Bab 31 Serigala Kerdil

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Rio menatap Refami tanpa terlewat satu kedipan pun.

"Maaf, Rio. Tapi, aku nggak bisa," jawab Refami sambil melangkah mundur.

Gila aja masih punya cewek tapi nembak aku? Batinnya.

Rio mengangguk dua kali, mencoba memahami posisi Refami. "Kalo kamu terima aku--"

"Kamu mau putusin pacar kamu?" potong Refami sambil tersenyum mengejek.

Serigala berbulu anak ayam.

Rio tak menjawab apa-apa. Dia hanya menatap penuh harap pada Refami sambil mengangguk atas jawaban pertanyaan perempuan idaman hatinya.

“I-iya.” Tangan kanannya sibuk menggaruk bagian kepala yang sebetulnya mungkin tidak gatal.

“Tapi, emang hubungan aku sama dia udah retak, sih." Rio seakan membela semua tindak-tanduknya pagi ini.

Aku sama sekali tidak peduli. Satu, dia terlalu bodoh dengan terus-terusan berkorban. Dua, meski terlihat baik … ternyata laki-laki ini pemain handal yang mampu menduakan hati perempuan. Batinnya membeberkan alasan.

Gerimis mulai turun dari langit, Refami mundur beberapa langkah dari jangkauan Rio. “Maaf,” ucapnya, kemudian menaiki motor sport dan pulang ke kos dengan segala pikiran yang kacau.

Beberapa bulan, bahkan tahun sudah berlalu. Tapi Rio pasti akan datang lagi dengan segala perasaan yang dia punya. Menembak setiap Refami ulang tahun

Sampai suatu hari, ketika Refami telah berpindah kos tiga kali dan tengah berjalan dari toilet ke kamarnya, perempuan itu melihat sosok asing di kamar Niar. Siapa? 

Langkahnya berhenti, matanya ragu akan melihat ke dalam kamar Niar atau tidak. Sosok perempuan itu seperti tidak asing, tapi Refami lupa di mana pernah melihat perempuan itu. Entah, tapi aku ingin tahu.

“Niar,” panggil Refami sengaja mendorong pintu kamar sahabatnya. Misinya hanya ingin melihat dengan jelas siapa perempuan di dalam.

"Mm, Niarnya lagi mandi." Perempuan bermata indah dengan hidung mancung menjawab Refami, khas dengan aksen Sunda kental. 

Refami tiba-tiba saja tersenyum tanpa rencana. Dia seperti agak kikuk menghadapi perempuan ini. Bukankah dia kekasih Rio? Batinnya memberi ingatan. Beberapa kali wajah itu terpampang di halaman facebook milik laki-laki serigala kerdil itu.

"Anu ... kamu pacarnya Rio, ya?" Refami memastikan.

Perempuan itu tersenyum malu-malu sambil mengangguk. Tak lama terdengar suara gerbang terbuka. Rio datang dengan ransel hitam di punggung. Kosan ini dirancang langsung menghadap taman jika kita keluar dari kamar. Bentuknya lingkaran sempurna dengan toilet di bagian paling ujung, di samping kamar nomor sebelas. Kamar Refami nomor dua, sangat dekat sekali dengan gerbang kecil yang hanya cukup untuk sirkulasi keluar masuk satu motor dan dua orang  manusia. Sedang Niar ada di kamar nomor enam.

Rio berjalan mendekati kekasihnya yang tengah duduk terpaku di dekat kamar. Dia berpindah dari dalam dan duduk di teras sambil menatap langit pagi. "Neng," panggil Rio pada perempuan itu.

Refami tak berniat melihat atau mendengarkan percakapan dua sejoli itu. Dia berjalan menyusuri kamar kos lain dan segera menutup pintu kamar rapat-rapat. Benak Refami mengingau, membayangkan betapa hancur hati perempuan tadi jika dia tahu bahwa Rio bermain di belakangnya. Padahal kekasihnya itu bagaikan Dewi Fortuner. Entah pelet apa yang digunakan Rio bisa mendapatkan gadis cantik, lembut, pintar dan memiliki kulit seputih salju seperti dia. Bukan urusanku.

Saat Refami membuka pintu untuk membeli sarapan, dia melihat Niar dan Rio hendak berangkat ke kampus untuk praktikum pagi--berbeda jadwal dengan Refami. Sontak mata Refami berputar mengelilingi kosan untuk mencari sosok cantik itu. Tak lama, perempuan itu berjalan sambil menunduk menghadap Rio.

"Praktikum ya?" tanya Refami hampir berteriak pada Rio dan Niar.

Pertanyaan gadis itu belum terjawab, Rio mendekati Refami. "Mi, nitip Luna, ya? Kita praktikum satu jam doang, kok." Laki-laki itu sedikit memohon pada Refami yang masih berdiri tegak di mulut pintu. Jadwal praktikumnya nanti pukul delapan setelah mereka.

Rio memang gila, menitipkan kekasihnya pada Refami. Tapi, sebagai bentuk persaudaraan sesama suku, Refami menyambutnya dengan baik. 

"Oke, tenang aja," jawabnya ringan. "Oh, iya. Luna udah sarapan belum?" Refami mengakrabkan diri sebelum mereka benar-benar hanya berdua nanti. Luna menggeleng.

"Kita jalan, yuk, ke depan. Ada nasi uduk kesukaan aku. Gimana?" tanya Refami dengan sinar wajah ceria. Luna tersenyum sambil mengangguk. Kemudian memberi isyarat pada Rio dan Niar untuk pergi.

Jarak antara penjual nasi uduk dan kosan Refami tidak begitu jauh, hanya terhalang jalan raya dan dua rumah saja. Mereka berdua terdengar akrab dengan Refami yang habis-habisan menceritakan hal remeh-temeh pada Luna. Perempuan yang menjadi kekasih Rio berkali-kali menutup mulut, menahan tawa. Mereka akrab kurang dari satu jam.

Tak ada pembicaraan aneh atau menyudutkan antara Luna atau Refami.

Semoga Rio tak bodoh dengan meninggalkan perempuan sebaik ini untukku. Batin Refami terus berkicau.

Sampai bulan berlalu, semua anak perempuan di angkatannya tengah bermain facebook. Mereka membicarakan Luna. Refami merasa sudah berteman di media sosial itu saat makan nasi uduk bersama, tapi setelah dicari-cari, tak ditemukan. Dia diblokir. Apa salahku?

Refami melirik ke arah Niar yang sepertinya tengah serius membalas chat seseorang di jendela facebook. "Siapa?" tanya Refami tiba-tiba sambil bergeser beberapa sentimeter. Niar seperti gelagapan, layaknya ikan kekurangan air.

"En-enggak, kok," jawabnya sambil menutup laptop buru-buru.

Refami merasa asing, bagai orang Eropa yang nyasar di Purwokerto. Teman perempuannya yang lain saling berpandangan seperti tengah melempar bahasa isyarat. "Apaan, sih?" Refami hampir saja memakan plastik dan rumput liar di depan kamar kos saking kesalnya.

"Kalian mau diem aja kayak telor puyuh? Oke," gertak Refami.

"Terus, mau ngapain abis itu?" tanya salah seorang temannya.

"Nggak apa-apa, kok. Cuman bilang doang." Refami terbahak-bahak sambil keluar dari kamar, melihat angin yang meniup rumput ke kiri dan ke kanan.

"Bukan apa-apa, kok. Kita cuman lagi ngobrol aja sama Luna di chat facebook." Niar memberi penerangan.

Luna? Mereka berbincang akrab dengan Luna?

"Aku kayaknya enggak temenan facebook, ya, sama dia? Padahal udah berteman, tapi kayaknya hilang." Refami mengerutkan alisnya sampai beberapa detik sambil berjalan mengitari laptop teman-temannya. Sampai terbaca chat Luna pada Niar, "Semua orang juga tahu kalo Refami itu selingkuhan Rio!"

Waw.

Gadis polos nan lembut itu memiliki kalimat pedas di belakang Refami. Padahal terakhir kali mereka berjumpa, Refami memperlakukan Luna seperti saudaranya sendiri.

Refami lelah dengan bayangannya sendiri. Baik Rio atau Anto, pasti mereka telah hidup bahagia dengan petualangannya masing-masing. Sebenarnya masih banyak cerita, hanya Refami enggan bergulat dengan masa lalunya lagi.

"Ma," Refami berjalan menyusuri keramik di rumah sampai menemukan di mana Bu Dina tengah melamun sendirian di meja makan.

"Mama kenapa? Kesambet setan pohon pisang deket rumah lagi?" terka Refami asal. 

Ibunya tak terlalu memberikan respons. Beliau hanya menyandarkan kepala bulatnya pada kedua tangan. Melirik Refami dengan ujung mata lalu sibuk dengan kegiatan melamunnya kembali. 

Tubuh Refami kini sudah kurus karena tekanan batin selalu diminta untuk segera menikah. Apa lagi bayangan Joel masih menghampiri meski sedikit memudar.

"Ma," panggil Refami lagi dengan suara rendah. Dia memeluk leher ibunya yang mirip seperti batang pisang besar. "Kalo ada jodohnya, pasti aku nikah kok, Ma." Dengan hati-hati Refami merayu Bu Dina agar tak membuatnya terus-terusan depresi.

"Terserah." Bu Dina menanggapi anaknya ketus.

Mama benar-benar marah. Sesal Refami.

***

Terima kasih ya, telah setia membaca Berkah Rambut Bondol. Hm, di Karya Karsa sudah mau tamat, lho. Dua bab lagi! (⁠ ⁠˘⁠ ⁠³⁠˘⁠)⁠♥

Oh, iya. Novel ini akan update dua kali dalam seminggu, yaitu Hari Rabu dan Sabtu, ya.

Nantikan terus kisah Refami! 🧡🧡

Love,

Author

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro