Bab 4. Putus

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Bu Loly mulai berjalan ke arah papan tulis. "Hari ini kita ulangan dadakan!"

"Ulangan?" Ibu pasti lagi mimpi. Bangun dong, Bu!" Romi meledek saat Bu Loly mulai menulis soal. 

Bu Loly berbalik badan. Ia menunjuk Romi dengan spidol. "Yang harusnya bangun itu kamu!" Romi menyengir kuda. "Mau? Nilai kamu saya kurangin?"

"Bukannya nilai Romi emang kurang mulu, Bu?" pekik seorang siswa dari belakang.

Romi terpaksa tertawa. "Lo juga!"

Bu Loly menghentikan semuanya dengan gerakan tangan. "Sudah-sudah. Ibu kapan mulainya nih?"

"Minggu depan aja, Bu!" Romi tersenyum.

Bu Loly menggerakkan kepala ke arah luar. "Ke luar kamu Romi!"

***

The Kings sudah berada di pojokan kantin. Tidak boleh ada siapa pun yang menempati meja tersebut. Banyak sekali yang ingin bergabung dengan mereka. Namun, Azky mengatakan bahwa dirinya tidak membuka lowongan. Sudah seperti mencari pekerjaan saja.

Azky menyeruput es teh manis. Sesekali ia menyandarkan kepala ke dinding. Berharap netranya menemukan Yuppi, tetapi nihil. Yuppi memilih pergi sendiri kala Azky mengajaknya ke kantin. Nyatanya, Azky tidak menemukan Yuppi di sana. Azky masih penasaran tentang kejadian tadi pagi. Ia menatap semua teman-temannya.

"Guys. Lo semua tau gak sih, siapa pelaku yang udah putar video di peradilan?" Azky membuka percakapan. Ia menggeprak meja sampai mengagetkan Boris yang sedang memakan bakso.

Boris menyeruput helaian mi. "Santai. Santai, bro."

"Mana bisa gue santai, Ris!"

Senyum Faro menghilang saat dirinya sedang asyik bermain game. Namun, Glen mengerutkan kening saat ponselnya berbunyi karena sebuah pesan dari Romi. Glen membaca pesan itu dan meneruskannya kepada Reksi. Suara dari ponsel Reksi berbunyi. Ia mengambilnya lalu membaca dalam hati. Glen, tolong bilangin sama Reksi. Infocus dia rusak nih. Lantas, Reksi langsung mengetik. Buang aja.

Reksi membuang muka melihat Azky. "Terus sekarang mau lo apa?"

Azky menggeram. Tangannya meremas botol plastik milik Glen yang sudah kosong. "Gebukin lah. Biar tuh orang mampus!" Setelah botol itu gepeng. Azky melemparkannya ke tong sampah.

Reksi tertawa dan menaikkan kaki. "Gue!" Kepalanya mengangguk. "Gue!" Ia menepuk-nepuk dada dengan sangat bangga. "Gue pelakunya!" Lalu tertawa dengan sangat keras.

Dengan spontan, Azky langsung berdiri. Tangannya mengepal. Satu pukulan lurus dengan tangan kanan berhasil melayang dan berhenti tepat di wajah sebelah kanan Reksi. Begitu keras. Sayangnya, Reksi tidak cepat mengelak sehingga ia meringis. Tangan kirinya menyentuh ujung bibir, dan menghapusnya. Saat ia lihat, rupanya darah sudah keluar. Ia meregangkan rahang. Sedikit kaku memang. Namun, selanjutnya ia mematahkan kepala ke kiri dan kanan lalu menekuk jemari tangan bergantian sampai berbunyi. Langkahnya sedikit menjauh dari meja. "Ayo! Lawan gue!" Jari tengah dan telunjuk sengaja digerakan seperti menarik sesuatu. "Ayo! Kalo lo emang jagoan!" Ia mengangkat kerah di baju lalu beralih ke bagian lengan dan mendengkus.

Azky mulai mengambil ancang-ancang dan mengembuskan napas berat. "Lo kira gue takut? Cih. Jangan menganggap lo itu jagoan dan orang lain lemah!"

Mereka berdua mulai mengambil jarak dan bertemu dalam satu titik. Suasana langsung berubah sengit. Reksi melayangkan pukulan lurus dengan tangan kanan begitu keras, tetapi mudah diterka. Azky mengelak ke samping dan melanjutkan pukulan pada dagu Reksi. Reksi tidak mau kalah. Ia kembali memukul perut Azky dan berhasil membuat Azky terpental sampai mulutnya seperti menahan sesuatu lalu dimuntahkan. Azky sedikit mundur. Mengambil napas dalam. Ia berlari, mengumpulkan tenaga untuk menyerang. Azky menghantam Reksi habis-habisan dengan pukulannya ke arah perut, dagu, dan pipi. Namun, Reksi memilih untuk menendang perut Azky. Azky meringis, ia terjatuh ke belakang. Reksi mencoba bangkit dengan sisa tenaga. Kepalan tangannya mendarat di pelipis Azky, terlalu cepat untuk ditahan. Azky memalingkan wajah. Netranya memejam dan meringis. Begitu perih dan sakit.

Reksi mundur dan memalingkan pandangan. "Rupanya segitu kemampuan lo?" Kakinya menendang ujung sepatu Azky. "Harusnya lo itu nyadar diri." Ia menunjuk Azky. "Lo itu miskin! Mis-kin!" Reksi menatap teman-temannya yang masih duduk di kursi. Siapa yang peduli dengan Azky di antara mereka? Tidak ada. "Kita semua cuma pura-pura baik ke elo!" Reksi tertawa puas.

Azky mencoba bangkit dengan perlahan. Tangannya memegang perut. Tubuhnya berusaha di tegakkan. Badannya yang lebih berisi dari Reksi masih menyimpan tenaga. Ia menendang perut Reksi sampai membuatnya terjatuh dan berhenti tertawa. Kini, giliran Azky yang tertawa puas. "Satu sama, Rek. Satu sama!"

Semua orang yang berada di depan kelas berlarian ke arah kantin sampai berhasil  membuat Yuppi penasaran. "REKSI! REKSI!" Yuppi menjerit-jerit dan berlari menghampiri.

Napas Azky menderu-deru. Amarahnya meluap-luap. Ia kembali mengepalkan tangan. Satu pukulan hampir saja mendarat kalau Yuppi tidak melarangnya. "Stop, Azky. Please stop!"

Reksi terus saja terbantuk sehingga Yuppi mencoba membangunkannya.

Azky mengerang. "Yuppi! Di sini itu aku pacar kamu. Bukan si pengkhianat ini!"

"Mulai sekarang lo bukan pacar gue!" Yuppi membentak. Setelah Reksi berdiri, Yuppi mengajaknya berjalan ke meja.

Namun, Azky menarik lengan Yuppi dengan kasar, tetapi wanita itu menepisnya. Ia membiarkan Reksi berdiri dan mendorong Azky. "Harusnya lo itu nyadar diri, Az. Sekarang lo itu miskin. Gak punya apa-apa. Gak bisa menuhin dan nurutin keinginan gue!" Yuppi menggeleng pasti. "Gue gak bisa lanjutin hubungan ini sama lo!"

Azky tidak peduli dirinya menjadi bahan tontonan semua siswa-siswi yang berada di kantin itu. Sekalipun Mbak Lin penjual jus dan minuman. Mas Teo penjual bakso. Azky tidak peduli. Terserah jika semua orang menganggap Azky itu bucin atau apa pun. Mereka hanya tidak tahu saja bahwa mempertahankan cinta selama itu adalah hal yang sangat sulit. Azky terus mengemis kepada Yuppi, berharap kekasihnya itu menarik kata-kata putus dan kembali melanjutkan kisah cinta mereka.

Azky berlutut di bawah kaki Yuppi. Meskipun Azky tahu bahwa wajahnya sekarang sangatlah jelek karena banyak memar. "Yuppi. Aku mohon Yuppi. Please. Jangan putusin aku!"

Yuppi kukuh pada kata-katanya. Ia akan tetap memutuskan Azky. Tanpa diduga, tangan Azky memegang kaki Yuppi. Bulir air mata menetes dan membasahi punggung sepatu Yuppi. "Aku mohon!"

Boris mendelik Azky. Pemandangan yang menjijikkan. "Rek, lo gak mau hajar dia?"

Reksi menawarkan, "Glen, Faro? Lo mau bantu gue?" Ia melirik Azky yang terus menunduk di bawah kaki Yuppi. Alisnya terangkat dengan senyum misterius. Sesuai dugaan, Glen dan Faro mengangguk.

"Yuppi, a—" mohon Azky.

Glen dan Faro memegang tangan Azky. Mereka berusaha membangunkannya. Tidak. Mereka hanya menuruti perintah Reksi.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro