Bab 27. Jambret

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tidak sengaja Azky menabrak wanita itu. Tangannya menarik dompet yang terus dipegang. Namun, keduanya justru saling memperebutkan.

Jo mendengkus. Dasar bocah ingusan. Bodoh!

Azky teringat kejadian Re dan Jo yang menjambret ibu-ibu waktu itu. Ia melakukan hal yang sama seperti mereka. Tangannya terus menarik tas dengan kasar. Tak peduli kuku dari jemari wanita itu mencakarnya. Cukup sulit bagi dirinya, tetapi ia harus berusaha demi mendapatkan tas berukuran kecil itu. Azky mendorong tubuh wanita tersebut sampai mengenai bahu eskalator. Ia berlari di eskalator yang kedengarannya cukup mudah, tetapi nyatanya sulit. Beruntung saja langkah kakinya begitu besar, sekitar empat langkah berlari kini ia sudah berdiri di lantai mall.

Wanita itu memegang sikut yang terbentur. "Tolong! Dia jambret tas saya! Tolong!"

Teriakan wanita itu membuat semua orang di sana menoleh ke sumber suara.

"Woi!" Re menunjuk Azky. "Berhenti lo!"

Wanita dengan dress merah itu melirik ke atas, ke arah Re dan Jo yang sedang berdiri. "Mas! Mas tolong saya, Mas!"

"Mbak tenang aja, kita kejar tuh jambret!" Jo menatap Re yang sedang membalasnya dengan anggukkan.

Wanita itu menepi di saat Re dan Jo mulai melangkah. Namun, teriakan itu memang sudah memancing beberapa pria untuk berlari.

"Woi, berhenti!"

"Bantu ngejar dia, dia itu jambret!"

"Nyari mati lo jambret!"

"Berhenti lo jambret!"

Suara-suara itu semakin tinggi seperti histeria. Sesekali Azky menoleh ke belakang. Re dan Jo berbaur dengan mereka untuk mengejar dirinya.

Netra Azky bergerak ke segala arah. Mencari-cari pintu keluar. "Sial. Gue kira cuma Bang Re sama Bang Jo yang ngejar." Ia berdecak. "Taunya satu mall. Gila!"

"Woi, berhenti gak? Malah lari ke kanan Lo!"

Azky terus berlari dan memperbesar langkahnya. Ia tahu suara itu milik siapa. Suara itu adalah suara Re. Azky menoleh ke arah kanan. Rupanya Re memberitahu dirinya bahwa di sana ada pintu keluar. Azky menyeringai. Meskipun napasnya sudah tidak teratur, ia paksakan untuk berlari sampai menuju tujuan. Di tengah larinya, ia kembali mengingat kata-kata Jo untuk lebih pandai menyembunyikan barang curian. Hampir saja pria itu lupa memasukkan tas ke dalam saku jaket. Tangan kirinya membuka resleting dengan tangan kanan yang memasukkan tas tersebut.

"Woi, jambret! Jambret!"

Mendengar teriakan barusan, satpam yang sedang berjaga di pintu keluar itu menatap ke dalam. Seseorang yang sedang berlari kencang ke arah luar serta beberapa orang mengejarnya dari belakang.

"Woi. Berhenti lo!"

Azky yang menyadari satpam itu tengah berdiri menatapnya langsung mengeremkan kaki.

"Mau ke mana kamu?" Satpam itu menunjuk Azky.

Re dan Jo serta beberapa orang di sana berhenti. Re melirik Jo dan memberikan aba-aba untuk menghajar mereka. Sekitar empat orang masih bertahan karena yang lainnya sudah berhenti dengan alasan tidak kuat berlari. Tanpa mereka ketahui, Re dan Jo langsung melayangkan pukulan keras ke arah perut dan tendangan ke arah kaki. Sekitar dua orang yang menjadi sasaran itu terjatuh ke lantai. Namun, dua sisanya membalas mereka dengan pukulan yang dilayangkan ke arah wajah.

Azky menatap wajah satpam yang kebingungan. Jelas saja ia sedang dihadapkan dua pilihan. Apakah ia harus menangkap Azky? Atau, melerai Re dan Jo dari perkelahian tersebut?

Re dan Jo terus menghajarnya sampai mereka berhenti untuk melayangkan pukulan atau tendangan. Cukup lama sampai mengeluarkan keringat yang begitu banyak, keempat pria itu tumbang. Re dan Jo berlari untuk kembali mengejar Azky. Dengan bodohnya, Azky berdiri menatap mereka sehingga satpam itu berhasil menarik tangannya.

Azky berusaha mengelak. "Saya bukan jambretnya, Pak. Lepasin saya!"

Keempat pria tadi berusaha bangkit. Mereka tidak mengira ternyata Re dan Jo adalah teman Azky. Kalau saja sewaktu pengejaran tadi mereka tahu, mungkin Re dan Jo sudah mereka hajar. Namun, salah satu dari mereka tidak ada yang menyadari bahwa pakaian Re dan Jo sama seperti Azky.

Re berlari dan melompat setinggi lututnya. Satu tendangan melayang membuat satpam itu terjatuh. Tangannya terlepas dari Azky. Suara benturan yang cukup keras karena tubuh satpam itu sangat gemuk. Pasti rasanya sakit sekali.

Jo menarik tangan Azky untuk kembali berlari dengan Re yang mendorong tubuh satpam itu saat ia mencoba berdiri.

***

Napas Azky menderu-deru. Sekujur badannya terasa panas. Netranya merasa begitu perih. Telinganya berdengung. Ia menyandarkan tubuh ke benteng yang menjadi pembatas antara jalanan ramai dengan lahan pertanian. Dari mall menuju jalanan sepi itu sangat jauh, apalagi mencoba berlari dari pengejaran massa. Semuanya melelahkan.

"Lo atur napas dulu!" titah Re yang melihat Azky hendak berbicara.

Jo merentangkan tangan kiri ke benteng dengan kaki yang disilangkan. "Berisiko, bukan?"

Azky menghembuskan napas. Netranya terpejam beberapa detik, kemudian dibuka kembali. Sontak, ia tertawa dengan sangat keras. "Gue berhasil, Bang!" Azky terkekeh lalu menggeleng. Tidak menyangka bahwa dirinya bisa melakukan semua itu. "Gue berhasil, Bang!" Azky kembali tertawa.

Re dan Jo tertawa melihat pria itu kemudian menggeleng bersama.

Azky mengambil tas yang ia simpan di dalam jaket dan memberikannya kepada Re. "Nih, Bang!"

Re menolaknya. "Udah. Buat lo aja! Lagian yang curi tas itu kan elo, bukan kita berdua!" Ia melirik Jo yang justru menatap Azky datar.

"Widih." Azky tersenyum lebar. "Serius nih, Bang?"

"Serius." Re mengangguk.

"Latihan gue cukup kan, Bang?"

"Cukup-cukup."

Namun, Jo membuang muka. "Ya, lumayanlah!"

Re melirik Jo. Ucapan pria itu barusan sedikit terdengar aneh baginya.

"Kalo gitu gue boleh pulang kan, Bang?" Azky menaikkan alis ke arah Re dan Jo.

"Latihannya udah selesai. Lo boleh balik!" Jo menyuruh Azky pergi dengan gerakan kepala.

Azky mengangguk. Wajahnya yang bahagia tidak bisa ia tutupi. "Kalo gitu gue pamit, Bang!"

***

Jo membuka lemari es untuk mengambil minuman dingin. "Harusnya gak lo kasih tas itu ke si Azky, Re!" Setelah mengambil minuman bersoda, ia menutupnya kembali dan berjalan untuk mengambil dua buah gelas. "Di dalam tas cewek itu mungkin banyak duit. Kalo dibagi tiga, kan lumayan ...," Ia menumpahkan minuman tersebut ke dalam gelas satu persatu. "Lo juga bisa kebagian, Re!" Tangannya memberikan gelas di sebelah kanan kepada Re. "Bodoh! Harusnya lo cek dulu berapa uangnya!"

Dapur itu begitu luas dan lebar. Re memasang meja seperti bar di samping lemari es. Re duduk dan mengambil gelas yang sudah terisi penuh lalu meneguknya dan menyisakan setengah minuman tersebut. "Kita bisa dapet lebih dari itu, Jo."

Jo menatap Re tidak terima. "Tapi tetep aja, Re!"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro