13. Permintaan Maaf

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Keputusan Mira membuat Ares terkejut hingga membulatkan matanya. "Kok saya sama Ara sih, Bu. Saya maunya sama Deli."

Penolakan keras yang Ares layangkan berhasil membuat Sean mengeluarkan suaranya, entah kenapa dia sangat ingin menentang ucapan pria itu. "Keputusan nggak bisa diganggu gugat."

"Kata siapa nggak bisa diganggu gugat?" tanya Ares yang membuat Sean menatapnya tajam.

"Kata saya tadi."

Deli yang paham dengan situasi panas itu, langsung berdiri di antara Sean dan Ares. Matanya menatap mata Sean seakan memohon agar pria itu tidak memperpanjang masalah dan kemudian beralih menatap Ares.

"Udah ya, Res. Ibu Mira milih pasti ada alasannya kok. Coba dengerin dulu biar ngerti."

Penjelasan Deli membuat mereka menatap Mira secara bersamaan.

Di depan, Mira tersenyum tipis sebelum menjelaskan. "Iya, saya punya alasan tersendiri kok."

Mira melangkah maju mendekat ke arah Deli, Sean dan Ares. "Saya liat tinggi badan Ara cocok dengan Ares. Kalau Ara sama Sean, kejauhan bedanya."

Tatapan mereka kemudian beralih pada Ara yang sejak tadi hanya diam memperhatikan. "Saya nggak masalah kok sama siapa aja," jawab Ara sembari tersenyum kaku.

Ada perasaan aneh di benak perempuan itu saat mendengar Ares ingin bersama dengan Deli. Apa aku cemburu sama Deli karena Ares milih dia?

Menolak pikirannya, Ara perlahan menggeleng. Nggak, aku nggak seharusnya punya perasaan sama Ares.

Dengan amat terpaksa, Ares menerima keputusan Mira dan mulai berlatih bersama Ara. Mata pria itu terus memperhatikan Deli dan menghiraukan Ara yang tengah bersamanya.

Di sisi lain, Deli mulai memarahi Sean karena sikap kekanak-kanakannya. "Mas tau nggak sih, jantung aku hampir copot gara-gara denger Mas bicara sama Ares."

"Lagian, dia nyolot gitu."

"Iya, tau kok. Tapi, nggak seharusnya Mas begitu. Apalagi, Mas kan ketua relawan di sini."

Sean mendengus kesal setelah mendengar ucapan Deli, semua yang perempuan itu katakan benar dan dia hampir saja menghancurkan citra dirinya sendiri. "Iya, iya. Maaf, aku nggak bakal lakuin lagi."

"Nggak usah minta maaf sama aku, tapi minta maaf sama Ares."

"Kok sama Ares?"

"Yakan tadi kamu nyolotnya sama dia."

"Iya."

Seakan tidak puas dengan jawaban Sean, Deli kembali bertanya. "Iya apa?"

"Iya nanti aku minta maaf sama Ares."

Tanpa terasa, waktu latihan mereka telah usai dan sekarang waktu sudah menunjukkan pukul enam sore. Sudah dua jam mereka berlatih dan tubuh mereka sudah cukup letih.

"Sampai sini aja ya latihan kita. Besok kita ketemu lagi di sini jam empat sore."

"Iya, Bu."

"Langsung pulang ya kalian, sebentar lagi gelap soalnya."

"Iya, Bu. Siap."

Keempat orang itu pulang bersama dengan Deli dan Ara yang berjalan di depan. Di belakang mereka, Sean dan Ares melangkah bersama walau tak berbincang. Tatapan mereka bahkan bertolak belakang.

Dari depan, Deli beberapa kali menoleh dan mengisyaratkan Sean untuk mengajak Ares berbincang juga minta maaf pada pria itu.

Setelah mendapat lototan dari Deli akhirnya Sean membuka suaranya. "Res," panggil Sean dan Ares menjawab tanpa mengalihkan pandangannya.

"Apa?"

"Maaf ya tadi saya sedikit emosi."

Walau sudah mendengar permintaan maaf dari Sean, hati Ares tidak tergerak dan enggan untuk menjawab sehingga membuat Sean menatap ke arahnya. "Saya tau saya salah, kalau kamu nggak mau maafin saya, itu hak kamu."

Lagi-lagi, Sean membuat Deli marah akan ucapannya. Perempuan itu kemudian kembali berbicara pada Sean saat mereka bersama menuju toilet. Seperti biasanya, Sean menemani Deli pergi ke sana. "Sudah aku bilang kan, Mas. Jangan nyolot gitu kalau ngomong sama orang."

"Aku nggak nyolot kok."

"Kamu nyolot."

"Enggak."

Kali ini, Deli yang mendengus kesal menanggapi sikap keras kepala Sean. "Terserah kamu lah, Mas. Aku capek ngomong sama kamu."

Deli berjalan lebih dahulu meninggalkan Sean yang terdiam bingung. Loh, kenapa dia ninggalin aku? Emangnya omongan aku salah apa?

Setelah bertengkar dengan Ares, Sean juga menghancurkan hubungan baiknya dengan Deli dan saat mereka berlatih, pria itu mulai meminta penjelasan. "Kamu kenapa sih diemin aku dari kemarin?"

Deli mengangkat wajahnya dan saat menatap mata Sean, salah satu alisnya terangkat. "Kamu masih nanya alasannya apa?"

Sean terdiam, mencerna apa yang Deli sampaikan dan setelah paham, pria itu kembali berucap. "Masalah Ares? Kan aku udah minta maaf."

"Tapi dia belum maafin kamu. Kalian masih nggak ngobrol kan?"

"Ya terus? Kamu mau aku sama dia gimana?"

"Ya kaya biasanya, nggak begini."

Sean mengalihkan pandangannya, menatap ke arah Ares yang juga tengah sibuk berlatih. Wajah pria itu terlihat berbeda, tanpa senyum dan begitu datar. "Oke. Nanti aku minta maaf lagi."

Saat malam tiba, Sean melihat Ares tengah merokok di depan rumah dan duduk di sisinya. Ares tentu setelah melihat kedatangan Sean dan bergerak ingin pergi. Namun, Sean menahannya. "Saya mau ngomongin sesuatu."

Raut wajah Ares berubah saat mendengar ucapan Sean. "Mau bicarain apa? Masalah kemarin?"

"Iya."

"Saya mau maafin Mas Sean, asal Mas Sean mau ganti pasangan sama saya."

Keinginan Ares berhasil membuat Sean terkejut, pria itu beralih menatap Ares yang kini terlihat begitu menyebalkan di matanya.

"Kenapa? Nggak mau?" tanya Ares lagi dan Sean langsung mendengus kesal. "Saya tau. Mas suka sama Deli kan?"

Tuduhan Ares kembali membuat Sean menatapnya. Kali ini, tatapan pria itu berbeda. Ada sedikit guratan di dahinya, menahan amarah yang siap untuk keluar.

"Saya juga suka sama Deli. Jadinya, saya mau ngejar dia."

Di tengah perbincangan mereka, tiba-tiba Deli datang. "Eh, Mas Sean, Ares. Ternyata di sini," ucap perempuan itu dan kedua pria yang di panggilnya langsung menoleh.

"Kenapa, Del?" tanya Ares dengan cepat dan Sean meliriknya sesaat.

"Nggak pa-pa kok, aku cuman mau manggil kalian buat makan malam."

"Oke, entar aku nyusul."

Setelah itu, Deli kembali masuk ke dalam rumah dan Ares bangkit dari tempat duduknya. "Kita bersaing dengan sehat ya, Mas."

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro