Bab 1

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Pagi-pagi sekali seorang pria tampan tiba-tiba datang ke ruanganku. Oh, ya Tuhan apa pandanganku masih waras?

Kulihat seseorang mirip sekali dengan Jo. Namun kali ini versi rapi ala bos-bos kece.

Tatapannya tak kalah tajam. Senyumnya tak kalah manis.

"Devienza, apa saya bisa minta waktu sebentar? Itu kalau tidak keberatan."

"Maaf, Anda siapa?" selidikku.

"Saya atasan baru kamu. Gantinya Pak Dion."

"Pak Dion? Ada apa dengan Pak Dion? Bukankah Pak Dion pemilik saham terbesar di perusahaan ini?"

"Panjang ceritanya. Ikut saya kalau penasaran, ya!"

Lelaki itu melangkah keluar dari ruanganku. Aku masih termenung.

"Devienza!"

Aku terkejut. Lelaki keren itu memberikan isyarat padaku untuk mengikutinya. Kakiku segera berjalan cepat menghampiri.

Kami berjalan beriringan. Mata karyawan yang kebetulan kami lewati memandang aneh dan penuh tanya.

Aku bingung karena lelaki di sebelahku ini hanya diam sepanjang jalan. Aku yang setengah bingung hanya pasrah mengikuti langkah cepatnya.

Sampailah kami di parkiran. Sebuah mobil sport mewah berada di hadapanku. Setengah mati aku menahan rasa takjub melihat kemewahan kendaraan itu.

Masih belum tersadar aku dari pesona mobil mewah berlogo kuda berjingkrak itu saat pintu penumpang terbuka secara otomatis.

"Ayo berangkat, atau kita akan terlambat!" seru manusia misterius itu di balik kemudi.

"Mau ke mana?" tanyaku bingung setelah masuk dan mengenakan seat belt dengan benar.

"Ketemu papaku. Beliau mau menitipkan sesuatu ke kamu."

"Papa Anda itu siapa? Kenapa saya yang dititipin?" aku masih belum mengerti maksud lelaki misterius ini.

Mobil melaju kencang ke arah bandara. Aku yang kebingungan hanya bisa garuk-garuk kepala yang sama sekali tidak gatal.

Sesampainya di bandara kami langsung menuju terminal keberangkatan setelah parkir mobil.

Aku melihat Pak Dion melambai ke arah kami. Aku menoleh ke samping dan ternyata si lelaki misterius ini tersenyum sambil membalas lambaian tangan Pak Dion. Apa ini sebenarnya?

"Halo, Pa! Maaf, ya, papa menunggu kami terlalu lama."

Kedua pria berbeda usia itu saling rangkul. Senyum merekah di bibir keduanya. Aku menerka-nerka dalam hati sebelum akhirnya memberanikan diri bertanya, "Pak Dion itu Papa Anda?" Mereka mengangguk bersama. Aku sedikit kaget.

"Adikmu sebentar lagi sampai, gimana kalau kita tunggu di sana sambil makan?" ujar Pak Dion sambil menunjuk gerai ayam goreng asal Amerika yang terlihat lumayan ramai.

Sambil menunggu bos baruku mengantre makanan, Pak Dion menceritakan apa yang beliau inginkan. Pak Dion memintaku membantu anak sulungnya yang ternyata benama Leon. Beliau mengatakan bahwa aku memang pantas mendapat amanat ini. Meski kikuk tapi aku mencoba tenang.

Sudah lima tahun aku menjadi asisten pribadi Pak Dion Rahadi Wijaya. Setiap detail dari perusahaan beliau aku mulai paham. Mungkin itulah sebabnya beliau mengamanatkan tugas yang sebenarnya begitu berat ini.

"Pa, sorry, Jo telat."

Suara itu.

Aku menoleh ke arah suara. Astaga, yang aku lihat adalah Jo. Kami sama-sama kaget.

"Halo, Vie, kok ada di sini?" sapa Jo kikuk. Antara senang dan tidak aku melihat kehadirannya kali ini.

"Oh, kalian saling kenal ternyata?" tanya Pak Dion, "Devienza ini karyawati yang papa percaya untuk membantu kakakmu mengurus kantor dan aset perusahaan."

Aku dan Jo saling pandang.

"Pa, ada yang bisa Jo bantu di kantor nanti?" tanya Jo, "Jo siap belajar demi kemajuan perusahaan kita," lanjutnya.

"Oh, nggak ada, kok. Kamu fokus aja sama karir musik kamu!"

Jo memang musisi yang tenar. Jadwal tour keliling Indonesia sangat padat dan menguras waktu juga tenaga, mana mungkin dia bisa kerja bantu kami di kantor? Ada-ada saja.

Sesaat wajah Jo yang tadi riang berubah pias. Ada ketidaksukaan akan kalimat papanya. Sangat jelas diingatanku selama ini papanya tak pernah menyukai pilihan Jo. Namun ia tak pernah menanggapi itu.

Jo berjuang sendiri untuk apa yang ia mau. Itu yang membuat Pak Dion menyerah dan tak berharap banyak padanya untuk urusan pekerjaan.

"Hei, Bro, sempat juga akhirnya lu!"

"Nyuri waktu, Kak. Tapi nggak bisa lama. Oh iya, nanti malam datang,ya! Gue main di Lovely Cafe." Jo berkata dengan sangat tidak bergairah.

"Main di sana? Gue boleh bawa pasangan, nggak, nih?" Leon membagikan makanan yang dibawanya. Piring-piring di tangannya kemudian ikut dibagi pada kami satu per satu.

"Iya, gue main jam tujuh malam, Kak. Bawa aja sekalian kenalin ke gue!" Jo memakan kentang goreng, makanan kesukaannya sejak dulu.

"Kalau mau kenalan doang, mah, sekarang juga bisa," ujar Leon.

Aku merasakan sesuatu yang tidak enak akan kembali terjadi. Hampir saja aku tersedak. Tak beda jauh dengan Jo. Mulutnya yang penuh kentang goreng itu sedikit terbuka saat Leon merangkul bahuku dan tersenyum.

Pak Dion mengamati kami dengan tak bersuara karena asyik makan.

"Ini pasangan gue ntar malem."

Jo buru-buru minum dan memaksa makanan penuh itu masuk cepat ke perut enam kotaknya yang digilai banyak wanita. Napasnya terlihat sesak, sepertinya dia tidak nyaman. Tiba-tiba saja Jo membenahi rambut dan kemejanya lalu beranjak meninggalkan kami.

"Kenapa, kok kabur?" tanya Pak Dion pada Leon yang disambut gelengan kepala. Leon melepaskan rangkulan di bahuku. Entah kenapa dari tadi aku diam saja dirangkul olehnya? Jo menjauh tapi masih terjangkau mataku. Diisapnya sebatang rokok dalam-dalam. Rambutnya yang sedikit gondrong berkibar tertiup angin.

Sesekali matanya mencuri pandang ke arahku dengan tatapan yang aneh. Seperti ada luka tak berdarah di mata itu. Meski aku tak yakin apa yang membuatnya terluka.

****~~~***~~~***~~~***~~~***~~~

Halo, hai semoga ada yang membaca cerita ini, ya.

Ini hasil renovasi (karena revisi saja tak cukup) dari cerita lama yang berjudul 'Ingin Kau Nyata'.

Besar harapanku untuk dapat masukan dari semua yang membaca cerita ini.

Terima kasih banyak.

Salam.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro