Bab 5 Perhatian Nathan.

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Perhatian dan sikapmu membuat hati ini nyaman, namun apalah daya jika saat ini belum tumbuh rasa cinta padamu. Memulai hubungan itu sangatlah sulit, apalagi harus mengubur luka yang pernah dialami."

Pintu gerbang berwarna hitam dibuka oleh satpam, Adiba memarkirkan motornya dihalaman rumah Khanza. Setelah mengucapkan salam dan disuruh masuk oleh art, kedua sahabat itu melangkahkan kakinya memasuki ruang tamu. Bik sum, mengatakan jika Ummi Zulaikha sedang pergi kerumah bibinya.

Adiba membantu Khanza memasuki kamarnya, Ummi dan Abi memang sudah menganggap kedua sahabat Khanza seperti putri kandungnya sendiri. Oleh sebab itu Adiba tidak canggung lagi kalau berkunjung kerumah ini, Khanza langsung mengganti pakaiannya sementara Adiba kembali larut dalam pikirannya sendiri.

Setelah mengganti pakaiannya dengan satu set baju santai, Khanza duduk disebelah Adiba lalu menggenggam tangan sahabatnya itu.

"Dib, ko kamu malah melamun?" tanya Khanza.

"Eh, engga ko, sebaiknya kamu istirahat aja sekarang. Apalagi kondisi kamu belum vit saat ini," ucap Adiba dengan raut wajah yang khawatir.

"Khanza baik-baik aja kok, oh iya tadi siapa yang bawa Khanza ke ruang UKS?" tanya Khanza dengan penasaran.

Adiba bingung ingin menjawab apa, kalau dia katakan bahwa yang membawa Khanza ke UKS adalah lelaki yang baru dikenalnya hari ini pasti Khanza tidak akan mempercayainya. Apalagi Khanza sejak masuk kelas selepas upacara enggan untuk berkenalan dengan Nathan yang segitu baik dan perhatiannya.

"Dib, Khanza tanya loh, tapi kok malah melamun."

"Em ... Sebenarnya yang membawa Khanza ke ruang UKS itu," Adiba sengaja menjeda ucapannya dan mencoba untuk merangkai kata dalam benaknya. "Yang bawa kamu ke ruang UKS adalah Nathan," lirihnya.

"Eh, mana mungkin Dib, bukannya anak baru itu tadi sama geng Dave ya," ucap Khanza.

"Kamu pasti engga akan percaya kalau Diba menceritakan semuanya."

"Yaudah ceritakan lah semuanya," ujar Khanza.

Adiba menceritakan waktu dirinya panik melihat Khanza pingsan dan sama sekali tidak ada yang membantu, Adiba tidak menutup kemungkinan bahwa raut wajah sahabatnya itu terlihat tidak percaya dengan ucapannya saat ini.

"Sepertinya Khanza harus berterimakasih pada Nathan, ya walaupun saat dia memperkenalkan diri di kelas Khanza malah tidak menyambut kedatanganya dengan akrab layaknya kalian semua."

"Diba setuju, Khanza wajib berterimakasih pada Nathan. Oh iya di tas kamu kalau tidak salah ada buku catatan Nathan, kamu bisa menulis materi yang tertinggal hari ini. Kalau begitu Adiba pamit pulang ya, Assalammualaikum."

Setelah mengucapkan salam dan pamit ke Khanza, Adiba berjalan keluar kamar sahabatnya itu. Langkah kaki Adiba mengayun menyusuri rumah kediaman Khanza dan mencari pembantu rumah tangga untuk sekedar menitip Khanza dan pamit pulang, setelah itu Adiba kembali berjalan menuju parkiran motornya.

***

Nathan yang sudah geram dengan sikap Mamih Vellisa, setelah kepergian Thasya. Ia hanya bisa membungkam mulutnya, kobaran api kebencian dalam dirinya mulai membara kembali saat mengetahui dalang dari kecelakaan maut adik kesayangannya itu.

Daddy hanya memperhatikan wajah serius Nathan, sebenarnya dia penasaran dengan ucapan putra sulungnya.  Bagaimana bisa setelah dua tahun kepergian putri kembarnya, baru saat ini ada barang buktinya. Selama ini anak buahnya yang telah disewa tidak sama sekali menemukan titik terang, tapi Nathan yang anaknya pendiam dengan cepat mendapatkan bukti rekaman itu.

"Apakah sudah ketemu, Nak?" tanya Daddy.

"Sebentar, Dad, setahu Nathan kemarin sudah di copy ke laptop ini. Tapi kok malah hilang filenya, shirt!" Umpatnya.

"Yasudah, nanti kita selidiki lagi saja." Daddy yang baru saja berdiri dan melangkahkan kakinya terhenti ketika mendengar ucapan Nathan.

"Kalau Nathan katakan jika yang mencelakai Thasya adalah istri tercinta Daddy, apakah akan percaya dengan ucapan putramu ini," ucap Nathan dengan penuh penekanan disetiap ucapannya.

"Maksudmu, Son?" tanya Daddy.

"Sudahlah Dad, mungkin saat ini Nathan belum bisa memberikan barang bukti itu. Tapi percayalah Dad, selama ini sikap baik Mamih hanya sebuah topeng. Jika Daddy tidak mempercayai ucapan Nathan, silahkan cek buku catatan harian yang dituliskan Thasya dikamarnya. Nathan tahu, selama ini Daddy tidak melarang kami untuk jatuh cinta pada sesama. Asalkan kami tidak melanggar apa yang diperintahkan Tuhan, dan tetap menjalankan perintahnya sesuai dengan ajaran al-kitab."

"Kamu tau sendiri Son, Daddy sama sekali membebaskan kalian untuk memilih hidup sesuai keinginanmu. Jangan bilang, putra kesayangan Daddy sudah mulai jatuh cinta nih. Selama ini kan, kamu hanya menjadi seorang kutu buku aja," ucap Daddy.

"Dad, sudahlah, Nathan kan saat ini sedang berbicara perihal kematian Thasya. Tapi kenapa malah mengorek kisah Nathan," elaknya.

"Yasudah kamu istirahat saja, ini sudah beranjak malam. Jangan lupa berdoa dan tunaikan kewajibanmu!" Perintah Daddy.

"Baik Dad, kalau begitu Nathan kembali ke kamar dulu. Oh iya dad, kosongkan waktu luangmu untuk menengok Thasya. Jangan sampai karena adanya Grace, Daddy malah melupakan Thasya."

Setelah memeluk, tak lupa pamit pada Daddynya. Nathan langsung berjalan menuju kamarnya, pikirannya tertuju pada laptop Daddynya yang sudah dipersiapkan video cctv tersebut malah tidak ada sama sekali. Siapa yang berani masuk keruangan pribadi Daddynya, selain Nathan dan pengawal pribadi Daddy.

Ini mustahil jika video itu hilang tiba-tiba, pasti ada seseorang yang dengan sengaja menghapusnya. Sementara di tempat lain, seorang wanita yang tidak muda lagi hanya tersenyum licik. Rahasianya selama ini masih tersimpan rapih, tanpa ada sedikit celah apapun. Jika memang dia mau, mungkin saat ini sudah menjadi hari terakhir Nathan bernapas.

***

Khanza terbangun dari tidurnya, ia bersiap-siap untuk melaksanakan solat tahajjud sebelum azan subuh berkumandang. Sudah rutinitas setelah bangun, Khanza pasti langsung mandi dan mengambil air wudhu. Disaat semua orang masih terlelap tidur, tetapi dirinya malah sibuk mencurahkan isi hatinya pada sang khalik.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

وَمِنَ الَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهٖ نَا فِلَةً لَّكَ ۖ عَسٰۤى اَنْ يَّبْعَـثَكَ رَبُّكَ مَقَا مًا مَّحْمُوْدًا

"Dan pada sebagian malam, lakukanlah sholat tahajud (sebagai suatu ibadah) tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji."
(QS. Al-Isra' 17: Ayat 79).

Setelah mengucapkan salam, Khanza tak rupa mengangkat kedua tangannya seraya berdoa. Mulutnya berzikir menyebut asma Allah dan meminta petunjuknya, menunggu azan subuh berkumandang Khanza selalu menghabiskan waktunya untuk membaca Kalamullah.

Khanza selesai sholat subuh lalu bersiap untuk berangkat sekolah, dia berdiri di cermin memandang tampilannya hari ini. Walaupun masih sedikit pusing tapi Khanza tidak ingin ketinggalan pelajaran kembali, apalagi sebentar lagi acara bakti sosial akan terlaksana.

Dia meraih tas punggungnya dan berjalan menuju ruang makan untuk sarapan pagi, dibawah sudah ada Abi Abdullah, Ummi, dan bang Naufal yang sudah duduk di meja makan.

"Selamat pagi Ummi, Abi, dan Abang!" Teriaknya tepat di sebelah Bang Naufal, ia yang sedang menyuapkan roti bakar kedalam mulutnya tersedak, Ummi menuangkan air ke dalam gelas Naufal lalu memberikannya.  Naufal langsung menerima gelas tersebut dan meminumnya hingga tandas.

"Ya Allah, Dek, jangan dibiasakan perempuan berteriak atau meninggikan intonasi suaranya," ucap Bang Naufal. 

"betul yang dikatakan abagmu, Nduk, tidak baik sebagai perempuan berkata kasar apalagi meninggikan suaranya. sama seperti keledai kalau begitu!" Peringat Abi pada Khanza.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

وَا قْصِدْ فِيْ مَشْيِكَ وَا غْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ ۗ اِنَّ اَنْكَرَ الْاَ صْوَا تِ لَصَوْتُ الْحَمِيْرِ

"Dan sederhanakanlah dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai." QS. Luqman 31: Ayat 19

"Afwan, Bi, Khanza mengaku salah. Terimakasih telah menegur Khanza, Ummi, sarapan untuk Khanza lebih baik di masukan ke bekal saja ya. Soalnya pagi ini Khanza mau berangkat lebih awal," ucapnya lalu meraih susu coklat disamping kanan.

"Ummi, Naufal sudah selesai sarapannya. Kalau begitu Naufal pamit untuk berangkat bekerja ya," pamitnya lalu meraih tangan kanan ummi untuk di cium dan meminta ridho. Begitu juga dengan tangan Abi, Naufal langsung berjalan menuju ruang tamu.

"Abang, tunggu!" Teriak Khanza. Naufal menggelengkan kepalanya, baru saja diberikan ceramah oleh Abi tapi tetap saja Khanza melakukannya.

Sementara Abi dan Ummi hanya mengusap dadanya melihat kelakuan putrinya itu, Khanza meraih kotak bekalnya dan berlari menyusul Naufal. Kedua kakak beradik itu meninggalkan pekarangan rumah untuk memulai aktivitas hari ini, sepanjang perjalanan Khanza diam.

Membutuhkan waktu lima belas menit untuk sampai ke parkiran sekolah SMA negeri 2 Bandung, Khanza membuka pintu mobil dan beranjak dari tempat duduknya. Namun tangannya ditahan oleh Naufal, Khanza mengangkat sebelah alisnya meminta penjelasan kakaknya.

"Kamu lupa untuk salam pada abangmu ini?" Tanya Naufal.

"Hm, iya maaf." Khanza meraih tangan Naufal lalu mencium punggung tangannya, Naufal dengan jahilnya mengacak-ngacak rambut adiknya itu.

"Abang ih, rambut Khanza berantakan!" Ketusnya.

"Biarin, yasudah Abang berangkat mengajar terlebih dahulu. Assalammualaikum," ucap Naufal.

"Waalaikumussalam," ujar Khanza, ia keluar dari mobil dan menutup kembali seperti semula. Naufal meninggalkan sekolah Khanza menuju tempat mengajar.

Adiba yang baru sampai pintu gerbang sekolah langsung berlari mensejajarkan langkah kaki sahabatnya, sepanjang perjalanan menuju kelas keduanya hanya diam.  Yusuf sengaja diam di depan kelas Khanza dan Adiba menunggu kedua gadis itu datang, dari kejauhan Khanza melihat Yusuf langsung memutar tubuhnya dan berjalan ke ruang aula OSIS.

"Loh, Khanza mau kemana." Monolog Yusuf dengan menatap kepergian Khanza.

Adiba memilih untuk tetap memasuki kelasnya tanpa menghiraukan Yusuf di hadapannya, Yusuf heran dengan perubahan sikap Adiba. Hatinya seakan sakit ketika dicuekin, andai Yusuf tau kalau Adiba lebih sakit ketika dia memilih untuk mengejar cintanya Khanza.

Adiba menaruh tas diatas mejanya, ruang kelas XII IPA saat ini memang masih kosong. Hanya ada beberapa siswa-siswi saja yang baru datang, mungkin mereka sedang menghabiskan bekalnya atau sekedar menyibukkan diri di kelas lainnya.

Nathan yang baru saja datang dengan membawa tiga buah coklat Silverqueen di tangannya, dia langsung menaruh tas tersebut di atas meja dan tidak lupa untuk membuka isi tasnya. Tangan kanannya mengambil kotak bekal berwarna purpel dan menaruh tepat disebelah mejanya, Tadi pagi memang Nathan sengaja untuk menyuruh salah satu maid untuk menyiapkan dua kotak bekal yang berisikan sarapan dan makan siangnya.

Setelah itu Nathan menaruh sepuncuk surat tidak lupa dengan ketiga coklat yang dibawanya, mungkin sebagai bentuk perhatian kecil atau apalah itu. Walaupun sedikit pendiam, Nathan memiliki karakter lembut yang belum pernah sama sekali dia tunjukkan kecuali pada Thasya. Nathan memilih untuk ke toilet terlebih dahulu sebelum pelajaran pertama dimulai.

Bel masuk berbunyi, seluruh siswa-siswi SMA negeri 2 Bandung berhamburan memasuki kelas masing-masing. Khanza berjalan beriringan dengan Firdaus menuju kelasnya, setelah sampai di depan kelas Firdaus ijin pamit undur diri pada Khanza. Ia melangkahkan kakinya ke sebrang kelas Khanza, Firdaus memang satu jurusan dengan Khanza tetapi lelaki itu satu kelas dengan Yusuf. Khanza berjalan menuju mejanya, kedua matanya membola ketika melihat kotak bekal diatas meja.

"Ini yang siapa Dib, Sal?" Tanya Khanza pada kedua sahabatnya itu.

"Ya Allah, Za, kalau Salma tau juga engga bakalan diam kali. Mungkin ada pengagum rahasia kamu kali," ujarnya.

"Ye dasar kamu Sal, otak kamu tuh ya dikit-dikit pengagum rahasia. Sok tau banget sih, nah itu bukannya ada sepuncuk surat Za. Coba buka aja dulu, siapa tau ada petunjuknya," tawar Adiba.

"Iya kamu bener juga, nih coklat buat kalian." Khanza memberikan kedua coklat itu kepada sahabatnya. Salma dengan senang hati langsung merebutnya dan menyimpannya di tas, sementara Adiba hanya tersenyum tidak lupa mengucapkan terimakasih.

Pelajaran pertama dimulai, namun Nathan sampai saat ini belum memasuki kelas. Khanza memandangi kursi kosong disebelahnya itu, tidak lama kemudian saat Bu Wilda menerangkan pelajaran di depan pintu kelas terdengar suara ketukan. Nathan meminta maaf telat masuk dikarenakan harus ke toilet dan mengambil buku biografi di perpustakaan, setelah mendapatkan ijin ia duduk disebelah kursi Khanza.

Selamat malam Jumat guys,
Maaf ya baru update lagi, belakangan ini banyak banget tugas di dunia nyata. Dan Alhamdulillah malam ini menyempatkan nulis 1805 kata, padahal udah seminggu yang lalu di draf ada sekitar 400 kata. Tapi apalah daya susah bagi waktunya, eits jangan lupa untuk vote dan comment cerita ini ya😘🤗🤗

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro