Bab 25

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ubah warna background WP-mu ke warna hitam

Happy Reading^^

______


Tinggal memikirkan cara menyingkirkan noda merah di piyama kesukaannya, dia tak tahu apakah harus menggunakan detergen atau sabun mandi. Bella belum mengajarkan caranya mencuci, Evelyn pernah sekali membasuh pakaian ketika main-main dengan busa sabun, tetapi apa itu masih bisa disebut mencuci? Belum lagi tubuh Nicole yang meringkuk di bawah sana, harus Evelyn apakan anak itu?

Melihat Jack yang ikut menatap dirinya, Evelyn bertepuk tangan pelan. Jack bisa membantunya! Perawakan anak lelaki itu lebih tinggi dan besar, tentu tenaga yang dihasilkan pun akan sama besar dengan badan Jack. Evelyn meminta orang di hadapannya untuk mengangkat bagian tubuh atas, sedangkan dia akan membopong kaki Nicole. Di luar dugaan, bobot Nicole yang seukuran dengan Evelyn ternyata berat, Jack perlu beberapa kali mengumpulkan tenaga untuk mengangkatnya, lalu meletakan jasad yang sudah mendingin itu ke salah satu bilik kloset tempat Evelyn membuang sesuatu.

Menarik handuk yang tersimpan di kabinet di bawah wastafel, membersihkan darah yang menggenang di lantai. Sepertinya sudah cukup kata Evelyn pelan, begitu melihat pekerjaan cukup merepotkan itu selesai, kemudian dia menutupi kepala Nicole menggunakan handuk bekas tadi, masih dengan menahan tawa, kemudian menutup pintu bilik rapat-rapat.

"Setelah ini aku ingin kau membantu mencarikan kunci untuk pintu yang ada di lorong. "Mengelus dagunya pelan sembari menatap lantai dingin kamar mandi.

Dia melanjutkan ucapannya saat Jack berkata ia tidak mengerti. Evelyn menjelaskan bahwa ada sesuatu yang tersimpan di sana dan Jack pun mengangguk membenarkan. Mengetahui apa yang ada di balik pintu atau di ruang bawah tanah panti asuhan ini bisa menjadi salah satu cara agar bisa keluar. Maka dari itu, Evelyn serta Jack harus menemukan kunci dengan cara mengelabui Ibu Pengasuh atau Paman.

Jack mengutarakan pendapat, seingatnya kunci semua pintu ada di tangan Ibu Pengasuh, Paman tidak pernah terlihat memegang kunci. Kemungkinan besar ada di kamar wanita dewasa di tempat ini, bisa ada di laci atau lemari, bisa juga di antara kasur, yang paling merepotkan bila kunci berada di saku pakaian Ibu Pengasuh.

Beralih memperhatikan Jack yang kini mengerutkan kening curiga. Evelyn tersenyum lebar hingga gigi depannya tampak. "Pukul hidungku," pintanya segera, memegang hidung melangkah mendekati Jack yang tengah membelalakkan mata.

"Untuk apa? Aku tidak memukul anak perempuan." Jack tentu saja menolak, meski adakalanya ia bertengkar dengan anak perempuan, perkataan orang tua Jack sebelum meninggal masih dipegang teguh. Seorang lelaki tidak melukai perempuan, seberapa pun menyebalkan sikapnya.

Menepuk kening melihat reaksi Jack yang malah memalingkan badan, apa anak itu tidak mengerti maksud Evelyn? Satu-satunya cara untuk menipu Ibu Pengasuh serta membuat alibi darah di pakaian Evelyn adalah cara ini.

"Cepat pukul aku!" Nada suara Evelyn agak meninggi, menarik lengan Jack supaya cepat mendaratkan pukulan di wajahnya. "Kalau tidak dipukul, bagaimana aku bisa mimisan?" Kali ini disertai cubitan kecil di punggung Jack.

Mendapati kesungguhan di kedua bola mata merah itu, Jack akhirnya menurut, ia baru mengerti pemikiran bocah dengan piyama putih bernoda darah yang mulai mengering.

Menarik napas dalam-dalam, menyiapkan kepalan sambil memegang bagian belakang kepala Evelyn. "Jangan menangis karena ini permintaanmu sendiri." Jack mengingatkan sebelum tinjunya mendarat, mungkin Evelyn akan berpikir lagi, tetapi rasanya tidak. Jack menggeleng pasrah ketika Evelyn malah memberikan acungan jempol.

Jika tak ditahan tangan Jack, Evelyn bisa saja terjengkang menubruk wastafel. Gadis kecil itu bisa merasakan nyeri di pangkal hidung dan matanya memanas. Pukulan Jack lebih keras, tak sebanding dengan Nicole yang hanya besar mulut. "Satu kali lagi," ucapnya dengan wajah yang mulai memerah.

Agak kasihan sebenarnya, bagaimanapun juga Evelyn tetap anak-anak. Jack meninju hidung Evelyn sekali, darah seketika meluncur melewati dagu, kini semakin banyak keluar seiring Evelyn menundukkan kepala.

"Dengan ini sempurna," pekik Evelyn, kedua tangannya kini sibuk mengelap hidung, darah yang semula merupakan milik Nicole, kini bercampur dengan cairan berbau besi milik Evelyn.

Mereka meninggalkan kamar mandi berjalan menuju tangga ke lantai satu. Sebelum mencapai anak tangga terakhir Evelyn memosisikan dirinya memeluk tangga, menempelkan sedikit darah di sana, kemudian meminta Jack melakukan tugas selanjutnya setelah Evelyn berhasil.

Evelyn terdiam menatap pintu kamar Ibu Pengasuh, mengingat-ingat rasa sakit kala permukaan kepalan Jack menghantam hidungnya yang mungil dan manis, membayangkan nyeri kepala yang timbul sesudah itu sampai netranya berkaca-kaca.  Menggandeng tangan kanan Jack yang sempat berbisik mengatainya aktor hebat sedari dini.

Pintu terbuka tak lama setelah Jack mengetuk, Ibu Pengasuh yang setengah bangun terkejut bukan main. Mulutnya terbuka lebar menyaksikan aliran darah melincur dari kedua lubang hidung, ia  segera menarik Evelyn ke kamar mandi yang ada di dapur, menggeledah lemari gantung mencari-cari handuk kecil yang ternyata tidak ada. Baru sadar ternyata semua handuk kecuali yang ada di lantai atas sedang dicuci. Ibu Pengasuh mengintruksikan Jack segera menyiapkan handuk kecil yang ada dalam rak paling bawah di kamar Ibu Pengasuh dan es batu, selagi ia membersihkan wajah Evelyn.

Kesempatan untuk Jack, ia sempat berpikir ini tidak akan berjalan semestinya. Entah beruntung atau apa, semua handuk mendadak kotor. Jack harus cepat, menarik laci di meja rias Ibu Pengasuh dan menemukan banyak sekali anak kunci. Mana yang harus ia ambil? Berpikirlah otak, berpikir! Dilihat dari dekat semua kunci berbentuk sama, kecuali satu anak kunci yang memiliki kepala membulat, berbeda dengan lainnya yang berbentuk persegi. Pilih saja yang paling mencurigakan, toh, Jack tidak memang tak tahu yang mana. Meraih handuk di rak bawah lemari, tak lupa menaruh satu bongkah es sebesar kepalan tangan orang dewasa ke mangkuk.

Es dibungkus dengan handuk, pelan-pelan Ibu Pengasuh menempelkannya di area antara alis Evelyn. Es berfungsi untuk membekukan darah yang terus mengalir keluar, ia meluruskan leher Evelyn, jangan sampai terlalu menengadah atau menunduk.

"Evelyn kenapa, Jack?"

Jack menggeleng, berkata tidak tahu menahu perihal mimisan Evelyn. Tangannya ia masukan ke dalam saku celana. Sejak tadi Jack tidak bisa tenang dengan kunci bersamanya, dan kenapa pula Ibu Pengasuh menatap begitu lama? Tetapi untunglah ia segera terbebas ketika perintah untuk kembali ke kamar keluar dari mulut wanita yang sibuk memegang es. Jack berpamitan, lantas melesat, membiarkan Evelyn berduaan dengan Ibu Pengasuh yang memberikan kedipan mata sesaat sebelum Jack berbalik badan.

"Maaf ...." Evelyn menyentuh lutut wanita di sampingnya. "Aku terjatuh ditangga saat ingin mengambil air minum."

"Hem ... Sayang ... apa masih sakit?"

Kepala Evelyn menggeleng pelan, rasa sakitnya sudah agak menghilang setelah dikompres dengan es batu. Mungkin untuk pusing masih ada sedikit, Evelyn  mulai merasakan kantuk menyerang, menengok ke arah jarum jam yang menunjuk angka sebelas malam.

Ibu Pengasuh mengantar Evelyn, mengganti pakaian dengan baju yang bersih. Sesekali ia tertawa kecil mendengar pertanyaan bagaimana cara menghilangkan noda darah. Ibu Pengasuh menjelaskan cara untuk membersihkan bekas darah, tidak terlalu sulit, cukup rendam dengan air garam beberapa saat, jika dirasa sudah cukup lama dapam rendaman aie garam, campurkan perasan jeruk lemon dan garam, kemudian gosok-gosok pada bagian yang kotor, setelah itu barulah memakai deterjen atau sabun mandi.

Begitu rupanya, Evelyn mengecup singkat pipi Ibu Pengasuh, berterima kasih karena mau mencucikan pakaiannya, padahal sudah larut malam, walau ini musim panas mencuci ketika matahari tidak ada tetap saja dingin.

Lelah sekali, Ibu Pengasuh sudah keluar beserta dengan baju kotor. Menatap ke jendela yang sedikit tersibak, langit kembali seperti sediakala, hitam. Evelyn beranjak dari ranjang, bertumpu pada kosen jendela menggunakan dagu. Dia rindu Edward berdongeng sebelum pergi tidur, Evelyn juga rindu masakan Bella, kue-kue panas yang selalu dibuatnya sangat enak. Sebenarnya apa yang terjadi pada keluarganya? Evelyn bertanya-tanya sejak beberapa saat lalu, teka-teki yang diberikan Edward bukan sekedar kalimat-kalimat pembuat pusing biasa. Evelyn menyipit, mendekatkan wajah ke kaca sampai membentuk wajah aneh di jendela.

Menjauhkan diri dari jendela, merangkak ke bawah ranjang, beberapa detik selanjutnya pintu berdecit pelan, kaki berbalut sepatu boot hitam melangkah hati-hati memasuki kamar.

"Orang jahat ...." bisiknya sangat pelan nyaris hanya udara yang keluar dari mulut.

Harus kabur! Apa lagi memang selain itu? Melihat manusia tinggi berdiri di dekat barisan ranjang satunya, tengah memeriksa wajah setiap anak. Evelyn merangkak ke kolong ranjang kedua, menunggu momen ketika orang itu fokus dengan anak lain.

Berhenti! Merapatkan badannya ke lantai, Evelyn mengulang pikirannya agar bisa terlihat seperti lantai saat ini. Orang itu berbalik tepat menghadap ke arah ranjang ketiga di mana Evelyn tepat berada di bawah. Menutup mulut, menahan napas sebisa mungkin, dalam hati Evelyn memarahi siapa pun orang yang bersembunyi di balik topeng tanpa wajah itu.

Bernapas lega, sepasang kaki itu kembali berjalan ke arah barisan ranjang di sisi kiri dari pintu. Sabar Evelyn sabar ... sedikit lagi dia mencapai pintu yang terbuka walau tidak sepenuhnya, pelan-pelan merayap kembali seperti cicak di dinding yang mengintai nyamuk, hanya saja nyamuk kali ini adalah pintu. Dia harus menunggu sampai orang itu di ujung, jantungnya semakin berdebar, oke, Evelyn harus bisa lolos! Merangkak keluar hati-hati sembari mengawasi musuh, tenggorokannya mengering. Evelyn merasa bahwa ia bukanlah penculik atau pencuri, gerak-geriknya seolah sedang mencari sesuatu dan Evelyn memilih kabur, instingnya membunyikan alarm bahaya begitu kuat.

Jika ia seorang penculik, tidak mungkin begitu selektif melihat setiap wajah yang ada, lalu kalaupun pencuri, kenapa tidak memeriksa kamar orang dewasa saja? Apa yang bisa dicuri dari anak kecil selain mainan? Dan yang membuat anak perempuan itu berlari sambil berjinjit mencari kamar dengan nama Jack, merangsek masuk ke dalam selimut hingga si empunya terperanjat dari fase menuju tidur, kemudian memeluk perut Jack gemetar---adalah benda sepanjang satu jengkal yang digenggam kuat orang itu bukan sesuatu yang bisa dianggap remeh.


Evelyn pernah bilang bahwa dia harus latihan bermain dalam gelap? Nah, itulah hasilnya. Tidak ada yang tidak mungkin, manusia itu makhluk yang beradaptasi, sama halnya dengan mata, jika dilatih akan terbiasa dengan cahaya minim. Tetapi, tidak disarankan meniru, ya, teman-teman, apalagi di tempat berbahaya.

Tetap sehat, tetap aman, tetap bahagia!

Selamat menikmati!

Papay!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro