6.

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Meskipun hatinya masih tersisa rasa dongkol, Minji tetap memaafkan Taehyung. Seperti yang dia bilang pada pria itu—bahwa dia tidak punya kuasa atas apa yang pria itu rasakan. Biasanya Minji juga masa bodo akan gunjingan orang tentang dirinya, dia sudah biasa mendengar yang lebih parah dari itu. Namun entah mengapa kali ini dia merasa kesal dan kecewa. Yah, mungkin karena dia pernah menganggap Taehyung adalah pria yang berbeda dan baik. Begitulah kalau terlalu sering menebak-nebak personaliti orang sebelum mengenalnya lebih jauh.

Taehyung tampak salah tingkah sendiri. Mencuri pandang ke meja kerja Minji yang kebetulan terletak berhadapan dengan meja kerjanya. Walaupun begitu, suasana bekerja menjadi lumayan kondusif, yang —tentu saja— membuat Yoongi senang. Ternyata penulis lepas itu cepat belajar dan sigap terhadap apa yang dia inginkan kepada buku mereka kelak. Ketika siang hari, setelah mengisi perutnya dengan sup kimchi pedas, mood Minji jadi lebih baik. Dia sudah bisa tersenyum kepada Taehyung yang menawarkan puding cokelat setelah sampai di kantor.

"Aku mewawancarai dirimu dulu, ya, Bos?" ujar Minji yang sudah duduk di sofa, berhadapan dengan Yoongi. Pria itu mengangguk dan meletakkan lembaran-lembaran proposal untuk memakai jasa fotografi mereka.

Hampir satu jam Minji dan Yoongi berbincang tentang foto yang menurutnya cocok untuk tema buku mereka. Setelah berbincang lama, Minji baru tahu kalau Yoongi itu orang yang detil dan ingat semua momen yang telah diambilnya. Bagaimana cara dia membidik dan saat musim apa pun dia masih hapal dengan jelas. Minji menghela napas lega, wawancara singkat itu sesuai dengan ekspektasinya. Baru pada sore hari, dia memasukkan rincian itu satu persatu.

"Besok giliranku kan, Noona?" tanya Jungkook sambil memberikan secangkir kopi kepada Minji. Gadis itu menoleh dan melepas kacamatanya sejenak.

"Belum, kurasa besok aku masih mengerjakan deskripsi Yoongi dulu. Tenang saja, kita masih punya banyak waktu untuk memikirkan hal itu."

Jungkook menghela napas dan duduk memandangi Minji yang lanjut mengetik. Pekerjaannya sudah selesai, tapi untuk kali ini dia tidak ingin pulang cepat karena di luar masih hujan deras.

"Omong-omong, Noona sudah punya pacar?" tanya Jungkook. Minji menghentikan pergerakan lihai jemarinya di papan ketik, lalu mendengus.

"Menurutmu apa kutu buku sepertiku punya pacar?" kekeh Minji, kemudian melanjutkan mengetik.

Jungkook mengedikkan bahu. "Tidak tahu, makanya aku bertanya."

"Payah, kau tidak bisa diajak bercanda," sahut Minji merasa bosan, sementara Jungkook bebas tertawa.

"Maksudku, aku pikir Noona mempunyai pacar," kata Jungkook, menyesap kopinya dan menatap layar monitor.

Minji menyimpan pekerjaan sebelumnya kemudian menyesap kopi. Dia sekarang duduk berhadapan dengan Jungkook yang mulai tertarik dengan sesuatu di ponselnya.

"Kalau kau penasaran sekali, aku tidak mempunyai pacar. Lalu, kau sendiri?"

Jungkook terkekeh, memamerkan barisan geliginya yang rapi kemudian menyibakkan rambutnya asal.

"Tidak ada. Makanya aku sedikit kesal kakakku menyarankan untuk kencan buta. Apa Noona pernah mencobanya? Seru tidak?" tanya Jungkook sungguh-sungguh. 

Well, kencan buta, ya....

Minji jadi teringat usaha kakaknya untuk menyuruhnya kencan buta, bersenang-senang katanya? Omong kosong! Minji tidak percaya itu, menurutnya semua itu hanya buang-buang waktu dan tenaga. Meskipun pemikirannya menentang sekali kencan buta, Minji tidak terang-terangan memberitahu semua itu. Dilihat dari raut wajah Jungkook, sepertinya pria itu menunjukkan rasa tertarik pada kencan buta sekitar 80 persen.

"Belum pernah mencoba, tapi sepertinya mencoba sesekali bukan hal yang buruk, kok," ucap Minji, menghirup kembali kopinya dengan suara yang cukup nyaring. Jungkook tersenyum, indikasi dari perasaan senang ada yang mendukung suara hati kecilnya.

"Huh, coba kau lebih dulu masuk ke sini. Mungkin aku akan lebih banyak cerita masalah percintaanku kepadamu."

Minji tertawa lepas dan mengacak puncak kepala Jungkook karena gemas. Terlihat laki-laki, tapi sebenarnya masih bocah. Begitulah yang Minji tangkap setelah beberapa kali mengobrol bersama Jungkook.

~

Sekalipun hujan deras, Taehyung tetap menuju apartemen kakak sepupunya malam itu. Besok pagi dan seterusnya kemungkinan dia akan jauh lebih sibuk karena bertanggung jawab dengan pihak event organizer untuk pameran nanti. Semenit dia menunggu, pintu apartemen itu akhirnya terbuka juga.

"Eoh, Taehyung?"

"Yah, benar. Apa kabar, hyung?"

"Baik, tentu saja. Yuk masuk—berikan payungnya padaku."

Bogum meletakkan payung di dekat pintu masuk, tepat di depan rak sepatu. Sementara Taehyung membuka sepatu, Irene datang dengan celemek dan sendok sup yang masih terlihat sedikit mengepul.

"Akhirnya kau datang juga," ujar Irene kalem, kemudian kembali ke dapur sementara Taehyung menaruh bungkusan besar di dekat sofa ruang tengah. Dia mencuci kaki dan tangan di kamar mandi kemudian kembali berkumpul dengan Bogum dan Irene yang masih sibuk di dapur.

"Aku pasti akan datang, Noona. Mana mungkin aku tidak ke sini untuk melihat keponakanku." Taehyung mencomot satu strawberry kemudian nyengir dengan sangat lebar.

"Coba saja kalau Ibuku tidak mengantarkan banchan, aku mau tahu apakah kau akan kesini atau—"

"Sudahlah, Sayang. Toh dia sudah ke sini," potong Bogum yang kemudian mengecup puncak kepala Irene. Wanita itu menghela napas dan mencoba tersenyum kepada suaminya, mengelus pelan lengan kekar itu lalu kembali sibuk dengan sup yang belum jadi.

Taehyung mendengus malas. "Tahu kok kalian sudah suami istri, tapi tolong jaga perasaanku yang masih single ini. Bermesraan di depan orang single itu kejam sekali, lho."

Irene menyahut dengan suara tawa yang dibuat-buat. Sepertinya naluri ingin mem-bully adik sepupunya sudah berada di ubun-ubun dengan rentang waktu yang sesingkat itu.

"Makanya, cari pacar," kata Irene sambil meletakkan sup di meja, kini makanan telah sempurna dan mereka satu persatu duduk untuk makan malam.

"Tidak sempat," ujar Taehyung santai, masih mencomot strawberry yang —sebenarnya— disiapkan untuk nanti.

"Beri dia pilihan, Sayang. Kau kan banyak teman perempuan di penerbit," saran Bogum yang membuat Irene mengangguk setuju.

"Benar juga. Kenapa tidak terpikirkan olehku, ya?"

"Itu karena kau hanya memikiran Bogum hyu—astaga kita sedang makan malam, jangan ciuman seenaknya!" keluh Taehyung sebal sambil memasukkan nasi banyak-banyak ke dalam mulut.

Irene terkekeh, sengaja semakin menempel ke suaminya untuk menggoda Taehyung. Tapi semua itu tidak lama karena posisi saling memangku saat makan malam itu lumayan membuat pinggang terasa pegal.

"Kau terlihat sangat urakan, Kim. Kau benar-benar harus cari pacar," ujar Irene sambil menyendokkan sup ke mangkuk kecil dan menyodorkannya pada Taehyung.

Pria itu menerima dan menghirup kuah sup dengan suara bising—dibuat-buat, tentu saja. Sesuatu hal tentang etika di meja makan sangat diperhatikan betul oleh Irene, untuk itu dia sedikit mengernyit sebal dengan cara makan Taehyung yang luar biasa berantakan.

"Aku punya teman, gitaris di sebuah agensi sekitar Cheongdamdong. Kudengar kemarin dia sedang mencari—"

"Tidak, Sayang. Maaf aku harus memotong ucapanmu. Aku baru saja ingat kepada salah satu penulis di tempatku bekerja," kata Irene bersemangat, "dia orang yang cukup rajin bekerja meski bukan pekerja tetap. Selalu mandiri dan aku tidak pernah melihat dia bersama laki-laki."

Hening beberapa saat, Taehyung menjejalkan daging dan kimchi bersamaan ke dalam mulutnya.

"Tak mungkin dia menyukai wanita, kan?"

Irene menatapnya tajam. "Hati-hati dalam bicara, Kim! Aku kenal betul dengan dia."

Taehyung melirik Bogum yang hanya tersenyum kecil, kembali makan dalam diam. Taehyung mengedikkan bahunya dengan santai.

"Kemungkinan itu kan bisa saja terjadi, aku hanya menduga-duga. Sekalian membuka wawasanmu...sedikit," kekeh Taehyung, sekalipun dia mendapatkan tatapan tajam dari kakak sepupunya itu.

"Aku jamin dia tidak seperti itu. Aku akan menyusun rencana pertemuan kalian," kata Irene jauh lebih semangat. Wajahnya lebih merona ketimbang awal kali Taehyung melihat wanita itu tadi.

"Memangnya aku bilang setuju?"

"Patut dicoba, kau kan single. Ini bukan sesuatu hal yang memalukan, percaya padanya," kata Bogum melempar senyum dengan istrinya. Irene tersenyum sampai-sampai hidungnya ikut mengernyit karena gemas.

"Omong-omong, aku bisa kan melihatnya dari foto?" Taehyung penasaran.

"Tidak, tidak. Mana seru kalau seperti itu?"

Kedua alis Taehyung sukses menyatu karena kernyitan di dahinya. "Lalu? Kenapa tidak boleh?"

Irene tersenyum penuh arti. "Karena itu adalah aturan dari kencan buta, Kim."

~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro