5. Telat Bangun

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Benar kata Rio. Karena hujan semalam, jalanan menuju Desa Dadak sangat berlumpur dan juga licin sehingga membuat mereka beberapa kali berhenti dan nyaris terjatuh dari motor.

Selama itu, Sean terus melindungi Deli agar perempuan itu tidak jatuh dari motor. Deli melupakan pikiran buruknya tentang Sean saat mereka harus bergonceng tiga, pria itu benar-benar melindunginya hingga sampai ke tujuan.

Dada Deli masih naik turun karena jalanan yang dia lewati tadi. Perempuan itu benar-benar terkejut dengan apa yang dia lalui sekarang dan nanti saat dia pulang.

"Hei, kamu nggak pa-pa?" tanya Sean setelah cukup lama menunggu Deli turun dari motor. Perempuan itu masih terdiam dengan wajah linglung.

Karena tak kunjung mendapat respon, Sean berinisiatif untuk menurunkan Deli dan membawanya masuk ke dalam rumah.

Setelah diajak duduk, Ara tiba-tiba datang dan memeluk Deli dengan erat. "Kamu nggak pa-pa kan?" tanya perempuan itu wajah khawatir.

Deli menggeleng pelan, dia hanya terkejut dengan situasi yang terjadi dan mulai merasa baikan setelahnya.

Saat malam tiba, mereka melakukan rapat dadakan yang juga dihadiri oleh Rio dan kepala Desa Dadak yang bernama Bara.

Mereka duduk melingkar untuk mulai membahas apa saja yang akan mereka lakukan kedepannya dan Sean sebagai ketua membuka rapat.

"Selamat malam semuanya, maaf sebelumnya karena saya membuat rapat dadakan malam ini karena saya mau besok kita sudah mulai dengan agenda yang sudah kita rancang sebelumnya."

Tatapan Sean kemudian beralih pada Bara yang duduk tepat di sisinya. "Pertama-tama, saya ucapkan terima kasih kepada Bapak Bara karena sudah mau menerima kami di Desa ini."

"Saya juga berterima kasih, Mas. Karena kalian mau ke sini dengan maksud untuk membangun Desa kami."

"Iya, Pak. Sama-sama." Sean tersenyum kecil sebelum melanjutkan ucapannya. "Seperti yang tertera dalam proposal, kami adalah relawan yang akan membantu dalam bidang Pendidikan, Kesehatan dan juga Pertanian. Memulai kegiatan pada esok hari dan saya harap semua bisa melakukan bagiannya masing-masing."

"Baik, Mas."

Setelahnya, mereka mulai membahas banyak hal terutama tentang jadwal yang harus kembali di sesuaikan karena Deli tiba-tiba merasa kurang baik dan hanya dapat tertidur di sisi Sean.

"Karena Deli sakit, tolong untuk teman-teman yang mengajar bisa menggantikan jadwalnya sementara waktu."

Ucapan Sean membuat beberapa relawan saling berbisik dan hal itu cukup mengganggu baginya. "Kalau memang tidak ada yang mau, silakan bicara sekarang!" tegas pria itu yang membuat orang-orang berbisik tadi terdiam.

Untungnya, Bara dan Rio sudah pulang terlebih dahulu sehingga Sean bisa berbicara dengan tegas dalam rapat mereka saat ini. "Jika bukan karena Deli sakit, saya juga tidak akan meminta jadwal berubah. Tolong, pahami keadaan dan ketika salah satu dari kalian sakit, nantinya Deli bisa menggantikan kalian."

Sebagai tanggapan, mereka mengangguk pelan. Namun, pria itu tiba-tiba kembali mengeluarkan suaranya. "Saya mohon, kalian saling membantu di sini. Karena kita adalah tim. Kalau memang ada sesuatu yang mengganjal kalian bisa bicara dengan saya secara langsung."

"Baik, Mas."

"Ya sudah, kalian langsung istirahat aja. Besok kita mulai kegiatan pukul tujuh ya."

Serempak, para relawan bangun dari tempat duduknya dan mulai menggelar berbagai macam barang untuk mereka pakai tidur. Ada yang menggunakan alas, ada juga yang langsung tidur dengan hanya menggunakan satu buah bantal. Berbeda dengan yang lain, Sean sibuk memperhatikan kondisi Deli yang panas tubuhnya tak kunjung turun.

Ara beberapa kali mengganti kompres di dahi perempuan itu agar kondisi Deli sedikit membaik.

"Kalau panasnya nggak turun-turun gimana?" tanya Sean tanpa mengalihkan pandangannya. Dia bertanya pada Ara dan membuat perempuan sedikit bingung untuk menjawab.

"Hmm, gimana ya."

Wajah Sean terangkat dan menatap reaksi Ara yang terkejut mendapatkan tatapan dalam dari pria tersebut. "Aman kok, Mas. Tadi, sebelum rapat saya sudah kasih Deli obat. Semoga reaksinya cepat datang."

"Amin."

Entah bagaimana, perasaan Sean menjadi gelisah. Menunggu keadaan Deli membaik. Mata pria itu bahkan masih terbuka lebar. Menjaga Deli di sisi perempuan itu, padahal yang lain sudah terlelap.

Tangan Sean perlahan mengusap kepala Deli yang sedikit basah karena kompres yang Ara taruh.

Di tengah kegiatannya, Sean berdoa di dalam hati. Semoga kamu cepat sembuh ya, Del.

Setelah nyaris pukul satu malam, rasa kantuk tiba-tiba menyerang Sean. Pria itu kemudian ikut tidur di sisi Deli dan terlelap dengan cepat.

Keesokan harinya, Sean terbangun karena suara berisik yang berasal dari dapur. Saat mata pria itu terbuka, dia cukup terkejut karena Deli tidak ada di sisinya.

Dengan panik, pria itu bangun dan mulai mencari keberadaan Deli yang ternyata tengah berada di dapur. Perempuan itulah yang membuat suara gaduh sehingga membangunkannya. "Astaga, kamu ngapain sih!" tegur Sean saat melihat Deli tengah sibuk menyalakan korek api kayu.

Deli bangun dari posisi jongkoknya dan berjalan ke arah Sean yang tengah berdiri di dekat sekat pemisah dapur dan ruang tengah. "Saya nggak bisa nyalain api, Mas."

Deli menyodorkan sekotak korek api yang saat dibuka ternyata isi di dalamnya nyaris semua patah, Sean menggeleng pelan menanggapi hal tersebut. "Kamu yang patahin semuanya?" tanya Sean yang langsung membuat Deli tertawa kikuk.

"Hehe, iya."

Sean berjalan melewati Deli menuju kompor tradisional di rumah mereka tinggal. Di sana, ada beberapa kayu yang siap untuk dibakar sebagai tempat api menyala. Menurut Sean semua itu tidak cukup untuk membuat api yang besar sehingga dia memutuskan untuk mencari kayu lainnya.

Ternyata, sudah ada kayu bakar di sisi rumah mereka. Sean mengambilnya dan mulai menyalakan api di kompor tersebut. "Kamu ngapain sih mau nyalain kompor pagi-pagi gini," ucap Sean selagi sibuk menyalakan api.

"Pagi? Sekarang udah siang, Mas."

Sontak jawaban Deli membuat Sean menatap sekitar, bias cahaya matahari yang sudah meninggi jelas membuatnya terkejut dan sadar jika dia terlambat untuk mengurus para relawan yang ada. "Astaga, kenapa nggak bangunin saya?" bentak Sean yang membuat Deli terkejut.

"Saya aja baru bangun," balas Deli tak mau mengalah.

Walau sudah tau telat, Sean tetap membantu Deli menyalakan api untuk perempuan itu gunakan dan setelahnya Sean segera pergi ke Balai Desa tanpa mandi sebelumnya.

Bodo amatlah nggak mandi, yang penting aku harus ke sana dulu, ucapnya di dalam hati sembari memasang kancing kemeja yang baru saja dia gunakan.

Tujuan utamanya adalah sampai di balai desa dengan waktu sesingkat-singkatnya.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro