35. Disingkirkan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Part 35 Disingkirkan

Eiza mengenakan sabuk pengaman dengan baik, membuatnya tak mendapatkan luka apa pun selain syok karena hentakan yang kuat akibat hantaman keras mobil yang menabrak mobil. Sementara Marcuss, luka pria itu jauh lebih parah. Terutama di bagian kepala dan dada pria itu yang menghantam kemudi karena tak mengenakan sabuk pengaman.

Sudah dua jam lebih pria itu berada di ruang operasi. Setelah nyaris kehabisan darah jika Marco tidak datang tepat waktu untuk membawa keduanya ke rumah sakit.

"Kau tidak bertanya kenapa aku baik-baik saja?" Eiza memecah kesunyian ketika Marco mengulurkan sebotol air mineral, yang tak dibutuhkannya meski tenggorokannya sakit karena rasa haus. Ia bahkan tak berhak membasahi tenggorokannya sementara Marcuss masih berada di atas meja operasi.

Kenapa pria itu memasangkannya sabuk pengaman?

Kenapa pria itu membuatnya selamat? Tanpa luka segores pun.

Seharusnya ialah mati saja.

Kata-kata itu berputar-putar di kepalanya seperti kaset rusak.

"Kau tidak baik-baik saja." Marco meletakkan botol tersebut di pangkuan Eiza. "Sebelum turun menyusulmu, aku sudah memperingatkannya untuk tetap tenang. Tapi … kau memang selalu berhasil menyulut emosinya. Kau tahu suasana hatinya sedang tidak baik akhir-akhir ini. Sedang ada masalah di perusahaan."

Kepala Eiza terangkat. "Apakah karena masalah Danen?"

"Kau tahu?" Salah satu alis Marco terangkat. "Salah satunya."

"Aku mendengar pembicaraan Marcuss. Dan Danen bukan seseorang yang akan melakukan hal selicik itu. Kupikir itu perbuatan

Marcuss untuk menjebaknya. Dan memang ya, kan?"

Marco terdiam mendengarkan penjelasan panjang tersebut. Kemudian pria itu duduk di samping Eiza. "Kau berpikir seperti itu, Eiza.

Dan kau berpikir seperti yang orang-orang itu inginkan."

"Apa maksudmu?"

"Danen memang pelakunya. Dan Marcuss tak melakukan apa pun karena mamanyalah yang membela Danen. Marcuss sudah mengerahkan dan menggadaikan banyak hal dalam proyek ini. Jika kami gagal mendapatkan proyek ini, ini bukan hanya tentang pertengkaran ataupun persekongkolan keluarga … ah maksudmu mantan kekuargamu. Ada jutaan karyawan yang kesejahteraaannya bergantung pada hal ini. Yang sama sekali tak dipedulikan oleh mama Marcuss, dan kepedulian Marcuss pada mereka menjadi senjata yang ampuh untuk menyerang pria itu sendiri."

Eiza tercenung mendengarkan penjelasan Marco yang menjadi sebuah tamparan untuknya tersebut. Semakin membingungkannya. Ia tahu Loorena Rodrigo membencinya, tetapi ia tak menyangka wanita itu akan melakukan hal seserius ini untuk menendangnya dari hidup

Marcuss.

"Ya, mama Marcuss berusaha menyingkirkanmu dengan cara licik ini. Marcuss sudah memperingatkanmu kalau mamanya adalah orang terlicik yang pernah ditemuinya, kan? Di antara semua orang, mamanyalah orang terdekat yang bahkan akan mengkhianatinya hanya demi memenuhi semua jalan Marcuss dengan keegoisan wanita itu. Tidakkah kau menyadari semua itu dengan baik?"

"Lalu kenapa Marcuss masih mempertahankanku? Kenapa dia tidak melepaskanku saja?"

"Karena dia menginginkanmu."

"Aku hanya pemuas nafsunya saja. Dia bisa mendapatkan wanita mana pun yang diinginkannya. Yang bahkan lebih cantik dan sempurna dibandingkan denganku."

"Hanya pemuas nafsu?"

mengangguk, meski semburat kemerahan muncul di wajahnya karena rasa malu membicarakan hal semacam ini dengan Marco.

"Dia tidak akan menikahimu hanya untuk menggunakan tubuhnya sebagai pemuas nafsunya saja, Eiza. Dan percaya padaku, dia tak kekurangan wanita untuk menyalurkan kebutuhannya yang satu itu."

Mata Eiza mengerjap. Wajahnya semakin membeku dengan kalimat tak masuk akal yang diberikan Marco.

"Kaulah yang menyiksanya. Dia menginginkanmu dan sejak kecil aku menjadi sepupu sekaligus teman dekatnya, dia belum pernah menginginkan seseorang sebesar dan sedalam dengan apa yang dirasakannya padamu."

"Apa artinya itu, Marco? Jika kau bilang itu cinta, itu bukan cinta.

Tidak ada cinta semacam itu."

"Mungkin ya, Marcuss hanya tak pandai mengungkapkannya."

Eiza menggeleng dengan keras. Rasa bersalahnya mulai diselimuti kekesalan mengingat semua yang sudah dilakukan oleh Marcuss padanya. "Jangan gunakan omong kosong itu untuk membelanya. Aku lebih suka dia menggunakan tubuhku hanya demi kesenangannya saja. Dibandingkan mendengarkan omong kosongmu ini. Pasti dia yang menyuruhmu mengatakan semua ini, kan? Jadi sekarang dia sudah mengganti taktik lain untuk mengancamku?"

"Eiza, aku …"

Eiza melompat berdiri. Menghadap Marco dengan luapan emosi yang semakin memuncak. "Ya, aku merasa bersalah telah membuatnya terlibat kecelakaan dan sekarang dia harus berada di ruang operasi selama dua jam lebih. Sementara aku tidak mendapatkan luka apa pun. Seharusnya akulah yang …" Plaakkkk….

Satu tamparan mendarat di pipi Eiza. Kepala wanita itu berputar ke samping. Dengan rasa panas yang menjalar di seluruh permukaan wajah Eiza karena saking kuatnya tamparan tersebut.

"Ya, seharusnya kaulah yang mati dalam kecelakaan itu, pengkhianat!" Loorena tiba-tiba sudah berdiri di samping Eiza. Dengan kemurkaan yang memenuhi seluruh permukaan wajah wanita paruh baya itu. "Putraku yang sangat berharga itu harus berada di meja operasi, sementara kau … kau yang murahan ini tidak mendapatkan luka apa pun."

"Tante?" Marco berdiri menghadang di depan Eiza. "Semua ini hanya kecelakaan. Marcuss tidak menggunakan sabuk pengaman dan dialah yang membawa mobil."

Loorena mendengus keras. "Kau masih membela wanita tidak tahu diri ini dibandingkan sepupumu sendiri? Bossmu?"

"Marcuss yang memaksa membawa mobik sendiri …"

"Kau pikir aku tak tahu kalau dialah yang memukul Marcuss dengan lampu tidur?"

Marco mengerjap terkejut.

"Aku akan mengajukan tuntutan. Kekerasan dalam rumah rumah tangga dan percobaan pembunuhan. Bersiap saja untuk membusuk di balik jeruji," ancam Loorena pada Eiza. Kemudian berpindah pada sang keponakan. "Jika kau masih membelanya, tante juga akan melakukan hal yang sama padamu, Marco. Sebagai kaki tangan wanita sialan ini."

Eiza menelan ludahnya. Keseriusan ancaman Loorena jelas tak main-main. Pandangannya kemudian beralih pada Dashia, yang berdiri di samping kiri mertuanya tersebut. Ya, mungkin ada baiknya dia mendekam di balik jeruji dan memberikan posisinya pada Dashia. Jika memang hanya ini satu-satunya cara untuk lepas dari hidup Marcuss. Dashia pun pasti akan menyayangi baby Ezlin seperti putri wanita itu sendiri.

***

Sudah empat hari sejak kecelakaan dan Marcuss masih dirawat di rumah sakit. Dan sejak Loorena mengusirnya dari rumah sakit dan tidak mengijinkan Eiza muncul di hadapan wanita itu, Marco membawa Eiza ke rumah Marcuss dan tak mengijinkan siapa pun keluar masuk tanpa seijinnya selama Marcuss dirawat di rumah sakit.

sendiri mulai terbiasa dengan kekosongan tersebut. Hari-harinya dipenuhi ketenangan. Tanpa gangguan atau pertengkarannya dengan Marcuss. Namun, ketenangan ini terlalu tenang. Yang malah membuatnya semakin tak aman. Seolah ada sesuatu yang menunggu di balik pintu.

Ah, ia akan segera dijebloskan ke penjara oleh mama Marcuss. Ya, seperti itulah bayangan akhir dari semua kepelikan ini.

Sesekali ia membayangkan masa depan yang menunggunya. Namun, ketakutan yang segera mencengkeram dadanya membuatnya lekas menepis semua bayangan tersebut.

"Sepertinya akhir-akhir ini kau sering bermimpi buruk?" Suara Marco muncul dari arah belakang Eiza. Yang duduk melamun di tepi kolam renang. "Kantong matamu lebih parah dari terakhir kuperhatikan."

Eiza hanya menoleh sekilas. Kembali menatap air kolam yang kebiruan. "Kau membawa kabar buruk?"

Marco duduk bersila di samping Eiza, tak ingin membasahi sepatunya. "Membuat mimpi burukmu jadi kenyataan?" Eiza mendesah sekali. Ya, ia tak akan terkejut.

"Menurutku kabar baik, tapi bagimu seperti akan menjadi kabar buruk. Marcuss sudah bangun."

Eiza membeku. Gerakan kakinya yang menciptakan beriak air demi meredam ketakutannya seketika terhenti. Digantikan kelegaan yang mengaliri tenggorokan. Seolah kembali membuatnya bernapas setelah berminggu-minggu ia tak bernapas dengan baik.

"Dan kabar buruk lainnya, mama Marcuss mulai bicara dengan pengacaranya untuk menuntutmu."

Eiza masih bergeminh. Kabar buruk yang tetap mengejutkan meski ia sudah bersiap mendengarkan semua ini.

"Tapi, apa kau tahu bukti yang menguntungkannya? Ada seseorang yang menutus rem, yang tante Loorena yakini sebagai orang suruhanmu." Kepala Eiza berputar dengan cepat. "Apa?"

"Kecelakaan itu rupanya disengaja. Dan Marcuss melancarkan rencana tersebut dengan duduk di balik kemudi dan penuh emosi yang tak baik."

"Jadi ada yang berusaha membunuhnya?"

Marco mengangguk. "Dan kupikir kau akan mengenali pelakunya,

Eiza."

"Kaupikir aku yang membunuhnya?"

Marco menggeleng, mengeluarkan ponselnya dari balik saku jaket. Sebelum kemudian menunjukkan rekaman singkat seseorang yang berdiri di bagian kap mobil dan rekaman selanjutnya, ketika ia akan masuk ke dalam mobil dan langkahnya sempat tersendat saat melihat Danen. Tepat sebelum Marcuss mendorongnya ke mobil dengan kasar.

"Tak ada sidik jari yang tertinggal. Kami tak punya bukti langsung selain CCTV yang tak bisa diidentifikasi ini. Dan satu-satunya yang kami punya adalah kesaksianmu, Eiza."

Kepucatan di wajah Eiza tak bisa lebih memutih lagi. Seluruh darah seolah telah lenyap dari permukaan wajahnya.

Apakah Danen pelakunya?

Tidak. Itu tidak mungkin! Ia pasti salah lihat. Pelakunya tak mungkin Danen, kan?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro