Bab 10 Membeli hadiah untuk mereka

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Tidak sepatutnya kamu marah pada satu orang, tapi melampiaskan kemarahanmu pada orang yang tidak salah." 

Adiba melihat Khanza yang tengah duduk di sofa, bibirnya sengaja ditekuk bahkan bisa dibilang ekspresi Khanza saat ini seperti Donal bebek. Sebelum menghampiri Khanza, Adiba menahan tawanya lalu menormalkan dirinya agar tidak terlihat seperti mengejek sahabatnya itu, Khanza yang tau jika Adiba datang menghampirinya hanya mengacuhkan.

"Za, biarkan saja jika Nathan tidak mau mampir. Lagian kamu engga berharap banget kan kalau Nathan punya rasa sayang sama kamu?" Tanya Adiba dengan menatap wajah sahabatnya itu.

"Tapi Dib, dia engga peka banget sih. Apa selama ini perhatian Khanza kurang ya, atau penampilan sekarang belum terlihat sempurna Dimatanya ?" Tanya Khanza, lalu berdiri dan memperlihatkan penampilannya pada Adiba.

Adiba langsung memegang pundak Khanza dan menyuruhnya kembali duduk, "sempurna dimata manusia belum tentu dimata Allah kita itu sempurna, alangkah baiknya kita memperbaiki akhlaq dan sholat kita agar lebih dekat lagi sama pencipta kita. Ingat dunia ini hanya jembatan sementara untuk bisa sampai pada Yaumil akhir, masih ada tahapan yang harus kita hadapi nantinya. Apa yang sudah kita persiapkan untuk hari akhir nanti, amalan apa yang sudah kamu siapkan untuk nanti, Khanza," ucap Adiba dengan nada penuh kasih sayang.

"Ih, Diba, ko jadi menceramahi Khanza sih. Iya paham banget ko, kalau di dunia ini hanya sementara tapi setidaknya kita menghabiskan waktu dengan sebaik mungkin untuk mencari kebahagiaan!" Ketusnya.

"Kebahagiaan sesaat maksud kamu, Za, hm. Gini nih saat pembagian otak kayaknya kamu datang paling akhir," guraunya membuat Khanza langsung melempar bantal sofa kearah Adiba.

"Sembarangan kalau ngomong, dasar sahabat engga punya akhlaq." Khanza langsung berdiri dan menghentakkan kakinya sebelum memasuki kamar untuk menganti baju seragamnya. Sementara Adiba terkikik melihat kelakuan sahabatnya itu.

***

Di dapur, Ummi Zulaikha disibukkan dengan membuat pancake kesukaan Khanza dan Adiba. Sambil menyenandungkan sholawat, tidak lupa kedua tangannya lihai dalam menguleni adonan pancake tersebut. Adiba yang merasa bosan menunggu Khanza keluar dari kamar, akhirnya berjalan menuju dapur untuk membantu Ummi Zulaikha.

Adiba memang sudah hapal setiap sudut rumah ini sejak duduk di bangku kelas sepuluh, bahkan Ummi Zulaikha dan Abi tidak segan-segan untuk menyuruhnya untuk datang menemani Khanza yang kesepian dirumah.

"Ummi, biar Adiba bantu ya," pintanya lalu mengambil apron tidak lupa untuk mencuci tangannya terlebih dahulu.

"Eh, tidak perlu sayang, nanti seragam kamu kotor. Lebih baik tunggu di ruang keluarga saja atau ke kamarnya Khanza dulu sana untuk beristirahat," ucapnya dengan penuh kasih sayang.

"Ummi, menganggap Adiba seperti anak atau tidak?" tanya Adiba dengan sorot mata yang berkaca-kaca.

Ummi Zulaikha membersihkan tangannya terlebih dahulu, lalu mengusap pipi Adiba dengan penuh sayang, "tentu sayang, Ummi menganggap kamu seperti Khanza. Selama ini memang Ummi membedakan kalian ? Tidak kan, jangan sungkan untuk mengutarakan kegundahan hati kamu pada kami. Ummi sangat tahu yang kamu rasakan saat ini, karena kurangnya kasih sayang orang tua bahkan selalu dicampakkan membuat kamu tidak betah disana kan?" Tanya Ummi dengan lembut.

"Benar sekali Ummi, sepertinya memang mereka tidak menginginkan Adiba terlahir. Sampai kapan penyiksaan mereka bahkan pilih kasih mereka yang harus Adiba dapatkan, selain Ummi dan bundanya Zidan yang selalu perhatian sama Diba. Rasanya ini bagaikan mimpi buruk yang menjadi nyata, andai Adiba terlahir dari rahim seorang ibu yang menginginkan hadirnya seorang anak. Tapi kenapa Allah malah menitipkan Adiba pada mereka yang melalaikan tanggung jawabnya," lirihnya.

Ummi langsung memeluk erat tubuh Adiba, keduanya sama-sama terhanyut dalam kesedihan. Tanpa mereka sadari ada dua orang melihat setiap pergerakannya, Khanza dan Naufal sama-sama menyayangi Adiba dengan tulus.

"Ummi, Naufal lapar nih," tuturnya sambil mengusap perut yang ditutupi oleh Koko biru laut.

"Anak ganteng dan soleh Ummi udah pulang, ganti baju dulu sana bang, baru Ummi siapkan makanan untuk kalian bertiga." Naufal hanya mengangguk mengikuti perintah Umminya, sementara Khanza duduk dimeja makan dan mengambil sebuah apel untuk dimakannya.

"Cemilan kita sudah siap Za, eits jangan dulu berbicara kalau mulut kamu saja masih mengunyah makanan." Intruksi Adiba yang diangguki oleh Khanza.

Khanza menggigit apel tersebut kedalam mulutnya, sementara Naufal dengan jahil merebut apel yang di genggam Khanza lalu memakannya. Khanza yang melihat tingkah kakaknya itu melempar buah anggur kearahnya.

"Dasar Abang durhaka, udah tau itu apel punya Khanza. Malah main rebut aja, engga tau diri emang!" Ketusnya.

Naufal hanya tersenyum dan mengacak-ngacak rambut adiknya itu, "Biarin, bukannya kebalik ya kamu yang durhaka sama Abang. Eh iya, Ummi, Naufal mau keluar rumah lagi ada perlu sama temen-temen kajian. Paling sebelum isya udah sampai rumah lagi."

"Sebaiknya kamu istirahat dulu Bang, nanti kalau udah sakit Ummi juga yang repot. Mangkannya cepet khitbah calonmu itu, engga baik lama-lama. Biar kamu ada yang urus, kemana-mana kan enak kalau bareng istri," ucap Ummi Zulaikha sambil membawa nampan berisi menu makan siang.

Naufal hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, sementara Khanza dan Adiba menahan tawanya melihat ekspresi Naufal. " Biasa aja kali itu muka engga usah dibikin jelek, eh tapi emang udah jelek dari lahir sih. Beda sama Khanza yang kecantikannya tidak ada duanya," ucap Khanza sambil mengibas rambutnya.

"Sudah-sudah, kalian ini seperti anak kecil saja. Oh iya, bang, kalau kamu mau keluar Ummi boleh nitip sesuatu engga," tuturnya.

"Tentu boleh Ummiku sayang, apa sih yang engga Naufal berikan sama Ummi. Cuman istri aja yang belum Naufal berikan, karena memang masih proses memantaskan diri dulu."

"Nitip belikan roti tawar saja, stoknya sudah habis. Ummi kelupaan membelinya kemarin," ujarnya.

Naufal hanya mengangguk lalu mencium punggung tangan Umminya sebelum berpamitan, Khanza yang melihat abangnya keluar dari dapur langsung teringat akan niat awalnya untuk membelikan kekurangan barang bawaan yang akan dibawa saat bakti sosial.

"Abang ...!" Teriak Khanza menggema seluruh penjuru rumah. Ummi dan Adiba hanya menggeleng melihat kelakuannya.

"Astagfirullah, kalau bukan adik kandung udah dimutilasi dari jauh-jauh hari," batinnya.

"Iya kenapa dek, ini tuh rumah bukan hutan!"ketusnya.

Khanza hanya bisa mendengkus lalu mengalungkan tangannya pada leher Naufal, "lagian siapa juga yang bilang ini hutan, Abang Naufal memang paling ganteng deh dirumah ini. Khanza sayang banget sama Abang, boleh ya, Khanza dan Adiba nebeng untuk ke toko baju. Mau membeli beberapa mukena dan seperangkat alat solat dibayar ngutang, " ucap Khanza.

"Udah kaya ucapan di depan penghulu aja, serius dong dek,! tegasnya.

"Iya, iya, maaf. Jadi gini, khanza kekurangan seperangkat alat solat untuk di sumbangkan ke anak panti asuhan, boleh ya anterin kita berdua," tuturnya dengan mata puppy eyes yang membuat Naufal enggan menolaknya. Lagian apa salahnya jika dia menjadi seorang kakak yang baik menjaga adiknya, eh emang udah tugas seorang kakak kan, ya!

"Yaudah siap-siap sana! Jangan lupa izin Ummi, Abang nunggu di mobil." Naufal meninggalkan Khanza, lelaki itu meraih kunci mobil avanza putih kesayangannya yang tergeletak di atas meja ruang tamu lalu berjalan garasi untuk memanaskan mobil tersebut.

Khanza memanggil adiba sekaligus meminta izin pada Umminya, setelah mendapatkan izin  kedua sahabat itu memasuki mobil yang sudah dipanaskan mesinnya terlebih dahulu oleh Naufal. Sebelum berkendara mereka bertiga merampalkan doa terlebih dahulu, agar Allah senantiasa meridhoi setiap langkahnya.

بِسْمِ اللهِ، الْحَمْدُ لِلَّهِ.. سُبْحَانَ الَّذِيْ سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِيْنَ. وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُوْنَ.. الْحَمْدُ لِلَّهِ، الْحَمْدُ لِلَّهِ، الْحَمْدُ لِلَّهِ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ إِنِّيْ ظَلَمْتُ نَفْسِيْ فَاغْفِرْ لِيْ، فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ

 
"Dengan menyebut nama Allah, segala puji bagi Allah, Maha Suci Tuhan yang menundukkan kendaraan ini untuk kami, padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya. Dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami. Segala puji bagi Allah, Segala puji bagi Allah, Segala puji bagi Allah, Maha besar Engkau ya Allah, Maha besar Engkau ya Allah, Maha besar Engkau ya Allah... Sesungguhnya aku telah menganiaya diriku, maka ampunilah aku. Sesungguhnya tidak ada yang bisa mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau."

***

Disepanjang perjalanan hanya suara radio di dalam mobil yang menemani mereka bertiga, Zidan yang memang saat mengemudikan mobil enggan untuk banyak bicara. fokusnya hanya pada jalan raya saja, gimana nanti kalau udah punya istri yah. pasti membosankan di perjalanan hanya dalam keheningan saja!

Tak membutuhkan waktu lama, akhirnya mereka bertiga sampai di Mall Cihampelas Walk, yang merupakan mall dengan konsep baru pada saat pendiriannya di tahun 2004. Mall ini menawarkan suasana alam yang berpadu dengan bangunan shopping center yang modern. kemudian konsep ini diikuti oleh mall-mall yang muncul belakangan ini. Mall tersebut memberikan nuansa tidak hanya Mall tapi seperti berwisata dengan menikmati alam terbuka, kawasan ini memang dikelilingi pepohonan yang hijau, udara terbuka juga memberikan pengalaman yang berbeda pada pengunjung untuk sekadar nongkrong di mal ini. seperti yang saat ini dilakukan oleh mereka bertiga.

Cihampelas Walk berdiri di atas lahan seluas kurang lebih 3,5 hektar, dengan kontur tanahnya yang bergelombang, hanya sepertiga dari total area merupakan bangunan. Sedangkan dua pertiga sisanya digunakan untuk area parkir.  Area parkir yang disediakan ini bisa menampung kurang lebih sekitar 800 kendaraan, Bagi wisatawan yang menggunakan bus, di sini juga ada lahan yang bisa menampung 8 bus.

Lahan yang kosong lainnya ditumbuhi oleh pohon-pohon secara alami,  beberapa pohon yang tumbuh di sana usianya sudah hampir 10 tahun. Beberapa tanaman baru ditambahkan untuk melengkapi dan menambah atmosfer dalam mall seperti di kota hijau untuk memberikan kesan yang sangat berbeda. Untuk kawasan di kanan gedung utama dinamai Young Street yang terdiri dari toko-toko untuk anak-anak. Adapun yang di sebelah kiri atau kebih dikenal lebih Broadway untuk orang dewasa.  Di blok bangunan ini terdiri dari 150 toko, kafe, restoran, food court, bioskop, dan wahana permainan.

Mereka bertiga berjalan beriringan ke arah sebelah kanan mall untuk mencari pakaian usia anak-anak, saat memasuki toko busana muslim mata Khanza berbinar melihat pakaian anak usia 10 sampai 15 tahun. pilihannya jatuh pada gamis anak dengan motif bunga bewarna dasar putih dikombinasikan dengan pink, sementara Adiba mencari baju koko dan sarung untuk anak laki-laki yang akan diberikan saat acara bakti sosial nanti.

setelah menemani kedua sahabat itu berbelanja, Naufal mengajak mereka untuk mampir ke sebuah tempat makan yang berada di kawasan mall ini. Khanza merengek ingin membeli makanan seafood namun Naufal tidak sama sekali menurutinya, sebenarnya sih tidak tega melihat adiknya yang ingin sekali makanan tersebut. Demi kesehatan Khanza, Naufal rela berdebat dengan kedua orang tuanya. 

Sebenarnya Khanza memiliki alergi terhadap makanan laut, tetapi kedua orang tuanya tidak sama sekali melarang. kecuali, saat mereka makan bersama dengan Naufal pasti dia yang akan menjadi orang pertama menolak kemauan adiknya itu. Adiba merekomendasikan restoran terenak di Cihampelas Walk pilihannya adalah Justus Steak, mereka bertiga duduk di teras restoran.

Seorang pelayan menghampiri ketiganya dan mencatat setiap makanan yang mereka pesan, membutuhkan waktu kurang lebih tiga puluh menit untuk makanan mereka cepat tersaji. pandangan Khanza menyusuri setiap sudut restoran tersebut, matanya berbinar ketika melihat seseorang tengah duduk yang tidak jauh dari tempat duduknya.

Naufal disibukkan dengan email masuk, membuat dirinya tidak fokus pada sekitarnya. Saat Khanza ingin berdiri untuk menghampiri orang tersebut, tangannya ditahan oleh Adiba lalu memberikan kode untuk kembali duduk karena pelayan sudah berjalan kearahnya dengan membawa hidangan yang telah mereka pesan.

Pelayan menata makanan diatas meja, setelahnya langsung pamit undur diri. Khanza mencengkram pisau dan garpu yang tersedia, apa jadinya kalau Khanza yang selama ini pendiam didepan keluarga dengan mudahnya menghampiri lelaki yang bukan mahram. Apalagi ada abangnya, bisa saja nanti lelaki itu langsung bilang pada Abinya akan tambah repot.


(pesenan Naufal fish me to the moon barbeque)

(pesenan Khanza Sirloin Steak with mushrooms sauce, mashed potatoes and balsamic salad) 

(Pesenan Adiba memesan chicken cordon bleu dengan french fries, mix vegetables dan pake saus mushroom.)

***

bab 10 :  1992 kata,
Alhamdulillah beres juga.
Semoga terhibur ya guys, selamat menjalankan ibadah puasa semuanya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro