Bab 29

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Budayakan vote dan komen setelah membaca👌
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Aldo keluar dari restorannya dengan dua kantong kresek besar berisi kotak nasi di tangan kanan dan kirinya. Dia membantu pegawainya memasukkan kotak nasi itu ke dalam mobil pick up yang akan digunakan mengantar makanan itu ke pelanggan. Semakin hari usaha semakin Aldo semakin maju. Banyak yang menyukai menu dan hasil masakan dari restoran Aldo. Hingga membuatnya kebanjiran pesanan.

"Sudah semuanya?" tanya Aldo kepada pegawai terakhir yang keluar dari restorannya.

"Sudah, Pak." Jawab pegawai itu sopan.

Aldo menganggukkan kepalanya pelan. Dia berjalan mendekati sopir yang sudah berada di balik kemudi. Dia melongokkan kepalanya lewat jendela pintu mobil untuk menyampaikan sesuatu kepada sang sopir.

"Ini alamat rumahnya. Kamu hati-hati saat menyetir ya." Kata Aldo kepada sopir yang akan mengantarkan setatus lima puluh kotak nasi itu.

"Baik, pak." Jawab sopir itu sopan.

Aldo menarik kepalanya lagi untuk keluar dari mobil. Dia memberi tempat agar mobil itu bisa melaju meninggalkan pelataran untuk mengantarkan pesanan ke pelanggan. Terdengar bunyi klakson dari sopir sebagai tanda bahwa dia akan mulai berjalan. Aldo mengangguk dan mengangkat tangannya sebagai balasan.

Tit tit. Bunyi klakson motor yang baru saja masuk ke pelataran restorannya. Aldo nampak mengerutkan keningnya karena bingung siapa yang datang. Kaca helm dibuka oleh pengendaranya. Aldo tersenyum melihat siapa yang datang. Orang itu tak lain adalah Asoka, kekasihnya sendiri.

"Motor siapa yang kamu pakai?" tanya Aldo pelan.

"Motornya ibu." Jawab Asoka pelan.

Pantas saja Aldo tidak mengenali siapa yang datang, karena Asoka tidak menggunakan motornya sendiri. Walaupun helm yang digunakan oleh Asoka tetap saja dia tidak mengenali.

"Motormu kemana?" tanya Aldo lagi.

"Di bengkel, kemarin mogok." Jawab Asoka sambil turun dari motornya.

Aldo menganggukkan lembut. Tangannya terulur untuk menyambut tangan Asoka. Tangan lainnya dengan jail menoel pipi chubby Asoka. Asoka hanya mengibaskan tangan Aldo dengan lembut.

"Kamu ada apa kesini? Kangen mas ya?" Tanya Aldo menggoda.

"Kepedean." Jawab Asoka mengerucutkan bibirnya.

"Lalu?" tanya Aldo singkat.

"Aku mau belajar masak sama mas. Kemarin aku mulai belajar memasak dengan ibu, tapi ibu marah-marah terus kalau aku salah." Kata Asoka menjelaskan.

"Kalau salah ya dimarahin lah, Ka." Jawab Aldo lembut. Dia mencoba memberi pengertian dengan Asoka. "Belajar sama mas kalau kamu salah ya tetep mas marahin." Kata Aldo melanjutkan.

"Tapi kalau mas yang marah pasti tetep ada kelembutan hati. Mas kan nggak pernah tega marahin Asoka." Jawab Asoka dengan tersenyum, dia mengedip-ngedipkan matanya untuk merayu Aldo agar tidak marah nanti. Senyum khasnya yang selalu sukses membuat jantung Aldo bergetar.

Aldo mecubit hidung mungil Asoka. Ucapan dan tingkahnya yang manja tidak pernah bisa membuatnya marah. Ini yang selalu membuat Aldo merasa jatuh cinta berkali-kali dengan Asoka.

"Kamu sudah siap belajar sekarang?" tanya Aldo lembut.

"Siap." Jawab Asoka semangat sambil menganggukkan kepalanya.

"Ya sudah, ayo masuk!" Ajak Aldo sambil menarik tangan Asoka.

Bukan baru kali ini dia tangannya digandeng oleh Aldo, namun entah mengapa dia selalu merasa deg-degan, pipinya terasa panas karena blushing. Asoka memegang pipinya dengan tangannya yang bebas dipegang oleh Aldo. Dia benar-benar malu.

Aldo mengajak Asoka menuju dapur. Suasana restoran saat ini tidak terlalu ramai, jadi dia bisa leluasa menggunakan dapur untuk mengajari Asoka tanpa merasa sungkan dengan pegawainya yang sedang ribut menyiapkan hidangan pengunjung.

"Kalian bekerja saja. Saya pakai satu kompor ini ya." Kata Aldo tegas kepada pegawainya.

"Iya, Pak." Jawab empat pegawainya yang bagian dapur secara bebarengan.

"Kamu mau belajar masak apa hari ini?" tanya Aldo lembut.

Asoka mengeluarkan buku yang resep yang tadi dia beli dari toko buku. Dia menunjukkam buku itu kepada Aldo. Aldo membaca judul buku sekilas dan terkekeh setelah itu.

"Untuk apa kamu membeli buku kayak gini?" tanya Aldo pelan. Dia mengambil buku yang dipegang oleh kekasihnya itu meletakkannya agak jauh dari mereka.

"Di sini kan ada chef handal yang bisa mengajari kamu masak." Kata Aldo menyombongkan diri.

Asoka melengoskan kepalanya. "Iya, deh percaya. Kalau nggak handal nggak mungkin ya punya restoran hingga dua cabang." Jawab Asoka.

Aldo terkekeh mendengar jawaban dari Asoka. Dia berjalan pelan ke lemari es. Mengeluarkan beberapa sayuran dan sebungkus bakso sapi. Mendekat lagi ke arah Asoka dan meletakkan itu di depan Asoka.

"Kita belajar masak makanan yang mudah dulu. Kita masak capcay kuah hari ini." Kata Aldo memutuskan. Untuk Asoka yang tidak pernah memasak sebelumnya, membuat Aldo memutuskan untuk mengajari Asoka masak makanan yang mudah dibuat dan tentunya resepnya mudah diingat.

"Boleh. Walaupun aku nggak terlalu suka sama capcay tapi ibu suka kok." Jawab Asoka semangat.

"Cocok banget ini. Setelah kamu belajar masak di sini, kamu bisa mempraktikkan ini di rumah." Kata Aldo menyemangati.

Asoka menganggukkan kepalanya semangat. Apa yang dikatakan oleh Aldo memang benar, dia bisa mempraktikkan resep di rumah nanti. Dan semoga orang tuanya suka dengan hasil masakannya.

"Kita mulai dari mana?" tanya Asoka lirih.

"Bismillah dulu." Jawab Aldo dengan tersenyum.

Asoka memutar bola matanya malas. Kekasihnya ini sangat suka menggodanya.

"Semua hal kalau dikerjakan dengan mengucap basmallah pasti hasilnya akan maksimal." Kata Aldo menjelaskan.

Lagi-lagi Asoka dibuat terpesona dengan tingkah Aldo yang tiba-tiba. Wajah yang tampan, karir yang mapan, sikap yang perhatian, kini dia melihat sisi religiusnya. Benar-benar paket lengkap sebagai suami dan menantu idaman. Sayangnya orang tua Asoka belum menerima Aldo sebagai calon menantunya.

Asoka menengadahkan tangannya seperti orang berdoa. Bibirnya mengucapkan "Bissmillah." dan setelah itu dia mengusapkan tangannya ke wajahnya. Aldo melakukan hal yang sama seperti yang Asoka lakukan.

"Ayo kita mulai masak!" Ajak Asoka dengan semangat.

"Tunggu sebentar." Kata Aldo pelan.

Dia menuju ke lemari kayu yang tidak jauh dari tempat Asoka berdiri. Dia mengambil satu apron berwarna merah. Mengalungkan apron itu ke leher Asoka dan mengikatkan tali apron itu ke pinggang Asoka. Asoka hanya bisa menahan nafasnya saat Aldo mengikatkan tali itu ke pinggangnya. Orang yang tidak tahu jika Aldo mengikat tali apron pasti mengira jika mereka sedang berpelukan.

"Sudah." Kata Aldo lembut.

Asoka menghembuskan nafasnya dengan keras setelah sekian detik menahan nafas. Dia merasa lega karena bisa bernafas dengan bebas lagi. Sikap Aldo yang tiba-tiba seperti tadi membuatnya merasa malu. Apalagi di sini bukan hanya ada dan Aldo, namun juga ada empat karyawannya.

"Kenapa? Pipi kamu kok merah." tanya Aldo menggoda kekasihnya itu. Bukan dia tidak tahu kalau Asoka saat ini sedang blushing karenanya, dia sengaja menggoda Asoka karena dia suka melihat wajah Asoka yang blushing seperti ini.

================================

Bojonegoro, 25 April 2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro