Bab 8 Salah Paham

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Jika mengedepankan ego, hati dan pikiran akan kalah. Syetan memang mampu mengendalikannya ketika iman kita lengah."

"Dib, tunggu!" Khanza berlari mengejar Adiba yang baru saja memasuki gerbang sekolah.

Nathan yang duduk di depan kelas bersama dengan Dave melihat Adiba yang berlari terburu-buru, raut wajahnya memancarkan kesedihan. Ia langsung menyusul Adiba masuk untuk menenangkannya, dalam persahabatan memang selalu adanya percekcokan seperti ini.

Yusuf ingin menghampiri Adiba dan Khanza tiba-tiba tangannya ditarik memasuki ruangan aula OSIS, langkah kakinya mengikuti sahabatnya siapa lagi kalau bukan Zidan. Yusuf mendorong Zidan dan berlari ke pintu untuk keluar ruangan aula, namun sebelum menggapai knop pintu Zidan langsung menarik kerah leher belakang seragam Yusuf lalu mendorongnya untuk duduk di sofa yang tersedia diruangan.

"Suf, kamu gila hah!" Bentak Zidan.

"Dan, ini salah paham, saya tadi ketemu Khanza di jalan. Dari pada dia telat datang ke sekolah, ya sudah saya memberikan tumpangan padanya, apa salahnya sih membantu teman yang kesusahan."

"Tapi kamu sadar engga sih, kalau Adiba itu suka sama kamu. Oh apa sebenarnya kamu hanya mempermainkan perasaannya Adiba, lelaki bodoh yang ingin melepaskan wanita secantik bahkan akhlaq dan tutur katanya yang baik sepertinya. Kamu lebih memilih Khanza yang jauh dari kata baik!" Sarkasnya.

"Tunggu ... Tunggu.. maksud kamu, Adiba mempunyai perasaan sama saya? Jadi yang dikatakan Khanza itu benar?" Tanya Yusuf.

"Dasar bodoh, sudah tau pernah dijelaskan alasan kenapa Khanza menolak kamu demi sahabatnya. selama ini Adiba selalu menjauh dari kamu bahkan segan untuk berbicara tanpa adanya orang ketiga. Haduh Yusuf, boleh deh kamu jadi juara kelas tapi otak dan hati kamu masih belum sejalan!" Ketusnya.

"Tapi kenapa Adiba engga jujur sih, argh.. sial banget harus terjebak dengan dua hati." Yusuf mencengkram rambutnya menyesali perbuatannya.

Zidan melihat sahabatnya yang sedang frustasi hanya bisa diam, mungkin ini saat yang tepat untuk melepaskan separuh hatinya bersama dengan sahabatnya itu. Zidan dan Adiba sudah sahabatan sejak kecil, namun ketika mereka beranjak dewasa dan tahu aturan Agama membuat keduanya terpisah oleh jarak.

Tidak sedekat dulu, bahkan Zidan pernah mengungkapkan isi hatinya pada Adiba. Namun perempuan itu menolaknya karena menganggap Zidan sebagai kakaknya sendiri, sakit memang ketika orang yang kita cintai lebih memilih sahabat sendiri dan hanya menganggap kita sebagai seorang kakak.

Zidan menepuk bahu Yusuf, "Bahagiakan Adiba, jangan buat dia menangis lagi. Jika memang kamu ingin membuka hati sedikit saja untuknya, dan melupakan Khanza membiarkan dia untuk mencari lelaki yang pantas mendampinginya. Ingat Adiba itu udah seperti adik saya sendiri, sudah cukup kesedihan yang dia rasakan semenjak perceraian kedua orang tuanya. Bahkan dirumah saja Adiba harus menjalani hidup dengan beban dalam hatinya, Bunda selalu melindunginya dan memberikan cinta dan kasih untuk Adiba," jelasnya dengan panjang lebar.

"Kamu benar, Dan, engga seharusnya saya lebih mengejar cinta yang belum tentu terbalaskan. Tapi Adiba jauh lebih baik agamanya, mana mungkin saya bisa mendekatinya. Lebih baik saya lepaskan Adiba dan merelakan dengan lelaki yang baik akhlaqnya," tuturnya.

"Oh, nyali kamu kalau begitu sangat kecil ya. Bagian untuk Khanza rela mengorbankan segalanya, tapi untuk Adiba malah nyerah sebelum berperang. Itu yang dinamakan laki-laki? Ko, Cemen banget, ya!"

"Dan, saya lagi engga mau debat sama kamu ya! Mending ke kelas sebelum bel pelajaran dimulai." Yusuf merapihkan pakaiannya yang sedikit berantakan lalu melangkahkan kakinya meninggalkan ruang aula OSIS, Zidan hanya bisa mengusap dada melihat perilaku sahabatnya. Sepanjang perjalanan menuju kelas Zidan hanya bergerutu saja, bibirnya seakan tidak tahan untuk menyumpahi Yusuf. Eh, tapi cowok ganteng seperti dia apakah boleh untuk disumpahi.

***

Sementara dikelas XII IPA 2, Adiba menarik kursi tempat duduknya dengan kasar. Airmatanya luruh begitu saja, Nathan baru saja duduk di depan Adiba melihat Khanza yang sampai depan kelas. Tatapan keduanya beradu, namun Nathan tahu disudut mata Khanza terlihat buliran bening yang bisa jatuh kapan saja.

Khanza tidak tega melihat sahabatnya serapuh ini. Mungkin kesalahannya saat ini memanglah fatal, Khanza mengaku salah karena telah menerima ajakan dari Yusuf.

Langkah kakinya terhenti ketika tangan kirinya dicengkram erat bahkan di tarik oleh Dave keluar kelas, "arghh ... Sakit Dave, jangan kasar dong jadi cowok!" Ketusnya.

"Lebih baik saat ini jauhi dulu Adiba! Oh, jangan bilang kamu sengaja ya, Za, ingin bareng Yusuf?" Tanya Dave.

"Maksud kamu apa sih, Dave! Jaga ya, omongan kamu!" Teriak Khanza, rasanya dia tidak sanggup lagi selalu disalahkan oleh orang sekitarnya.

Nathan sudah mencoba menenangkan Adiba sebisanya, tapi fokusnya teralihkan ketika mendengar teriakan Khanza. Ia langsung berdiri dan berlari keluar kelas, Khanza melangkah mundur hingga tidak menyadari bahwa Nathan dibelakangnya.

Khanza membalikkan tubuhnya, lalu memeluk Nathan begitu saja. Nathan yang awalnya terkejut langsung menetralkan degupan pada jantungnya, diusapnya rambut Khanza lalu mencoba untuk menenangkannya.

"Bawa Khanza pergi," lirihnya.

"Tidak untuk sekarang, ada saatnya Nathan akan membawa Khanza pergi ketempat impian yang selama ini diinginkan. Sekarang kita masuk ke kelas dulu dan belajar untuk meraih prestasi kembali, banggakan orangtua kita yang sudah membesarkan dan mendidik hingga diusia sekarang." Khanza terhipnotis dengan ucapan Nathan, ia mengangguk dan memasuki kelasnya tanpa melihat kearah depan.

Pandangannya terus saja melihat kebawah, bibirnya seakan terkunci. Bel masuk pun berbunyi, sepanjang pelajaran dimulai hingga menjelang istirahat Khanza hanya melamun. Pertanyaan guru tidak dijawab olehnya, pikirannya dibayangi oleh masalah persahabatannya. Haruskah hancur begitu saja, atau masih bisa diperbaiki. Khanza ikhlas jika persahabatan mereka hancur karena salah dirinya sendiri.

***

Salma dan Adiba melangkahkan kakinya meninggalkan kelas. Nathan mengajak Khanza untuk istirahat di kantin, tapi ditolak olehnya. Khanza lebih memilih untuk menyendiri di perpustakaan, Nathan yang tidak tega akhirnya memilih ke kantin untuk membelikan seporsi mie ayam dan jus sirsak. Ia harap Khanza menyukai makanan yang dibawanya, ya walaupun Nathan belum tahu pasti makanan/minuman kesukaan Khanza tapi apa salahnya mencoba.

Salma yang melihat Nathan meninggalkan kantin merasa heran, kenapa ia tidak ikut makan bersama Dave. Tapi mau kemana dia membawa kantung putih, Salma mencoba mengacuhkan Nathan.

"Dib, kita kan udah sahabatan lama. Masa karena kesalah pahaman ini malah hancur persahabatan kita, Salma bukan membela Khanza. Tapi apa salahnya kita bersikap dewasa, dengerin penjelasan dari mulut keduanya. Jangan menghakimi mereka hanya karena dari sudut pandang kamu, yang dilihat belum tentu kebenarannya. Bukannya Salma so tau atau yang lainnya, kamu tau sendiri Khanza orangnya sangat cuek sama laki-laki termasuk Yusuf, mungkin karena kepepet jadinya mereka berangkat sekolah bersama." Salma menjelaskan panjang lebar pada Adiba, yang dijelaskan Salma ada benarnya juga. Namun karena ego Adiba yang tinggi membuat dirinya enggan mendengarkan penjelasan Khanza ataupun Yusuf.

Zidan menghampiri meja yang di duduki oleh Salma dan Adiba, setelah mendapatkan izin dari keduanya Zidan pun duduk di depan Adiba.

"Assalammualaikum, dek Diba," ucap Zidan.

"Waalaikumussalam, Kak Zidan," lirihnya, Adiba sudah tahu pasti kedatangan Zidan akan membahas permasalahannya.

"Engga baik loh marah sama sahabat kamu berlama-lama. Kakak tau kamu sudah dewasa sekarang, tapi alangkah baiknya sesama muslim tidak memiliki dendam dan musuh. Kakak tahu sifat kamu yang lebih mementingkan ego, tapi coba kamu tanya hati kecil kamu. Jangan dibutakan oleh cinta kamu ke Yusuf dan kecemburuanmu terhadap Khanza, Kakak tidak perlu menceramahimu hanya mengingatkan saja." Zidan langsung berdiri dan meninggalkan keduanya. Adiba dan Salma mencoba memahami ucapan dari Zidan, yang diucapkannya tidak sepenuhnya salah.

Rasulullah saw telah bersabda, "Pintu-pintu surga dibuka setiap senin dan hari kamis. Maka ampunilah setiap hamba yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu yang lain, kecuali orang yang mempunyai permusuhan dengan saudaranya. Kemudian dikatakan, "Tundalah kedua orang ini sehingga mereka saling berdamai. Tundalah kedua orang ini sehingga mereka saling berdamai. Tundalah kedua orang ini sehingga mereka saling berdamai".(HR. Muslim)

"Astagfirullah, Sal, ayo cari Khanza. Dia pasti merasa sedih, ini semua salah Adiba. Benar yang diucapkan Kak Zidan, yu, Salma," ajaknya.

Keduanya meninggalkan kantin, Sepenjang perjalanan Adiba merasa terpukul dengan ucapan Zidan. Dia selalu menjadi penenang hati Adiba dikala gundah, memang semenjak duduk di bangku MTS. Zidan selalu melindunginya seperti adiknya sendiri, dia memang anak tunggal berbeda dengan Adiba yang anak pertama namun selalu dibedakan oleh Bunda dan Ayahnya.

***

Nathan menghampiri Khanza yang sedang membaca buku dipojok perpustakaan, tangannya menggenggam buku kimia namun tatapan Khanza kosong bahkan pipinya basah oleh tetesan air matanya. Nathan memegang bahu Khanza lalu meletakkan barang bawaannya di meja, Khanza yang tersadar dari lamunannya langsung menghapus airmatanya dan mencoba tersenyum.

"Sudah tenangkan hati kamu?" Tanya Nathan.

"Alhamdulillah, hati Khanza udah mulai tenang. Eh, kenapa Nathan ada disini? Memang engga makan di kantin bareng Dave?" Tanyanya, Khanza menatap bola mata Nathan.

"Nathan pengen makan bareng sama kamu, nih udah dibeliin mie ayam dan jus sirsak. Semoga kamu suka ya, soalnya Nathan engga tau makanan kesukaan kamu," jawabnya jujur.

"Makasih banyak ya Nathan, yasudah ayo kita makan bareng!" Perintahnya, Nathan langsung membuka bungkusan makanan tersebut dan memakannya bersama. Hanya suara keheningan saja, diantara keduanya.

Setelah beres makan, Khanza membuang bungkusan tersebut ke tempat sampah yang tersedia di perpustakaan. Saat akan membalikkan tubuhnya, tatapan Khanza dan Adiba beradu. Bibirnya seakan keluh ketika melihat wajah cantiknya, bahkan mata sahabatnya sedikit bengkak karena ulah Khanza.

"Khanza, maafkan Adiba yang sudah salah paham sama kamu. Tanpa menunggu penjelasan kamu, Adiba malah marah begitu saja bahkan lebih mementingkan ego," lirihnya.

Khanza yang melihat Adiba menangis langsung memeluk tubuh sahabatnya itu, "ini bukan salah kamu, lagian Khanza juga yang salah karena tidak menolak ajakan Yusuf. Karena kesalahpahaman ini mengakibatkan persahabatan kita hampir hancur, sekarang kita mulai dari awal dan selalu bersama dalam suka duka lagi."

Ketiganya sahabat itu akhirnya berdamai, Nathan sangat senang ketika melihat mereka kembali rukun lagi. Dia sangat ingat ketika Thasya mendapatkan masalah dengan sahabatnya, Nathan selalu menjadi pendengar bahkan menjadi jembatan untuk persahabatan mereka. Hidup itu memang penuh luka-liku, tidak semuanya berjalan lurus layaknya jalan tol. Banyak belokan yang harus dihadapi, bahkan cobaan diantaranya.

Dulu Thasya selalu bercerita jika dikelasnya ia selalu menjadi sasaran pembullyan teman sekelasnya, memang dulu sewaktu SMP Nathan memilih untuk tidak sekelas dengan Thasya. Ia ingin melihat kembarannya itu tidak bergantung pada dirinya, namun apa saat dirinya melepaskan adiknya itu selalu mendapat caci maki dan diasingkan oleh teman-temannya.

Nathan tidak ingin hal itu terulang lagi pada Khanza, ia sangat menyayanginya. Tapi hatinya merasa itu bukan hanya rasa sayang, melainkan hal lain. Entah apa itu Nathan belum pernah merasakannya, baru pertama kali saat berdekatan dengan Khanza jantungnya berpacu dengan cepat.

Apakah Nathan punya riwayat jantung, tapi kalau diraba dari denyut nadinya tidak mengalir secepat jantung. Atau ini yang dinamakan jatuh cinta, tidak mungkin ia mempunyai rasa cinta pada Khanza. Mungkin hanya rasa empati saja, Nathan mencoba mengubur bayangan dalam pikirannya.

Alhamdulillah 1700 kata tuntas juga..
Jangan lupa vote dan comment ya guys, semoga dengan tulisan ini kalian bisa ambil sisi positifnya ☺️💕❤️..

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro