33 | Hubungan Berjarak

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

⚠️ WARNING ⚠️

Cerita ini mengandung unsur kekerasan, LGBT, seksualitas, kata-kata kasar yang tidak layak untuk ditiru. Pembaca diharap bijak.

[pythagoras]

.

.

.

. 

Seperti dugaan Wiku sebelumnya. Hubungannya dengan Alta kembali merenggang. Kali ini benar-benar sangat parah. Alta selalu menghindarinya dimanapun mereka bertemu. Alta tak pernah lagi bicara padanya sejak malam itu.

Setiap Wiku menyapa ataupun mengajak Alta bicara di kelas, Alta tak pernah menjawab. Anak itu memilih pergi. Wiku sangat frustasi karena itu. Dan yang paling aneh adalah disaat hubungannya dengan Alta diujung tanduk, hubungan Alta dengan Raga masih berjalan seperti sebelumnya.

Mereka berdua masih selalu bersama setiap berangkat dan pulang sekolah. Wiku sangat yakin kalau Raga kembali mengancam Alta untuk hal itu. Anak itu memang gila.

"Alta!"

Wiku berlari mendekati Alta yang baru saja keluar dari ruang guru. Alta yang menyadari kehadiran Wiku buru-buru berjalan pergi.

"Alta! Please, berhenti Ta!" seru Wiku mengejar Alta. Kali ini ia benar-benar tak akan membiarkan Alta menghindarinya lagi.

Alta berlari menuju atap sekolah. Wiku mengikutinya. Ia menaiki tangga, membuka pintu atap dan melewatinya. Alta berdiri di pinggir dinding pembatas atap memunggunginya.

Sesaat ia berpikir kenapa Alta pergi kesini untuk menghindarinya. Tapi kemudian ia tersadar, Wiku paham. Alta memang sengaja membawanya kesini.

"Langsung aja apa yang mau lo omongin" Alta berucap.

Langkah kaki Wiku berhenti satu meter di belakang Alta. Sungguh ia ingin sekali memeluk tubuh di depannya itu. Ia tak tahan selama berhari-hari harus didiamkan oleh Alta.

"Ta, jangan kaya gini ke gue. Jangan diemin gue. Jangan—"

"Yang lo lihat dari gue itu apa? Yang lo suka dari gue itu apa?" Alta berbalik dan menatap Wiku.

Wiku terdiam, wajah yang ditunjukkan Alta terlihat sangat frustasi menatapnya.

"Lo ga jijik sama gue, hah? Gue itu udah kaya pelacur, diperkosa sana-sini. Ga tau udah berapa kali tubuh gue dijamah orang-orang kaya mereka. Buat apa lo suka sama gue? Buat apa lo ngejar-ngejar gue sampai segitunya?"

"Alta..."

"Kalaupun lo bener-bener gay, lo bisa cari yang lain. Lo bisa cari cowok yang lebih baik dari gue yang kotor ini. Lupain gue!" suara Alta melirih diakhir kalimat.

Rasanya sakit mendengar Alta berkata seperti itu.

"Ga semudah itu ngerubah perasaan, Alta! Gue suka sama lo karena bener-bener tulus. Gue sayang sama lo, gue mau lindungin lo! Gue ga bisa tanpa lo!"

"Lo bisa, Wi! Lo belum nyoba!" pekik Alta.

"ALTA!" bentak Wiku tanpa sadar. Ia memegang kedua bahu Alta. "Gue ga bisa, Ta! Lo ga tau seberapa sakitnya gue saat lo cerita tentang Raga yang udah nidurin lo. Dada gue sakit, Ta!"

Wiku meremas bahu Alta dengan erat. Alta hanya bisa diam mendengar.

"Gue ga bisa lihat lo sama orang lain. Seenggaknya kalo emang lo ga bisa balas perasaan gue, jangan suruh gue lupain lo! Jangan suruh gue ngejauh dari lo! Gue ga bisa!" Wiku menundukkan kepalanya pada pundak Alta.

Keheningan menyelimuti. Keduanya sama-sama diam. Alta tak tau apa yang harus ia katakan lagi untuk bisa membuat Wiku pergi darinya.

Wiku mengangkat kepalanya. Ia menatap wajah Alta yang terlihat kosong. Entah kerasukan setan mana Wiku dengan berani memajukan kepalanya. Ia mencium bibir Alta. Hanya sekadar menempelkan dan rasanya lembut.

"Alta gue mohon..." ujar Wiku saat selesai. Tubuh Alta tersentak.

Buagh!

Alta melayangkan pukulan ke pipi Wiku. Ia melangkah menjauh. Ditatapnya Wiku dengan pandangan kecewa.

"Lo sama aja kaya Raga!" pekik Alta dan pergi dari atap.

Wiku yang baru sadar apa yang ia lakukan tadi hanya bisa memegangi pipinya yang dipukul Alta. Ia mencium Alta? Mencium bibir Alta?

"Astaga, Alta! Gue ga sadar lakuin itu!"

...

Keadaan kelas lumayan ramai sekarang. Mereka membicarakan tentang festival perayaan hari ulang tahun sekolah yang akan diadakan besok. Baru saja Kenzo mengumumkan kalau akan ada bazar di festival nanti. Dan setiap stand bazar harus diurus oleh beberapa kelas yang sudah terbagi dalam kelompok.

"Anak kelas 10 yang bakal urus bagian minumannya. Jadi, kita bagian makanannya. Kalian ada saran makanan yang bisa kita jual nanti?" ucap Kenzo yang berdiri di depan papan tulis.

"Kalo jualan nasi gitu gimana?"

"Jangan, terlalu berat"

"Fried chicken?"

"Siapa yang bisa bumbuin?"

Tak ada yang menjawab.

"Kalo kaya hotdog, takoyaki, atau corndog gimana? Gue bisa bikinnya" kali ini Navya menyuarakan sarannya.

Kenzo terlihat berpikir sejenak. "Boleh, yang lainnya setuju?"

Beberapa anak serentak menjawab iya. Yang lainnya sibuk dengan urusan masing-masing. Hingga akhirnya ditetapkan saran dari Navya yang akan diambil.

"Ah iya, mungkin dari kalian ada yang mau tampil di acara puncak malamnya. Kalian bisa ngomong ke gue biar bisa gue sampaiin ke OSIS" ujar Kenzo menutup rapat dadakan di kelas tersebut.

Beralih pada tiga siswa yang duduk di bagian belakang. Raga yang mendengar pengumuman dari Kenzo tersebut sontak menatap Alta.

"Ta, ga mau nyanyi di acara nanti?" tanya Raga. Ia tersenyum jahil.

"Nggak!" jawab Alta singkat.

"Loh, kenapa?"

"Ga bisa nyanyi"

"Masa sih? Padahal suara lo enak didenger. Apalagi waktu ngedes—mmph"

Alta menutup mulut Raga dengan tangannya sebelum kalimat kotor itu selesai diucapkan. Raga malah tertawa karena merasa berhasil menjahili Alta. Raut wajah Alta terlihat sangat kesal.

Interaksi keduanya ditatap datar oleh Wiku dari ujung. Dalam hati ia benar-benar panas melihat hal itu. Ingin rasanya mencekik leher Raga sampai anak itu tak bernafas lagi.

...

"Besok gue jemput lagi" ujar Raga sambil tersenyum. Tangannya mengusap rambut Alta dengan penuh perhatian.

"Hm..." timpal Alta.

Senyum Raga memudar. Ia menatap pucuk kepala Alta yang menunduk beberapa saat. Ada yang mengganggu pikirannya sekarang.

"Lo nanti malem ada acara?" tanyanya sambil mengangkat wajah Alta untuk menatapnya.

Alis Alta terangkat sebelum kemudian menggeleng.

"Oke. Di rumah aja, jangan keluar!"

Raga menyingkap rambut yang menutupi dahi Alta dan mengelusnya pelan. Alta sudah mulai terbiasa dengan hal itu, meski masih sedikit aneh.

"Kenapa?" tanya Alta bingung.

"Nurut aja" balas Raga sambil menepuk pipi Alta. Ia mendekatkan wajahnya dengan Alta yang langsung menutup mata. Lucu, pikir Raga. Ia mencium pipi kiri Alta dan menarik tubuhnya.

Alta yang sadar Raga tak mencium bibirnya merasa lega.

"Masuk sekarang. Dan inget jangan keluar rumah sampai besok gue jemput sekolah!"

Meski masih tak mengerti alasan kenapa Raga melarangnya, Alta tetap memasuki rumah. Ia sempat melirik Raga yang masih menatapnya di samping motor sebelum menutup pintu rumah. Raga itu aneh, sifatnya tidak bisa ditebak. Kadang bisa baik, kadang seperti iblis.

Setelah memastikan Alta masuk ke dalam rumah, Raga menaiki motornya. Ia memeriksa ponselnya yang bergetar di saku celana sejak tadi, tapi sengaja ia biarkan. Ada beberapa panggilan masuk dan sebuah pesan dari orang yang sama.

Papa-nya.

Raga memilih membuka pesan yang dikirim sang Papa. Ekspresinya berubah dingin ketika membaca pesan tersebut. Ia menutup ponselnya dan memasukkannya kembali. Raga kemudian pergi dari depan rumah Alta dengan motornya.

| Papa

Kalau kamu ga segera bawa anak itu kemari, Papa yang akan bertindak.

...

Alta memasuki rumah dengan dahi berkerut. Pikirannya masih dipenuhi oleh kata-kata Raga yang melarangnya keluar rumah. Apa alasannya.

"Ga jelas emang..." gumamnya.

"Kakaaaakk~"

Sorang anak kecil berlari kearahnya dan memeluk Alta. Itu Daffa, adiknya. Alta berjongkok mensejajarkan tingginya dengan Daffa.

"Daffa kemana aja sama Mama? Kenapa baru pulang?" tanya Alta. Pasalnya memang selama seminggu lebih Mama dan adiknya itu meninggalkannya sendiri di rumah.

"Daffa diajak Mama jalan-jalan. Naik pesawat. Daffa lihat kanguru, sama ada akuarium besaaarrr banyak ikannya. Terus Daffa juga tidurnya di hotel" cerita Daffa dengan antusias.

Jalan-jalan? Naik pesawat? Tidur di hotel? Kemana Mama dan adiknya pergi sebenarnya.

"Kamu berdua sama Mama aja 'kan?" tanya Alta lagi. Dan dibuat terkejut saat sang adik menggeleng.

"Bertiga. Daffa, Mama sama Om Dirga"

Alta semakin terkejut mendengarnya. Om Dirga? Siapa itu Om Dirga yang dimaksud Daffa?

"Daffa ayo makan dulu!" teriak sang Mama dari dapur.

Daffa langsung berlari menuju suara sang Mama, Alta mengikuti di belakang. Di dapur ia melihat sang Mama yang tengah menaruh dua piring di atas meja makan. Satu di taruh di depan Daffa yang sudah duduk manis di atas kursi. Wanita cantik itu kemudian duduk sambil meletakkan piring satunya dihadapannya.

"Mama sama Daffa abis dari mana? Kenapa Daffa bilang kalian tidur di hotel?" tanya Alta pada sang Mama.

"Berlibur" jawab wanita cantik itu tanpa memandang Alta.

"Terus Om Dirga itu siapa?"

Wanita itu mulai menatap Alta. Tatapan yang tak bisa Alta baca apa artinya.

"Kamu ga perlu tau" ucapnya dan kembali menikmati makanannya.

Tak ada yang Alta tanyakan lagi. Melihat bagaimana sang Mama menjawab, Alta sudah memiliki banyak asumsinya sendiri yang lebih baik ia simpan. Alta pergi dari dapur menuju kamarnya. Lebih baik mengistirahatkan tubuhnya untuk hari ini.

_______________________

Terima kasih untuk yang udah vote dan komen di chapter sebelumnya

Alta itu strong, dia 'kan lakik
ᕦ(ಠ_ಠ)ᕤ

Semangatin Wiku aja yang tertolak lagi
(っ˘̩╭╮˘̩)っ

Kira" Papa-nya Raga mau ngapain ya~

Ku suka baca teori kalian di komentar. Silakan tebak" apa yang akan terjadi. Semua akan terbongkar pada waktunya
_______

Note:
Typo sudah diminimalisir sedikit mungkin. Bila masih bertebaran harap dimaklumi. Jika ada salah kata dalam cerita, kalian bisa menegur dengan kata yang baik dan sopan.

Makasih (~ ̄³ ̄)~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro