14. Jadi?

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Dianya nggak mau maafin aku," ucap Sean setelah bertengkar cukup lama dengan Deli. Mereka kini berada di balai desa yang kosong, setelah Deli selesai mengajar.

"Ya terus, Mas mau nyerah?"

"Bukan gitu, Del. Tapi, dia suka sama kamu."

Ucapan Sean berhasil membekukan Deli sesaat, perempuan itu sangat terkejut dengan apa yang Sean sampaikan karena selama ini dia tidak tau jika Ares menyukainya.

"Aku nggak mau kamu diambil sama dia. Biarin aja dia nggak maafin aku," lanjut Sean dengan wajah cemberutnya.

Otak Deli tiba-tiba berhenti bekerja setelahnya. Dia bingung harus mengatakan apa pada Sean yang kini menunggu tanggapannya.

"Del, kok kamu diem sih? Kamu nggak pa-pa kan?" tanya Sean dengan raut wajah khawatir. Tangan pria itu kemudian terulur dan perlahan mengusap kepala Deli. "Kalau kamu nggak enak badan, bilang aja."

Deli menggeleng pelan dengan senyum kaku di wajahnya. Matanya beberapa kali melirik ke arah Sean tanpa berani menatapnya lama.

Ada sebuah pertanyaan besar di benak Deli sekarang. Namun, perempuan itu sedikit ragu untuk mengungkapkannya.

Cukup lama keduanya terdiam dengan pikiran mereka masing-masing. Sean masih menatap Deli yang tak kunjung bersuara.

"Mas," panggil Deli singkat.

"Iya. Kenapa, Del?" tanya Sean dengan cepat, dia cukup penasaran dengan alasan Deli tiba-tiba terdiam bahkan tak ingin menatapnya.

"Mas, kenapa suka sama aku?"

Bukan tanpa alasan, Deli menanyakan hal tersebut. Dia hanya perempuan biasa yang jauh dari kata sempurna. Namun, Sean menyukainya begitu dalam.

Sean menarik tangan Deli dan menggenggamnya. Ibu jari pria itu perlahan mengusap punggung tangan Deli yang lebih kecil darinya.

"Del, asal kamu tau. Aku pernah hancur karena suatu hubungan, aku bahkan dulu yakin kalau aku nggak bakal bisa punya perasaan lebih lagi ke perempuan mana pun. Tapi setelah aku ketemu sama kamu, semua pikiran itu hilang. Kamu berhasil buat perasaan mati aku hidup kembali."

Penjelasan Sean berhasil membuat Deli terpukau, dia tidak pernah membayangkan hari ini akan tiba. Saat Sean mengungkapkan perasaannya.

"Sebelum terlambat, aku mau punya hubungan lebih sama kamu."

Jantung Deli berdetak cukup kencang setelah mendengar ucapan Sean. Ada perasaan bahagia juga gugup yang membuat perempuan itu sedikit malu.

"Mas nembak aku?" tanya Deli dan Sean menganggukkan kepalanya tanpa ragu.

"Kalau kamu nggak mau jawab sekarang, nggak pa-pa kok. Aku siap nunggu."

Pilihan yang Sean berikan membuat Deli kembali terdiam sesaat. Jujur, dia bingung harus menjawab apa.

Deli bergumam sebelum bersuara dan hal itu membuat Sean sedikit bingung. "Kamu beneran nggak pa-pa, kan?" tanyanya dan Deli menggeleng dengan cepat.

"Mas, aku boleh minta sesuatu nggak?" tanya Deli dengan sedikit ragu.

"Minta apa?"

"Aku mau hubungan kita disembunyiin."

Dahi Sean mengerut bingung setelah mendengar ucapan Deli, otak pintarnya tiba-tiba berhenti bekerja untuk mencerna ucapan perempuan di hadapannya itu. "Maksud kamu, kamu mau jadi pacar aku?"

"Iya, aku mau kok jadi pacar, Mas. Tapi dengan syarat, hubungan kita harus di sembunyiin."

Setelah memahami maksud ucapan Deli, Sean langsung menarik tubuh perempuan itu masuk ke dalam pelukannya. Berkali-kali, Sean mengucapkan terima kasih kepada Deli karena mau menerimanya.

Hari-hari Sean selanjutnya berjalan dengan baik dan bahagia. Pria itu seringkali tersenyum sendiri membayangkan bahwa dirinya kini sudah tidak sendiri lagi.

"Mas tau nggak? Mas kaya orang gila," ucap Deli saat mereka tengah latihan. Walau sudah memiliki hubungan lebih, mereka tetap harus menjaga jarak sesuai keinginan Deli.

"Orang gila? Kenapa?" tanya Sean dengan dahi mengerut. Mata pria itu bergerak melihat sekeliling, takut ada yang mengetahui interaksi mereka.

"Mas nggak sadar, kalau Mas suka senyum-senyum sendiri? Ara pernah nanya ke aku, Mas kenapa."

"Terus, kamu jawab apa?"

"Aku jawab aja, kayanya Mas kemasukan setan."

Sean memekik pelan setelah mendengar jawaban Deli dan membuat beberapa orang yang ada di balai desa menatap ke arahnya. Setelah sadar menjadi pusat perhatian, Sean tersenyum kaku dan kembali berlatih.

Di sisi lain, Deli tertawa kecil melihat sikap salah tingkah Sean. "Lucu banget sih, Mas," goda Deli yang membuat pria berstatus pacarnya itu cemberut.

Seperti hari-hari sebelumnya, mereka selesai latihan pada pukul 6 sore. Mira yang menjadi pelatih kemudian meminta perhatian keempat orang tersebut dengan berdiri di hadapan mereka.

"Maaf ya, ganggu waktu pulang kalian. Saya cuman mau ngingetin kalau acaranya dua hari lagi. Untuk baju yang akan kalian pakai, besok saya kasih ya."

"Iya, Bu," jawab mereka serempak.

"Sekali lagi, saya ucapkan terima kasih karena kalian sudah mau meluangkan waktu untuk menjadi bagian di acara nanti."

"Iya, Bu. Sama-sama. Kami juga berterima kasih karena sudah beri ruang untuk membantu."

Ucapan itu berasal dari Sean, dia memang terbiasa mengambil bagian untuk berbicara karena menjadi ketua dari tim relawan kantornya.

"Ya sudah, kalian boleh pulang sekarang."

Langit gelap menyapa keempat orang itu saat pulang latihan. Sean yang berjalan lebih dahulu memimpin jalanan. Tak lama, air menetes membasahi mereka. Tak ingin semakin basah, keempat orang tersebut langsung berlari menuju sebuah pondok yang biasa dijadikan tempat ronda.

Deli yang memakai baju lengan pendek langsung kedinginan. Telapak tangannya beberapa kali mengusap lengan atas yang terbuka untuk mendapatkan sensasi panas.

"Kamu kedinginan ya?" bisik Ares dan Deli mengangguk pelan. Dengan santai pria itu membuka sweater yang dia gunakan dan meminta Deli untuk memakainya. Namun, perempuan itu menolak.

"Ayolah, badan kamu udah menggigil gitu," bujuk Ares dan perlahan mata Deli menangkap sosok Sean yang duduk di hadapannya.

Pria itu tersenyum kaku sembari mengangkat wajahnya seakan meminta Deli untuk menerima bantuan Ares.

Dengan berat hati, Deli menerima sweater tersebut dan memakainya. Setelah menggunakan sweater Ares, tubuh Deli beranjak membaik. "Makasih ya, Res."

"Iya, sama-sama."

Interaksi kedua orang tersebut berhasil menyita perhatian kedua orang lainnya yang duduk di hadapan mereka. Sean dan Ara, kedua orang tersebut hanya dapat tersenyum getir dengan perasaan cemburu yang berkecamuk. Ares masih aja usaha buat dapetin Deli.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro