20 | Panti Asuhan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

⚠️ WARNING ⚠️

Cerita ini mengandung unsur adegan kekerasan, LGBT, seksualitas, kata-kata kasar, kenakalan remaja yang tidak layak untuk ditiru. Pembaca diharap bijak.

[pythagoras]

.

.

.

.

Akhir pekan telah tiba.

Mobil yang disewa OSIS untuk mengangkut mereka beserta barang-barang yang dibawa ke panti telah berangkat sejak setengah jam yang lalu. Di belakang mobil ada gengnya Ruha yang mengikuti dengan motor. Hal itu memicuh gerutuan beberapa anggota OSIS.

"By, kenapa harus geng biang onar itu sih yang jadi sukarelawan?"

"Iya bener. Lo tau 'kan si Ruha sama kawan-kawannya itu kek gimana?"

Alby menanggapi itu dengan lesuh. Apapun selalu diprotes dan mereka tak mau mencari sendiri.

"Gue yang tanggung jawab kalo mereka bikin masalah," ujar Alby menimpali.

Gerutuan itu masih terus berlanjut sampai mobil mereka tiba di sebuah panti asuhan bernama 'Kasih Bunda'. Ada halaman tempat bermain yang luas dengan anak-anak kecil berlarian kesana-kesini.

Enam anggota OSIS langsung turun begitu mobil berhenti. Mereka segera memindahkan barang-barang dari mobil ke dalam panti. Alby sendiri sudah menghilang entah kemana setelah dipanggil oleh Ibu Panti.

"Alby kayaknya udah akrab banget sama Ibu Pantinya," ujar Mely, si bendahara OSIS.

"Lo ngga tau? Gue denger kabar, Alby dulu pernah tinggal di panti asuhan ini. Dia 'kan anak yatim piatu," timpal Khanza bisik-bisik sambil ikut mengoper barang dari bagasi mobil ke anak laki-laki.

"Serius lo? Tapi bisa-bisanya sekolah di San Juan. Emang yang adopsi dia keluarga kaya ya?"

"Si Alby 'kan dapat beasiswa penuh. Kalo soal keluarganya sekarang gue ngga tau. Tapi tiap hari Alby ke sekolah naik sepeda, ngga mungkin sih kalo kaya..." Khanza melirik sekitarnya yang sepi. Ia mendekat kearah Mely. "...gue pernah denger rumor, katanya nyokap kandung si Alby meninggal karena bunuh diri. Terus bokapnya masuk penjara."

"Za, lo yang serius? Kalo bokapnya di penjara berarti dia bukan yatim piatu dong." Mely tak bisa menutupi keterkejutannya.

Khanza mendengus. "Ya sama aja 'kan?"

"Woi! Kalo ngomongin orang itu di depan orangnya langsung, pake toa sekalian. Cupu banget ngomongin di belakang."

Riko datang mengejutkan dua anak perempuan itu. Khanza dan Mely melirik tak suka dengan kehadiran Riko yang tiba-tiba.

"Gue kasih tau ya, kalian tanpa orang tua kalian sekarang juga bakal jadi yatim piatu. Kasihan banget orang tua kalian, punya anak kok mulut kaya kaleng rombeng. Ga ada attitudenya," cibir Riko dan melenggang pergi sambil membawa barang terakhir.

Khanza dan Mely dibuat kesal bukan main karena hinaan yang Riko lontarkan pada mereka. Semakin membuat mereka memandang buruk anak-anak yang dibawa Alby tersebut.

...

"Anak-anak semuanya, kakak-kakak di depan kalian ini yang udah baik bawain kalian mainan-mainan itu. Dua hari ini mereka mau menginap disini, jadi kalian harus baik-baik ya sama kakak-kakak ini?"

Si Ibu Panti memberi pengertian ke anak-anak panti yang sekarang dikumpulkan dalam satu ruangan luas. Dua belas remaja gabungan anggota OSIS dan anggota Scorpion berdiri berjejer di depan mereka semua. Memasang wajah secerah mungkin.

"Bunda Ara, apa kakak-kakak itu juga bakal main sama kami?" Satu anak perempuan gembul mengangkat tangannya dan bertanya.

"Iya Caca, mereka akan main sama kalian. Sekarang kalian ajak main juga ngga apa-apa."

Balasan dari Ibu Panti itu lantas membuat anak-anak bersorak gembira. Mereka langsung menghambur mendekati anggota OSIS dan Scorpion, satu per satu ditarik keluar untuk diajak bermain bersama.

"Kakak namanya siapa?" tanya seorang anak laki-laki mendekati Alby. Anak itu memiliki mata bulat dan pipi chubby yang kalau dilihat sebelas dua belas mirip Alby.

"Nama kakak, Kak Alby. Nama kamu siapa?" Alby berjongkok mensejajarkan tingginya dengan bocah laki-laki itu sambil memasang senyum.

"Nino. Kakak mau main sama aku?"

Alby langsung mengangguk membuat anak itu tersenyum cerah dan dengan semangat menariknya untuk bermain diluar ruangan.

Dari sudut ruangan yang ditinggalkan Alby, Ruha dan teman-temannya sedang kelimpungan karena anak-anak yang hiperaktif ingin bermain dengan mereka. Riko yang mencoba menahan emosi karena ditarik kesana-kemari oleh dua orang anak. Gamma dan Gaffi yang lempeng-lempeng saja diajak main masak-masakan oleh anak perempuan. Duo Vino dan Alfa lebih menikmati kegiatan bermain mereka dengan anak-anak di halaman.

Sedangkan Ruha, aura kelamnya sedikit membuat anak kecil takut mendekat. Matanya menatap Alby yang bermain dengan beberapa anak kecil di halaman bersama yang lainnya. Ia kira dengan ikut bakti sosial akan ada banyak waktu bersama Alby, tapi bahkan sejak sampai mereka belum ada mengobrol sedikitpun.

"Ru, muka lo lembutin dikit kek! Anak-anak pada takut tuh..." Gamma datang dan menegur Ruha yang hanya berdiri diam. "Si Riko yang spek reog aja bisa akrab sama anak kecil. Lo kenapa sih?"

Gamma mengikuti arah pandang Ruha keluar. "Jangan bilang lo cemburu si Alby main sama anak-anak itu?"

"Gue mikirnya bakal banyak waktu berduaan sama Alby disini, nyatanya enggak." Wajah Ruha berubah mewek.

"Ya lo mikir dong, lo kira ini tempat kencan?"

"Iya iya gue tau. Gue mau susul Alby aja." Ruha mendengus dan pergi keluar untuk ikut bermain bersama Alby dan anak-anak lainnya.

...

"Kak Alby! Kak Alby! Ayo sini kejar!"

Beberapa anak mulai berlari menghindar dengan cepat saat Alby berganti menjadi pengejar. Suara tawa yang riang itu mengundang senyum Alby semakin lebar, ada kebahagiaan tersendiri mendengarnya.

"Kalian larinya jangan jauh-jauh!" teriak Alby.

Ia berhenti berlari sejenak untuk mengatur nafas dan menyeka keringat. Saat dirasa nafasnya sudah cukup membaik, ia kembali akan berlari kalau saja tak ada tubuh tinggi yang berhasil menghalanginya.

"Jangan lari-lari, nanti lo capek!" Ruha berdiri di depan Alby dengan tampang serius sambil berkacak pinggang.

"Tapi mainnya masih seru, Ru," balas Alby. Ia mencoba menghindar dari Ruha untuk kembali mengejar anak-anak. Sayangnya lengannya keburu dicekal oleh Ruha.

"Iya tau seru, tapi nafas lo udah ngos-ngosan gitu."

Ruha menarik Alby ke bangku di pinggir halaman agar Alby bisa beristirahat sejenak karena sejak tadi terus sibuk bermain bersama anak-anak panti. Tapi langkahnya terhenti saat tiba-tiba segerombolan anak kecil menghadang jalannya dengan wajah bersungut.

"Kakak ini siapa ya? Kak Alby mau dibawa kemana?" ujar anak perempuan gembul, Caca sebagai pemimpin.

"Jangan-jangan kakak ini mau culik Kak Alby ya? Mukanya aja mirip penjahat," timpal Nino.

"Siapa yang kalian panggil penjahat, hah?" geram Ruha. Bisa-bisanya wajah tampannya disamakan dengan penjahat.

Wajah garang yang Ruha pasang sontak membuat anak-anak heboh. Mereka terus menerus menyebut Ruha penjahat dan mencoba menjauhkan Alby darinya. Dua anak mendorong Ruha menjauh dan langsung pasang badan di depan Alby.

"Jangan ganggu Kak Alby! Dasar penjahat jelek."

"Pokoknya Kak Alby ngga boleh pergi sama penjahat jelek!"

Anak-anak itu terus mengejek Ruha sampai membuatnya sedikit emosi. Terus beradu mulut dimana Ruha juga tak mau mengalah. Lucu melihatnya, Alby sebagai penonton satu-satunya hanya bisa tertawa.

"Alby, bantuin! Gue dikeroyok!" pekik Ruha yang kini dikerubungi anak kecil sambil dipukuli.

Alby segera memisah mereka satu per satu. "Udah-udah! Kalian main sendiri dulu ya?" ucap Alby.

Wajah anak-anak itu sedikit kecewa karena mereka masih ingin bermain dengan Kak Alby mereka. Tapi pada akhirnya mereka patuh dengan ucapan Alby dan kembali pergi bermain.

"Bisa-bisanya mereka nurut sama lo, sedangkan sama gue malah dikeroyok kaya tadi," gerutu Ruha sambil berdiri membersihkan pakaiannya.

Alby tertawa karena ucapan Ruha, "Kalo sama anak kecil itu harus banyak ngalah, jangan gitu,"

"Itu alasan kadang gue ngga suka sama anak kecil. Mereka suka seenaknya, kalo ngga diturutin bisanya kalo ngga ngamuk ya nangis. Dan yang ngalah selalu yang lebih gede."

"Namanya juga anak kecil, Ru. Waktu lo kecil dulu kakak lo pasti juga banyak ngalahnya."

Yang diucapkan Alby ada benarnya. Waktu ia kecil, kakak-kakaknya selalu mengalah padanya. Entah dari mainan, makanan, atau lainnya. Secara Ruha adalah anak bungsu dari empat bersaudara.

"Lo tunggu sini dulu, gue mau ambil air buat minum," ujar Ruha sambil menyuruh Alby menunggu di sisi halaman.

Ruha lantas kembali ke ruangan sebelumnya, dimana masih ada Riko dan beberapa anak kecil. Ia mengambil dua botol air mineral dari dalam kardus di samping barang bawaan mereka.

"Ruha! Gue mau ngomong bentar!" Riko yang melihat Ruha akan keluar buru-buru mendekat. Ruha langsung menoleh.

"Apa?"

"Ngobrol tempat sepi." Riko menarik Ruha ke sisi lain panti yang sepi jauh dari keramaian anak kecil, dan terutama anggota Scorpion.

"Ada apa sih? Tumben banget lo mau ngomong cuma berdua."

Riko melirik kanan kiri memastikn tak ada orang lain di sekitar mereka berdua. "Ru, lo pernah ke wilayah Alizion baru-baru ini?" tanya Riko dengan suara berbisik. Sontak membuat Ruha terkejut.

"Apa? Enggak lah! Ngapain gue kesana, dari perjanjian udah di larang buat masuk ke kawasan masing-masing," dusta Ruha menghindari kontak mata dengan Riko. Tentu membuat Riko curiga. Ruha bukan tipe orang yang pandai berbohong.

"Lo ngga bisa bohong Ruha, dari wajah lo udah kelihatan banget. Udah, jujur aja. Lo ngapain ke wilayah Alizion? Mau cari masalah?"

Ruha diam tak berkutik.

"Semakin lo diam, semakin gue yakin lo emang kesana. Seenggaknya kasih gue alasan yang bagus. Lo itu Ketua Scorpion Ru! Lo sama si Julian itu yang bikin perjanjian, malah lo langgar sendiri," ujar Riko terus menyudutkan Ruha untuk jujur.

"Gue kesana karena Alby..." ujar Ruha pelan. Dalam hati ia tau pada akhirnya anggotanya akan mengetahui masalah ini.

"Alby? Maksudnya?" Riko masih tak paham.

"Rumah Alby ada di wilayah Alizion, Ko. Gue takut kalo sampai anak-anak Alizion itu apa-apain Alby. Terakhir kali gue ke rumah Alby, gue ketemu Yesa di sana. Lo tau apa artinya? Keberadaan Alby udah diketahui sama Alizion," jelas Ruha.

Sekarang Riko yang dibuat diam karena alasan Ruha. Ia tau jelas bagaimana berharganya Alby bagi Ruha. Keduanya menempel seperti lem. Ruha bahkan tak segan menghajar anak-anak yang mengusik Alby di sekolah. Apalagi kalau sampai diusik Alizion.

"Yang paling gue takutin, Alby juga satu perumahan sama rumah Julian. Gimana gue ngga bolak-balik kesana kalo gitu."

Kali ini Riko sangat terkejut, "Lo serius?"

"Lo mau gue jujur, ini gue udah jujur sejujur-jujurnya. Ngomong-ngomong, lo kenapa bisa tau gue ke wilayah Alizion?" ganti Ruha yang menelisik. Riko tak mungkin tau begitu saja kalau tidak diberitau orang lain. "Pasti ada anggota Alizion yang bilang sama lo soal ini, iya 'kan? Siapa?"

'Mampus, ngga mungkin gue bilang kalo Julian yang kasih tau. Nanti dikiranya gue punya hubungan lagi sama dia' batin Riko.

"Oh, apa Yesa yang kasih tau lo?"

Riko langsung mengangguk cepat. "Iya mantan lo itu yang kasih tau." timpal Riko. Ia berharap Ruha tak curiga dengan ini.

"Tuh anak, kayaknya emang mau semua anggota Scorpion tau soal ini. Untuk sementara gue minta tolong rahasiain ini dari yang lain. Nanti kalo waktunya tepat gue bakal jujur soal ini dan kalian bebas mau kasih gue sanksi apapun," ujar Ruha. Riko hanya mengangguk, ia juga tak berencana memberitau yang lain.

"Ru, lo sesayang itu ya sama Alby? Sampai belain langgar perjanjian yang lo buat sendiri."

Ruha terkekeh mendengarnya, "Lo tanya pertanyaan yang udah jelas jawabannya. Kenapa? Lo iri ngga ada perlakuin lo kaya gue perlakuin Alby? Makanya cari pacar."

"Tolol! Siapa juga yang iri, gue masih lurus. Sekalipun gue belok, gue yang akan jadi pihak dominan!" ketus Riko menimpali.

"Ya gue doain lo belok dan jadi pihak submissive nanti. Hahaha...." Ruha berlari pergi setelah mengucapkan itu dengan Riko yang langsung mengejar di belakang.

"SIALAN LO RUHA!"

Makasih yang udah vote dan komen.

('▽'ʃ♡ƪ)

Masih mau dilanjut kah?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro