Bab 6

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Budayakan vote dan komen setelah membaca👌
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Aldo diam sejenak sebelum turun dari mobil. Saat ini dia sudah berada di depan rumah yang disamping pintunya terdapat ukiran kayu. Terlihat sekali jika pemilik rumah ini memiliki darah seni yang masih dilestarikan hingga saat ini. Melihat semua rumah yang berada disamping kanan dan kirinya sudah mengusung model modern, hanya rumah ini yang masih bertahan dengan bahan kayu walaupun terlihat sudah beberapa kali direnovasi.

Aldo menghembuskan nafasnya dengan keras. Jantungnya berdebar kencang sekali. Saat ini dia merasa gugup karena akan bertemu dengan keluarga kekasihnya. Walaupun gugup dia harus tetap menemui mereka. Karena namanya janji harus ditepati, dua hari yang lalu dia sudah berjanji kepada Asoka jika dia akan menemui keluarganya untuk mengutarakan niatnya.

Ini bukan pertama kalinya bagi Aldo berkenalan dengan keluarga dari kekasihnya. Dulu dia pernah berkenalan dengan keluarga dari kekasihnya namun rasa gugupnya tidak seperti saat ini. Apa mungkin dulu sebelum pacaran dia memang sudah kenal dengan ibu dari kekasihnya itu, sehingga saat bertemu keluarga besar dia merasa tak canggung.

Sekarang ataupun nanti dia akan tetap berkenalan dengan keluarga Asoka. Mengulur-ulur waktu bukan hal yang baik. Jadi lebih baik dia segera turun dari mobil dan masuk ke dalam rumah. Dia yakin saat ini pemilik rumah pasti sudah menunggu kehadirannya. Mengingat dia sudah telat 15 menit dari waktu yang dia janjikan. Selain padatnya jalanan, menenangkan hati sebelum turun dari mobil adalah salah satu hal yang membuatnya terlambat.

Aldo melangkahkan kakinya ke rumah kayu tersebut. Mengetuk pintu perlahan sambil mengucapkan salam. Hingga suara dari dalam rumah itu menjawab salamnya.

Pintu terbuka menampilkan gadis cantik dengan dandanan sederhana. Pakaian rumahan yang dia kenakan tidak mengurangi kecantikannya. Make up natural yang memoles wajahnya menambah kecantikan gadis itu. 

"Kamu sudah ditunggu orang tuaku." Kata Asoka sambil tersenyum.

Ya, orang yang menjawab salam Aldo adalah Asoka sendiri. Ekspresi lega sangat kentara diwajahnya. Seperti orang yang baru saja melepas beban. Mungkin dia merasa kuatir karena Aldo telat sampai di rumahnya.

"Tadi jalanan macet, jadi aku telat." Kata Aldo menjelaskan. Walaupun Asoka tidak bertanya, dia tahu jika Asoka ingin bertanya alasannya terlambat.

"Iya gapapa." Jawab Asoka dengan lembut.

Asoka membuka pintu lebih lebar. Tanpa diminta untuk masuk, Aldo sudah masuk ke dalam rumah. Dia nengedarkan pandangannya keseluruh penjuru ruangan. Banyak sekali perabotan yang terbuat dari kayu, bahkan jam dindingnya pun dari kayu.

Asoka menggandeng lengan Aldo menuju ruang tengah. Di sana sudah ada dua pasangan suami istri yang Aldo yakini adalah orang tua Asoka beserta kakak dan kakak ipar Asoka.

"Bu, Aldo sudah datang." Kata Asoka menyela pembicaraan keluarganya.

Dua pasang suami istri itu langsung menghentikan pembicaraan begitu mendengar ucapan Asoka. Eni dan Ratno berdiri untuk menyambut kedatangan tamunya. Begitu juga dengan Bagas dan Nana.

"Assalamualaikum. Sugeng dalu." Sapa Aldo sopan sambil menundukkan kepalanya tanda hormat. (Selamat malam.)

"Waalaikumsalam." Jawab anggota keluarga itu bebarengan.

Aldo mengangkat wajahnya untuk menyalami orang tua Asoka dan saudara Asoka. Namun ada yang menarik perhatiannya hingga dia mengurungkan niatnya untuk menyalami orang tua Asoka. Aldo menatap Bagas dengan tatapan bingung, sedangkan Bagas menatapnya dengan tatapan dingin. Nana yang melihat itu berdehem untuk memutus suasana canggung antara Bagas dan Aldo.

Aldo mengalihkan pandangannya begitu mendengar Nana berdehem. Setelah itu dia mendekati Ratno dan Eni untuk menyalami tangan mereka berdua. Dengan sopan dia menempelkan hidungnya kepunggung tangan orang tua Asoka secara bergantian. Dan Aldo juga menyalami Bagas dan Nana sambil menyunggingkan senyum.

"Lama tak jumpa." Kata Bagas dingin.

Aldo tersenyum sebelum menjawab ucapan Bagas. "Iya, berapa tahun sudah tak bersua?" Tanya Aldo sambil mengingat-ingat terakhir kali mereka bertemu.

"Sekitar satu tahun." Jawab Bagas mengingatkan.

Asoka dan orang tuanya nampak kaget melihat interaksi Bagas dan Aldo seperti orang yang sudah saling mengenal. Padahal ini adalah pertemuan pertama Aldo dengan keluarga Asoka. Bagaimana mungkin mereka bisa akrab seperti itu?

"Kalian sudah saling mengenal?" Tanya Asoka bingung.

Aldo dan Bagas menganggukkan kepalanya secara bersamaan. Hal itu membuat Asoka tersenyum lebar. Dia berpikir hal ini akan memudahkannya untuk mendekatkan Aldo dan keluarganya.

"Kenapa kamu nggak pernah cerita kalau kamu udah kenal kakak aku?" Tanya Asoka kepada Aldo.

Aldo memelototkan matanya mendengar pertanyaan dari kekasihnya itu. Dia merasa akan terjadi sesuatu yang tidak dia inginkan setelah ini. "Siapa kakakmu? Bagas?" Tanya  Aldo balik.

"Iya." Jawab Asoka sambil menganggukkan kepalanya.

Aldo tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Dia tak menyangka jika Bagas adalah kakak laki-laki Asoka yang berarti Nana adalah kakak ipar Asoka. Aldo pikir dia tidak akan bertemu dengan pasangan suami istri ini lagi, tapi ternyata dia bertemu lagi dalam keadaan seperti ini.

"Nak Aldo ayo silakan duduk." Kata Eni membuyarkan lamunan Aldo.

Aldo tersenyum canggung menanggapi ucapan Eni namun dia segera menjalankan apa yang Eni katakan. "Nggeh, Bu." Jawab Aldo sambil mendaratkan bokongnya di samping Asoka. (Iya, Bu.)

Rasa gugup yang tadi sempat berkurang, kini kembali Aldo rasakan. Apalagi tatapan tajam yang sedari tadi Bagas layangkan untuknya membuatnya menjadi canggung. Hubungan mereka belum sepenuhnya membaik, dan sekarang mereka bertemu lagi dalam suasana yang kurang pas.

Nana menggenggam tangan suaminya dengan erat. Dia tahu perseteruan antara Aldo dan suaminya dulu masih menyisakan dendam dihati suaminya. Terlihat dari cara Bagas memandang Aldo sedari tadi. Sesekali Nana mengusap tangan Bagas lebih tenang agar tidak terbawa dendam masa lalu.

Suasana menjadi hening. Tidak ada satupun yang mengeluarkan suara. Aldo sibuk mengatur detak jantungnya yang terasa berdetak lebih kencang. Bagas yang sedari tadi memandang tajam kearah Aldo membuatnya enggan untuk mengeluarkan suara terlebih dahulu.

"Nak Aldo kerja dimana?" Tanya Ratno memecahkan keheningan.

"Saya membuka usaha sendiri, Pak." Jawab Aldo sopan sambil tersenyum.

"Sama seperti mantu saya, mantu saya juga buka usaha sendiri." Sahut Eni kemudian. "Nak Aldo buka usaha apa?" Tanya Eni penasaran.

"Saya buka usaha dibidang kuliner, Bu. Lebih tepatnya rumah makan." Jawab Aldo menjelaskan.

Ratno dan Eni membulatkan mulutnya begitu mendengar jawaban dari Aldo. Sedangkan Asoka, Bagas, dan Nana hanya diam saja karena mereka sudah mengetahui hal itu.

Banyak hal yang mereka bicarakan membuat Aldo bisa menekan rasa gugupnya. Dia bisa mengendalikan dirinya sendiri. Ratno dan Eni terlihat menerima kehadiran Aldo, terlihat dari sikap mereka yang selalu menanggapi setiap obrolan yang Aldo lontarkan. Hal itu membuat Aldo yakin jika jalannya mendapatkan restu akan mudah.

Bagas masih saja melayangkan tatapan tajamnya kepada Aldo. Hatinya benar-benar sesak melihat lelaki itu lagi. Kebahagiaan yang baru saja dia rajut kembali didatangi oleh pengacau seperti Aldo. Baru saja dia menata kehidupan keluarga kecilnya lagi, namun kehadiran Aldo membuatnya takut jika keluarganya kembali berantakan lagi.

Sedari tadi Aldo sedikit pun tak menghiraukan Nana dan Bagas. Di sini dia lebih fokus kepada orang tua Asoka. Dia yakin jika perselisihan dulu masih membuat Bagas dendam dengannya. Sedangkan Asoka sesekali ikut gabung ke dalam obrolan seru antara Aldo dan orang tuanya.

Aldo menghela nafasnya. Dia meyakinkan hatinya dan menekan rasa gugupnya. Saat ini dia akan mengutarakan maksud dan tujuannya kepada orang tua Asoka. Aldo memandang Asoka sejenak. Asoka yang mengetahui kegugupan Aldo segera menggenggam tangannya erat untuk menenangkan Aldo dan memberinya semangat. Senyum dan anggukan kepala Asoka membuat Aldo yakin ini saat yang tepat untuk mengutarakan niatnya menjalin hubungan dengan Asoka.

"Ehem ... " Dehem Aldo sejenak untuk menetralisir kegugupannya.

Semua orang yang ada di ruangan tersebut mengarahkan matanya kepada Aldo. Mereka merasa jika ada sesuatu hal penting yang akan disampaikan oleh Aldo. Dan mereka menunggu hal penting itu.

"Pak, Bu sebelumnya saya mau berterima kasih kepada kalian karna sudah menerima saya dengan baik." Kata Aldo mengawali.

Empat pasang mata kini semakin tertuju kepada Aldo. Mereka menanti-nanti hal apa yang akan Aldo ucapkan selanjutnya.

"Niat saya kesini saya ... "

"Huuuaaa ... " Suara tangis anak balita memotong pembicaraan Aldo.

"Anakmu tangi, Na." Kata Eni pelan. (Anakmu bangun, Na.)

"Enggeh, Bu. Kulo tingali riyin. Nuwun sewu kulo tilar riyin nggeh." Kata Nana sopan. (Iya, Bu. Saya lihat dulu. Permisi saya tinggal dulu ya.)

Asoka langsung menjauh dari ruang tengah. Sedikit berlari dia menghampiri anaknya yang sedang menangis di kamar.

"Tadi Nak Aldo mau bicara apa?" Tanya Ratno pelan.

Aldo tersenyum lebar mendapat pertanyaan dari Ayah Asoka itu. Dia mencoba menekan rasa gugupnya lagi dan memejamkan matanya sejenak. Hingga akhirnya dia kembali mengutarakan maksud dan tujuannya datang kemari.

"Niat saya kesini yang pertama ingin berkenalan dengan keluarga ini dan yang kedua ingin meminta restu Bapak dan Ibuk untuk hubungan saya dan Asoka." Kata Aldo lancar. Walau dalam hatinya seperti ada seorang DJ yang dengan lincah memainkan musik dan bergoyang.

Semuanya diam. Mereka mencerna apa yang baru saja diucapkan oleh Aldo. Sedangkan Aldo hanya bisa menundukkan kepalanya, takut dengan jawaban yang akan dia dapatkan. Bibirnya tak berhenti komat-kamit membaca doa agar dia diterima dikeluarga ini. Asoka semakin mengeratkan genggaman tangannya pada tangan Aldo dan Aldo juga membalas genggaman itu.

"Hubungan seperti apa yang kamu maksud?" Tanya Ratno tegas.

Aldo mengangkat kepalanya setelah mendengar pertanya dari ayah Asoka itu.

"Hubungan yang serius, Pak. Saya ingin menjadikan Asoka istri saya." Jawab Aldo yakin.

"Berapa lama kalian kenal?" Tanya Eni lagi.

Aldo merasa sedang menjalani interview. Dan ini membuatnya lebih gugup daripada interview kerja bahkan sidang skripsinya.

"Kami saling mengenal lebih dari 10 bulan, Bu." Jawab Aldo lagi.

"Apa kamu sudah yakin dengan anak saya?"

"Apa kamu sudah mengenal baik anak saya?"

"Apa kamu bisa menerima segala kekurangan anak saya?"

"Iya. Saya sudah cukup mengenal Asoka sehingga saya yakin untuk membawa hubungan ini kejenjang yang lebih serius. Saya mencintai Asoka dengan segala kekurangannya dan saya akan melengkapi kekurangan Asoka dengan kelebihan yang saya punya." Jawab Aldo mantap.

Asoka memandang Aldo dengan tatapan kagum. Matanya berkaca-kaca karna terharu. Dia tak menyangka Aldo akan mengatakan hal itu kepada orang tuanya, bahkan sebelumnya Aldo tak pernah mengatakan hal itu kepadanya. Laki-laki dewasa ini benar-benar membuat hatinya tak berdaya, rasanya Asoka tak ingin melepaskan Aldo untuk perempuan lain. Perempuan mana yang tidak tersanjung saat lelakinya mengatakan hal seperti itu. Di depan orang tuanya pula.

Ratno dan Eni masih tidak bergeming. Keputusan mereka untuk memberi restu masih walaupun mereka sudah mendengar jawaban dari Aldo.

"Contohnya?" Tanya Ratno datar.

"Saya tau Asoka tidak pandai di dapur, saya akan melengkapi kekurangan Asoka itu dan saya akan melatih Asoka sedikit demi sedikit agar dia bisa memasak."

"Saya tau terkadang sikap Asoka masih manja dan bergantung pada orang lain, saya tidak mempermasalahkan hal itu karna saya selalu merasa dibutuhkan setiap Asoka meminta bantuan kepada saya. Seiring berjalannya waktu saya yakin Asoka bisa mengubah sikapnya itu." Jawab Aldo menjelaskan.

"Saya tak merestui hubungan kalian." Kata Bagas tiba-tiba. Ucapannya itu membuat semua orang yang ada di ruangan ini kaget. Sedari tadi dia hanya diam saja, hal itu membuat mereka berpikir jika Bagas tak mempermasalahkan hubungan mereka namun terang-terangan dia menolak Aldo.

Pasang mata yang awalnya tertuju kepada Aldo kini beralih tertuju kepada Bagas. Ratno dan Eni menatap Bagas dengan bingung. Mereka mengira Bagas sudah setuju dengan hubungan Aldo dan Asoka.

"Kenapa, Mas?" Tanya Asoka bingung. Restu dari orang tuanya saja belum dia dapat, ini kakak lelakinya ikut-ikutan tidak setuju.

"Mas nggak yakin kalau Aldo benar-benar mencintai kamu." Jawab Bagas tegas.

Aldo memandang Bagas dengan tatapan dingin. Dia tak menyangka Bagas akan membawa dendamnya untuk menghalangi hubungannya dengan Asoka.

"Lagi pula usia Asoka juga masih terlalu muda untuk manjadi seorang istri." Sahut Ratno pelan.

"Pak, Asoka sudah yakin dengan hubungan ini dan Asoka pasti bisa jadi istri yang baik untuk Mas Aldo." Jawab Asoka. Sedari tadi dia hanya diam saja, kini dia akan membantu Aldo untuk meyakinkan keluarganya.

"Benar Pak. Saya yakin setelah Asoka menjadi istri, naluri kedewasaannya akan muncul." Jawab Aldo menambahi.

"Ini hanya masalah waktu saja." Lanjut Aldo.

"Benar ini masalah waktu. Jadi kenapa kamu tidak menunggu Asoka lebih matang untuk menjadi seorang istri?" Kata Eni memojokkan Aldo.

"Bu, yang akan menjalani hubungan ini adalah Oka dan Oka sudah mantap dengan keputusan Oka." Jawab Asoka meyakinkan ibunya.

"Tapi kamu tidak bisa menikah tanpa restu orang tua." Jawab Eni tak mau kalah.

Aldo merasa suasana semakin tegang. Dia tak ingin Asoka semakin membantah orang tuanya.

"Baik. Saya akan meyakinkan kalian dengan hubungan kami." Jawab Aldo menengahi.

Perjuangan Aldo baru saja dimulai. Perjuangannya dalam meyakinkan Asoka dulu hanya latihan saja, kini meyakinkan keluarga Asoka adalah perjuangan yang sesungguhnya.

================================

Bojonegoro, 6 April 2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro