Bab 7 Penolong Khanza

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Dalam persahabatan pasti akan ada yang namanya keributan dan masalah, tapi sebagai seorang muslimah sejati menjadi pemaaf itu lebih baik."

Naufal berjalan menuju ke lantai dua untuk memanggil Khanza, sesampainya di depan pintu berwarna krem. Tangan kekarnya meraih gagang pintu, tidak lupa untuk mengetuknya. Namun tiga kali ketukan Khanza sama sekali tidak membuka pintu itu.

Sementara di dalam kamar, Khanza yang baru selesai mandi dan mengganti pakaian mendengar ketukan pintu. Ia sama sekali tidak menghiraukannya, hingga lima menit kemudian Khanza keluar dari kamar mandi dengan pakaian piyama karakter Doraemon. Naufal sangat penasaran kenapa Khanza hingga saat ini masih enggan untuk membuka pintu kamarnya.

Tangan kanan Naufal menekan gagang pintu lalu membukanya, Khanza yang terkejut langsung meraih bedak tabur diatas meja riasnya dan melempar ke arah pintu.

"Maling!!" Teriak Khanza.

"Aw, sadis banget sih kamu sama Abang sendiri, udah gitu malah dibilang maling!" ketusnya.

"Lagian Abang ngapain masuk tanpa ijin?" Tanya Khanza dengan suara ketakutan.

"Jika sudah selesai, langsung ke bawah untuk makan malam. Ummi dan Abi sudah menunggumu dari tadi, oleh sebab itu Abang langsung memanggilmu ke kamar."

"Yaudah Abang keluar sekarang, Khanza mau mengikat rambut terlebih dahulu." Naufal dengan jahil melempar boneka panda yang tidak jauh dari tempatnya berdiri kearah Khanza.

"Ummi, Abang Naufal jahil!" Teriak Khanza.

Sementara Naufal langsung keluar kamar Khanza dengan tertawa terbahak-bahak, Ummi Zulaikha yang baru saja menginjakkan kakinya dilantai dua melihat Naufal tengah tertawa langsung menjewer kupingnya.

"Astagfirullah, ampun Ummi. Kuping Naufal bisa merah bahkan bisa panjang seperti keledai, emang Ummi mau anaknya yang paling tampan dan berkharisma itu menjadi jelek gitu aja."

"Bicaramu suka ngawur, kenapa lama sekali memanggil adikmu. Jangan bilang tadi telponan dulu dengan calonmu itu?" Tanya Ummi dengan sorot mata yang tajam.

"Ummi sayang, jangan suuzan dulu dong sama putramu yang paling tampan ini." Ummi Zulaikha melepaskan tangannya yang ada di kuping Naufal, sementara putranya mengusap kuping yang sudah berwarna merah layaknya kepiting rebus.

"Cepat ke ruang makan dan setelah ini kamu disuruh Abi untuk berbicara di ruangannya!" Perintah Ummi, setelah mengatakan itu Ummi Zulaikha langsung menuruni anak tangga menyusul suaminya yang sudah menunggu di ruang makan.

Naufal melangkahkan kakinya ke kamar terlebih dahulu untuk mengambil ponsel kesayangannya yang sempat di charger, setelahnya langsung menuju ruang makan. Khanza keluar dari kamar dan langsung berlari ke ruang makan, seluruh keluarga Abi Abdullah makan dalam keheningan.

Hanya suara denting sendok dan piring yang begitu nyaring, Khanza yang baru selesai makan langsung meraih gelas disampingnya dan meminum air tersebut hingga tandas. Tangan kanannya meraih buah apel di depannya lalu menggigitnya begitu saja, Naufal melihat kelakuan Khanza yang sama sekali tidak seperti layaknya perempuan anggun.

"Dek, kalau makan apel itu di potong terlebih dahulu. Jangan langsung gigit gitu aja, nanti malah kebiasaan kalau udah rumah tangga."

"Biarin aja, lagian Khanza masih jauh untuk menikah. Bang Naufal dulu aja nikah sana, eh bentar deh emang udah ada jodohnya ya, setahu Khanza kan Abang masih jomblo ngenes," ucap Khanza membuat gelak tawa Ummi dan Abinya.

"Ye, kesian deh ketinggalan informasi terupdate. Abang bentar lagi kan mau mengkhitbah akhwat, kamu tuh yang jomblo ngenes," geramnya, Naufal langsung mengambil bekas piring makannya dan berjalan ke wastafel.

"Sudah-sudah, ini lagi dimeja makan kenapa kalian berdua masih aja ribut. Khanza setelah ini kamu masuk kamar untuk mengerjakan tugas sekolah, jangan lupa setoran hafalan juz 6 ke Ummi besok siang!" Perintah Abi Abdullah.

"Ya Allah, Bi, Minggu ini Khanza ijin untuk tidak menyetorkan hafalannya, ya," pinta Khanza dengan wajah memelas. Naufal yang baru saja masuk ke ruang makan langsung mengisyaratkan pada orang tuanya untuk tidak menyetujui permintaan Khanza.

"Apa kamu mau Abi tambahkan hafalannya hingga ke juz 7, tapi Abi kasih waktu sampai besok ba'da isya?" Tanya Abi Abdullah dengan senyuman.

"Ah, lebih parah itu Bi, yasudah deh besok siang Khanza setoran ke Ummi. Khanza mau masuk ke kamar dulu, selamat malam Abi dan Ummi." Khanza menghampiri kedua orang tuanya, diraih masing-masing tangan keriput keduanya lalu diciumnya.

Sementara Naufal yang baru saja mengulurkan tangan kanannya dengan senyuman jahil Khanza, ia langsung mengigit punggung tangan kakaknya itu. Dengan cepat kakinya berlari menuju ke lantai atas, Naufal yang kesal langsung mengejar Khanza. Abi dan Ummi hanya bisa tersenyum melihat tingkah konyol kedua anaknya.

***

Ditempat lain, seorang laki-laki remaja tengah duduk di balkon kamarnya. Kaki kanannya memangku gitar sedangkan Jari jemarinya memetik senar gitar, mencari kunci gitar yang pas untuk ia mainkan.

Bayangannya kembali saat dirumah Khanza, mengingat senyuman gadisnya itu membuat hati Nathan kembali damai setelah sekian lama dirinya enggan membuka hati pada gadis lain. Bukan karena takut jatuh cinta, melainkan takut terjadi sesuatu buruk pada Khanza.

Nathan masih enggan untuk berbicara banyak pada Mamihnya, walaupun dia sudah melahirkannya namun kekecewaan yang Nathan dapatkan semenjak kecelakaan kematian Thasya. Malam semakin larut, Nathan masih saja terjaga hingga saat ini.

Ia memutuskan untuk ke kamar mandi terlebih dahulu untuk membersihkan dirinya sebelum tidur, setelah keluar dari kamar mandi Nathan berjalan menuju dinding dan berdiri tepat dibawah salib. Kedua tangannya menyatu, matanya terpejam seraya berdoa.

Kedua orangtuanya selalu mengajarkan berdoa sebelum tidur pada Nathan dan Thasya sejak usia dini. Sebab sebagai umat Katolik, berdoa merupakan bentuk rasa syukur atas anugerah dan berkat dari Tuhan. Sudah sepantasnya kita berterimakasih atas kebaikan Tuhan sepanjang hari. 

"Selamat malam Bapa, Tuhan kita Yesus Kristus. Malam ini Nathan akan mengistirahatkan tubuh dan pikiran ini. Nathan memohon berkat-Mu di malam hari ini. Semoga hari esok saat Nathan bangun pagi-pagi untuk kembali memuliakan nama-Mu. Dalam nama Bapa, dan Putra, dan Roh Kudus. Amin," batinnya.

Setelah berdoa Nathan berjalan ke tempat tidur untuk mulai mengistirahatkan dirinya, hari ini menurutnya sudah sangat melelahkan. Bagaimana tidak, setelah kepindahan sekolahnya Nathan harus mengejar pelajaran yang tertinggal. Untungnya IQ Nathan bisa mengimbangi pelajaran di sekolahnya saat ini, Nathan merebahkan dirinya lalu memejamkan matanya.

***

Alarm berdering, namun siempunya masih enggan untuk bangun atau sekedar membuka matanya sebentar. Khanza masih dipembaringan, Ummi Zulaikha sudah dua kali bulak-balik ke kamar putrinya untuk sekedar membangunkannya.

Memang semenjak Khanza bertambah dewasa Ummi selalu mengajarkan untuk mengunci pintu kamarnya setiap malam, tapi lihatlah saat ini Khanza masih tetap tidak membuka pintunya sama sekali. Jika ia membiarkannya, Khanza pasti akan telat untuk sekolah.

Namun suaminya sendiri belum diurus untuk saat ini, Ummi Zulaikha membalikkan tubuh dan pergi ke kamarnya yang berada di lantai bawah. Khanza mengucek kedua matanya dan langsung berjalan perlahan menuju kamar mandi tanpa melihat jam di dinding, setelah melaksanakan ritual paginya Khanza keluar kamar mandi dengan seragam putih abu. Ketika dia duduk di meja rias, betapa terkejutnya melihat pantulan jam yang berada di dinding.

"Ummi ... Khanza telat!" Teriak Khanza.

Dia langsung meraih tas, dompet dan ponselnya. Berlari menuruni anak tangga dengan tergesa-gesa, mencari kesana kemari dimana Umminya saat ini. Dengan geram Khanza langsung menuju dapur dan meminum susu coklat kesukaannya yang sudah disiapkan Ummi, tangan kanannya mengambil buah apel dan dua tumpuk roti bakar lalu memakannya.

Ummi yang baru selesai menjemur pakaian di belakang rumah langsung menghampiri putrinya itu. Dia melihat Khanza yang kesulitan memakai sepatunya, dengan naluri keibuannya. Ummi Zulaikha menghampiri putrinya lalu berjongkok dihadapannya, memakaikan sepatu putri kesayangannya itu.

"Sudah beres, kamu kalau tidur jangan seperti belajar mati. Alarm sudah berdering beberapa kali tapi masih aja dialam mimpi, cepat berangkat sekolah diantar oleh supir sana. Abi dan abangmu sudah lebih dulu berangkat," ucap Ummi Zulaikha.

"Ih, jadi telatkan. Yasudah Khanza berangkat dulu Ummi, Assalammualaikum." Khanza mengucapkan salam sebelum berangkat, tidak lupa untuk mencium punggung tangan Ummi Zulaikha.

Matanya mencari sekeliling pekarangan rumah dimana supir keluarganya itu berada, setelah menemukan mang Asep yang sedang memanaskan mobil langsung saja Khanza menghampirinya dan memasuki mobil sedan hitam itu.

"Mang Asep, ayo berangkat! Khanza udah telat ini," ucapnya.

"Baik non, Khanza." Mang Asep langsung memasuki mobil dan duduk di belakang kemudi, mobil sedan itu meninggalkan pekarangan rumah keluarga Abi abdullah.

Sepanjang perjalanan Khanza terus saja melirik arloginya yang melingkar ditangan kanannya, sesekali menggerutu karena jalanan kota Bandung pagi hari ini sangatlah padat oleh mobil-mobil mewah. Mobil yang dikendarai oleh Mang Asep tiba-tiba berhenti dipinggir jalan.

"Loh,, loh,, Mang Asep ini kenapa mobilnya berhenti?" Tanya Khanza penasaran.

"Anu non, kayaknya mogok nih mobilnya. Tadi pagi Mang Asep cek masih baik non, tunggu sebentar biar dicek terlebih dahulu," tuturnya.

Mang Asep keluar dari mobil lalu memasang segitiga pengaman, Sudah hampir sepuluh menit berlalu namun Mang Asep belum juga menjalani mobil tersebut. Khanza yang kesal langsung keluar dari mobil dan melihat kondisinya.

"Mang, masih lama ya? Khanza bisa telat masuk sekolah nih," ujarnya.

"Maaf non, sepertinya harus dibawa ke bengkel. Bagaimana kalau non Khanza berangkat naik taksi atau ojek online," tukasnya.

"Haduh, yasudah Khanza ambil ponselnya dulu dan tas sekolah terlebih dahulu." Khanza memasuki mobilnya untuk mengambil tas dan ponselnya, seorang remaja dari kejauhan melihat mobil mogok dipinggir jalan. Lalu menepikan motornya dan menghampiri mobil tersebut.

"Pagi pak, kenapa mobilnya?" Tanyanya.

"Ini den, mobil Mamang mogok. Padahal pagi ini buru-buru mau nganterin non Khanza ke sekolahnya," ucapnya pelan.

"Khanza Salsabila," gumam lelaki itu.

"Aden kenal dengan non Khanza?" Tanya Mang Asep.

"Kebetulan banget Khanza adalah temen sekolah saya." Khanza menghampiri Mang Asep dengan seseorang, pandangannya menunduk karena fokus pada ponselnya.

"Za, ayo berangkat bareng,"ajaknya.

"Eh, Yusuf, kok bisa ada disini?" Tanya Khanza.

"Udah nanti saja Yusuf jawab, yang terpenting sekarang kita berangkat bareng sebelum terlambat."

"Ayo, yasudah Mang Asep telpon Abi aja bilang mobilnya mogok biar dibawa ke tempat servis. Kalau gitu Khanza berangkat, assalammualaikum," ucapnya pamit pada mang Asep.

Khanza dan Yusuf berjalan menuju motornya, Yusuf meraih helmnya lalu memakainya. Sedangkan Khanza menunggu Yusuf menstater motor tersebut, setelah siap ia langsung duduk di motor lalu meninggalkan lokasi. Sepanjang perjalanan Khanza hanya diam dan sesekali menjawab pertanyaan Yusuf, sungguh ini rasanya sangat canggung ketika berdekatan dengan Yusuf.

Khanza mencoba untuk menjaga jarak dengannya, namun selalu saja Allah mempersatukan mereka diwaktu tidak tepat. Setibanya di parkiran, Adiba yang baru saja melepaskan helm merasakan hatinya teriris ketika motor Yusuf memasuki parkiran. Pandangannya jatuh pada tangan Khanza yang memeluk Yusuf, raut wajah Adiba memancarkan kesedihan.

Khanza yang melihat Adiba berdiri di depan gerbang sekolah, langsung saja turun setelah Yusuf memberhentikan motornya. Tatapan mereka beradu, Khanza merasa tidak enak karena membuat Adiba terus tersakiti ketika dia kepergok jalan berdua dengan Yusuf.

"Dib, tunggu!" Khanza berlari mengejar Adiba yang baru saja memasuki gerbang sekolah, dalam persahabatan memang selalu adanya percekcokan seperti ini.

Sebisa mungkin Khanza untuk tidak membuat keributan sekecil apapun, namun jalannya persahabatan engga ada yang selalu mulus seperti jalan tol. Selalu banyak liku dan masalah yang dihadapi. Yusuf ingin menghampiri Adiba dan Khanza tiba-tiba tangannya ditarik memasuki ruangan aula OSIS, langkah kakinya mengikuti sahabatnya itu siapa lagi kalau bukan Zidan.


Alhamdulillah selesai juga bab 7 dengan total kata 1754..
Semoga dapat ya feel-nya, maaf banget telat update karena di dunia nyata banyak kesibukan 😢😢..

"Semoga momen Isra Miraj memperkuat amalan kita akan kewajiban salat lima waktu. Jadikan makna dan pemaknaan atas peristiwa Isra Miraj Nabi Muhammad SAW. Bukan sekedar mengucapkan selamat memperingati Isra Miraj Rasulullah SAW. Namun maknai sebagai motivasi diri sendiri untuk lebih mendekatkan diri kepada Sang Maha Pencipta Allah SWT.”

Tidak terasa bulan suci ramadhan sudah di depan mata kita, alangkah baiknya perbanyak shalawat dan memperbaiki diri mulai saat ini untuk menyambut bulan baik 🤗🤗...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro