diri jadi wanita yang pantas. Sehingga ketika mereka bertemu lagi di kampus yang sama, Bhanu bisa sedikit memperhatikannya.

Rasa itu kemudian muncul. Maia mendapatkan cinta Bhanuar. Part ditutup dengan epilog Bhanu yang berciuman dengan Maia.

.
.

Reist melempar gulungan kertas ke sudut ruangan. Kami berada di perpustakaan kota. Alih-alih mengerjakan PR, kami sedang mengatur strategi untuk keluar dari novel. 

Kami mulai dengan pemaparan alur dariku. Setelah mencapai klimaks dan ending, Reist berubah naik pitam.

Untung hanya gulungan kertas, bukan kamus bahasa inggris yang melayang.

"Kenapa kamu harus buat ending norak seperti itu?" kata Reist sambil membenamkan wajahnya di meja. Aku mengusap puncak kepalanya, sebagai permintaan maaf.

"Aku mana tahu akan begini. Lagipula aku membuatnya saat remaja. Bagi anak-anak remaja kissing adalah hal yang paling romantis," aku bersungut-sungut tapi berakhir tertunduk malu.

Reist sedang mempelototiku. Tatapan tajam yang membuatku ingin menggali kuburku sendiri. Bukan saatnya aku bercanda.

"Apa kita akan di sini sampai aku kuliah? Sampai Bhanuar mulai ada rasa pada Maia?" ucapku mengalihkan perbincangan.

"Tidak. Melihat perkembangan yang terjadi padaku juga yang dilakukan Sevi waktu lalu, membuktikan kalau jalan cerita bisa berubah tergantung sebab-akibat."

Benar juga, tidak ada adegan Sevi mendorongku ke jalan dalam novel. Hal itu terjadi karena aku mengguyurnya dengan kuah baso. Juga Reist yang jadi murid baru. Alur novel Before After sudah tersesat jauh.

Pasti bingung kan, bagaimana Reist bisa bersekolah dan dapatkan baju-baju. Ibu Maia-lah jawabannya.

Ia tahu Reist pintar, mereka membuat kesepakatan. Jadikan Maia pintar, maka hidup Reist ditanggung ibunya Maia. Cincin Reist juga dikembalikan.

See, itu yang disebut sebab-akibat.

"Sepertinya kita harus menyingkat beberapa part. Yang penting klimaks dan endingnya sama." Reist berkesimpulan. 

Aku mengangguk. Pura-pura tidak berdosa. Padahal aku atau Reist tahu, ending 'ciuman' nyaris membuat kami canggung.

Berkali-kali Reist mematahkan pensil mekaniknya. Menulis lagi, patah lagi, begitu seterusnya sampai ia lelah sendiri. Lalu mengacak rambutnya dengan tangan. Reist frustasi.

Reist berdiri, mengenakan jaketnya. Ia berniat pergi. Begitu kutanya Reist bilang mau ke toko buku. Tentu saja, aku ikut. Aku selalu suka berada di antara rak-rak buku. Melihat novelku masuk dalam rak best seller. Tapi dibanding itu, yang paling kusuka adalah stiker dan notes-notes lucu. Entah ada berapa jumlah koleksiku.

Sesampainya di toko buku, aku dan Reist berpisah. Aku langsung menyerbu rak bertuliskan 'novel'. Tentu saja tak akan ada bukuku di deretannya. Bagaimana pula ada novel dalam novel. Aku menyeringai.

Pojok stationary terlihat kosong. Mataku berkilauan. Bagiku seperti berada di surga. Padahal hanya melihat pulpen, penghapus, juga penggaris yang lucu.

Ingin rasanya kubeli semua. Tapi di sini aku hanyalah gadis SMA miskin. Jajan sehari-hari saja masih minta Ibu.

Aku harus puas hanya menyentuh pernak-pernik yang tak akan menjadi milikku ini.

Jariku berhenti di pensil mekanik dan isi ulangnya. Kalau aku tak salah terka, Reist datang untuk ini. Ia sudah menghabiskannya tadi. Biar kubelikan saja. Anggap sebagai permintaan maaf.

Kuambil satu yang berwarna hitam. Dan mencari Reist.

Tidak sulit mencari Reist. Tubuh tegapnya lebih tinggi dari rak. Begitu kuedarkan pandangan, Reist sudah ketemu. Sedang mendongak memperhatikan TV di sudut toko.

Di sana sedang menayangkan balapan MotoGP. Beberapa motor bersaing di lintasan balap. Mata Reist tak berkedip. Yang kutangkap adalah kerinduan dari caranya menatap.

Ah iya, Reist kan pembalap. Apa mungkin Reist rindu dunia nyatanya?

"Reist!" panggilanku tak berbalas. Barulah pada panggilan ketiga, Reist menoleh.

"Kamu cari ini, kan?" kutunjukkan isi ulang pensil mekanik.

Reist meninggalkan sepenuhnya acara TV. Ia bergerak menghampiriku. Di tangannya sudah memegang benda tipis dan berplastik.

Aku merebutnya dari tangan Reist. Rupanya stiker PVC bergambar kucing. 

Aku menaikkan sebelah alis. Reist menjawab ringan. "Buatmu. Kamu suka stiker, kan?"

Aku yakin belum pernah membahas ini selama dalam novel. Itu berarti Reist tahu dari dunia nyata. 

Sebenarnya berapa banyak yang ia tahu tentangku. Dan kenapa aku lupa sama sekali tentangnya.

Kami benar-benar suami istri, kan?

📖

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro