DUA

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Jessy memeluk kedua lutut dan membenamkan wajahnya di sana. Ruang latihan yang terang benderang seolah mengejeknya. Sangat jelas pantulan dirinya di dalam cermin besar. Terlihat berantakan dan menyedihkan. Percakapan Jee dan Rosa terus terngiang.

Jessy mengangkat kepala, menatap dirinya di dalam cermin. Hidungnya merah karena habis menangis. Rambut yang diikat sembarangan tampak acak-acakan. Piamanya berwarna kelabu, menambah suram pemandangan. Jessy berusaha bangun tanpa tongkat. Dia melakukan beberapa gerakan dance, tetapi baru beberapa saat sudah terjatuh. Tubuhnya bergetar menahan tangis yang pecah sesaat kemudian.

Alice menutup mulutnya di ambang pintu. Tangannya yang memegang kamera bergetar. Dia berniat mencari hiburan dengan berkeliling merekam berbagai kegiatan, tetapi malah berakhir menemukan Jessy yang berada di ruang latihan. Tak tahan lagi, Alice memutuskan untuk pergi. Buru-buru dia menghapus air matanya. Gadis itu melanjutkan merekam ke ruang latihan junior-juniornya.

"Kak Alice! Semangat untuk debutnya!" teriak seorang gadis di sudut ruangan. Setelah itu riuh terdengar dari penghuni ruang latihan. Semuanya memberi semangat. Sayang, semangat Alice sudah tenggelam di dasar laut. Dia hanya tersenyum hambar menyambut ucapan itu.

Alice turun ke lantai satu untuk kembali ke dorm. Gedung OMG Entertainment terdiri dari beberapa lantai. Lantai pertama berisi dorm untuk para trainee, yang mana dorm itu berisi dua sampai empat kamar. Dorm milik G-Flower sendiri berisi dua kamar karena anggota mereka hanya empat. Lantai dua untuk ruang latihan, lantai tiga studio, lantai empat dorm artis yang sudah debut, lantai lima untuk kantor karyawan, dan lantai enam adalah ruang meeting dan petinggi-petinggi agensi termasuk Bowo.

Ketika masuk dorm, Alice melihat Jee sedang membaringkan tubuhnya di sofa. Matanya terpejam, telinganya disumpal headset berwarna putih. Alice tidak melihat Rosa. Dia membuka pintu kamar yang dihuni Rosa dan Jee. Rosa tidak ada di sana. Tidak mungkin juga dia masuk kamar Alice dan Jessy. Gadis itu tidak suka masuk kamar mereka karena akan melihat pakaian Alice berserakan.

"Kak, Rosa mana?" tanya Alice.

Tidak ada jawaban, sampai Alice harus melepas salah satu headset di telinga Jee dan mengulangi pertanyaannya.

"Gak tahu." Hanya itu yang keluar dari mulut Jee.

Alice menghela napas mendengar jawaban ketus Jee. "Kak, semua orang sedang kacau. Kakak gak khawatir sama Rosa?"

"Udah, Lice. Gak usah pedulikan pengkhianat itu. Biarkan dia bertindak sesukanya. Dia sudah memilih jalannya sendiri."

"Kakak kenapa jadi begini?"

"Sejak awal, Rosa gak pernah cocok sama kita. Selalu beda pendapat dan tujuan. Dia selalu bermasalah. Aku udah capek."

BRAK!

Rosa menutup pintu dengan kasar. Entah sejak kapan dia datang. Rosa pergi ke kamar tanpa menoleh sedikit pun pada Alice dan Jee. Pintu kamarnya ditutup dengan keras pula. Alice menyusulnya. Dia duduk di tempat tidur tingkat bawah, sementara Rosa sudah membaringkan tubuhnya di atas.

"Setidaknya katakan sesuatu supaya tidak ada salah paham," ujar Alice. "Kamu punya alasan, kan?"

"Semua trainee di sini ingin debut, kan? Itu tujuan mereka datang ke sini."

"Kamu lupa sama janji kita?"

Rosa terdiam sejenak. "Bagiku, janji sahabat hanya dongeng sebelum tidur. Aku tidak percaya."

"Itu karena kamu sendiri yang melanggarnya."

"Karena aku tidak pantas punya sahabat!"

Alice terperanjat ketika Rosa tiba-tiba berteriak dan bangun dari posisinya. Alice sendiri ikut bangun dan melihat Rosa yang sudah menangis sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.

"Kak Jee benar. Pengkhianat sepertiku tidak pantas kalian anggap sahabat. Seorang ambisius akan meraih mimpinya dengan cara apa pun. Sejak kecil, aku terbiasa hidup dalam persaingan. Aku akan dipukuli kalau kalah. Tidak ada yang namanya teman dalam hidupku. Mereka hanya rumput-rumput liar yang harus aku singkirkan kalau aku mau tumbuh dengan baik."

Alice tak bisa berkata-kata lagi. Dia menggigit bibirnya menahan tangis, meski air matanya sudah menganak sungai. Rosa sudah tersedu-sedu. Sementara itu, tubuh Jee merosot di daun pintu setelah menguping semuanya.

***

Bowo kembali mengumpulkan anggota G-Flower. Kali ini lengkap dengan Jessy. Mereka duduk berjejer sambil menunduk di hadapan Bowo, seperti anak-anak nakal yang terciduk guru BK.

"Alice, kenapa kamu mengambil keputusan itu?" tanya Bowo.

"Aku ingin debut bersama Kak Jessy."

Beberapa saat yang lalu, Alice menemui Bowo dan memberi keputusan sampai akhirnya semua anggota dipanggil. Jessy dilibatkan karena dialah penyebab kekacauan.

Bowo memijit pelipisnya. "Bagaimana bisa sebuah grup debut dengan satu anggota? Bagaimana media akan menulis tentang kita? Atau kalian akan memberikan kesempatan ini pada Sirius? Kalau begitu kenapa tidak sejak awal saja kalian mengalah pada mereka?"

Sirius adalah rival G-Flower. Kedua grup itu berkompetisi memperebutkan posisi pertama untuk bisa debut lebih dulu. Bowo mengacak-acak rambutnya frustrasi, sementara gadis-gadis itu hanya bisa menunduk. Jessy mengangkat kepalanya, mencoba untuk bicara.

"Kalian membuatku tampak seperti orang jahat," katanya membuat semua orang kebingungan. "Aku baik-baik saja. Kalian debut saja bertiga."

Mulut Jee menganga, Alice bengong, Rosa menatapnya tak mengerti. Hanya Bowo yang tampak biasa saja.

"Jessy," kata Jee.

"Aku baik-baik saja. Tidak perlu mengasihaniku atas dasar setia kawan. Kalian hanya membuatku yang sudah menyedihkan tampak semakin menyedihkan."

"Jessy, bukan seperti itu."

"Kalian harus debut. Jangan biarkan aku jadi penghalang impian kalian."

Rosa menyela. "Aku tidak mau."

Semua orang terdiam. Tatapannya kompak terpusat pada Rosa.

"Kakak ingin jadi pahlawan yang mengorbankan dirinya demi impian seorang sahabat?" Rosa berbicara sinis. "Sayangnya aku tidak menerima belas kasihan. Kita hancur saja bersama-sama."

Hening. Semua orang bingung dengan ucapan Rosa, sementara gadis itu memutuskan untuk pergi. Bowo semakin frustrasi. "Ada apa dengan isi kepala anak zaman sekarang?"

***

Jessy mengumpulkan teman-temannya di ruang tengah dorm mereka.

"Kita sudah berjalan sejauh ini. Kita tidak bisa berakhir seperti ini, bukan?" kata Jessy. Tidak ada jawaban dari teman-temannya. "Aku bertanya untuk yang terakhir kalinya, apa kalian ingin debut?"

Jessy menatap ketiga temannya bergantian. Mereka masih membisu, sampai akhirnya ketua mereka menjawab, "kita akan debut setelah kamu sembuh."

"Kalian semua tahu, kalau G-Flower gagal debut sekarang, Sirius akan mengambil alih. Debut kita akan tertunda setahun, atau bahkan lebih karena agensi tidak mungkin mendebutkan grup baru dalam waktu berdekatan."

"Tidak masalah asal kita debut dalam keadaan siap."

Jessy menoleh ke arah Rosa yang sedang mengigiti kukunya. "Kalau begitu, ayo kita lakukan sekarang! Kita debut bersama-sama sesuai jadwal."

Jee, Rosa, dan Alice kompak menoleh pada Jessy. "Omong kosong apa lagi ini?" Jee sedikit meradang.

"Aku tidak bisa membiarkan perjuangan kita sia-sia hanya karena aku jadi pecundang."

"Jessy—"

"Aku akan menemui Ayah."

Jessy mengambil tongkatnya, lalu pergi meninggalkan dorm. Tiga temannya masih terdiam, sibuk dengan pikiran masing-masing. Rosa yang pertama kali berdiri dan menyusulnya. Jessy sudah naik lift lebih dulu menuju ruangan Bowo. Alice dan Jee ikut mengejar Rosa yang baru saja akan masuk lift. Mereka menyusul Jessy tanpa percakapan apa pun. Jessy tiba lebih dulu. Bowo terheran-heran melihat kedatangannya.

"Ayah, aku ingin debut," ujar Jessy.

"Apa maksudmu?"

"Izinkan aku debut, Ayah."

Jee, Rosa, dan Alice yang baru saja datang langsung membeku di tempat mendengar perkataan Jessy.

"Dengan keadaan seperti ini?" tanya Bowo.

"Dokter bilang masa pemulihanku sekitar dua bulan, tapi gipsnya sudah bisa dilepas dalam waktu empat minggu. Pada saat debut, kakiku sudah bisa normal tanpa gips."

"Tapi kamu harus syuting video klip. Kamu juga harus latihan untuk debut stage. Saat debut, kamu juga harus menari."

Jessy menelan ludah sebelum kembali berbicara. "Izinkan aku mengaransemen ulang lagunya."

Bahu Bowo merosot. "Apa lagi ini?" katanya, lemas.

Jessy berlutut di hadapan Bowo. "Aku mohon, Ayah."

Jee, Rosa, dan Alice bertukar pandang. Mereka ikut berlutut bersama Jessy. Bowo menganga sambil geleng-geleng.

"Anak-anak ini ... aaaarrrhhh!" Bowo meninju udara kosong, lalu berkacak pinggang. "Kalau lagunya diaransemen ulang, semuanya harus diubah. Dance, MV. Apa kamu juga akan mengubah konsep? Kita tidak punya banyak waktu."

"Aku hanya perlu kepercayaan dari Ayah," kata Jessy lalu menatap teman-temannya. "Juga kalian."

Hening untuk beberapa saat sampai Jessy bersuara lagi. "Beri aku kesempatan sekali ini saja. Jika aku gagal menyelesaikannya sampai waktu yang ditentukan, aku bersedia menerima semua risiko."

"Baik. Katakanlah kamu berhasil menyelesaikan aransemen lagunya. Bagaimana dengan MV? Dance?"

"Untuk MV, Alice akan mengatasinya. Dance … biar aku pikirkan."

Alice melongo sambil menunjuk wajahnya. Jessy menautkan kedua tangannya di dada. "Aku mohon. Biarkan aku berjuang sampai akhir. Lagi pula, aku sudah telanjur berdarah-darah sampai di posisi ini. Kalau aku menyerah sekarang, bukan hanya satu mimpi yang hancur, tapi empat sekaligus." Jessy bicara sambil menangis.

Jee menatap haru padanya. Alice menghapus air matanya dengan cepat, sementara Rosa menggigit bibirnya yang bergetar. Rosa teringat ketika dirinya dipaksa pulang oleh sang ibu. Jessy, Jee, dan Alice menyusulnya ke rumah. Meski mereka diusir oleh ibunya, hanya Jessy yang bertahan. Jessy bahkan tidak gentar ketika ibu Rosa berkata tidak akan mengizinkan Rosa pulang jika dia gagal.

"Kami akan debut dan sukses. Kami berjanji akan membawa Rosa pulang," ujar Jessy saat itu.

Makin besar rasa bersalah Rosa. Dia lupa kalau selama ini dirinya hidup dengan kekuatan dari teman-temannya. Air matanya makin deras berjatuhan. "Tolong biarkan kami berjuang sedikit lagi," katanya ikut menautkan kedua tangan seperti Jessy.

Bowo tidak habis pikir. Dia seperti sedang menyaksikan melodrama di hadapannya. "Terserah kalian saja. Terserah!" ujar Bowo pada akhirnya.

Empat gadis itu mengangkat kepala dengan mata berbinar meski masih berlinang. Mereka saling berpelukan sambil tersenyum lega.

"Tapi kalau tidak first win, kalian akan bubar!" ancam Bowo.

"Bubar setelah debut lebih baik daripada hancur sebelum berperang, bukan?" kata Jessy yang diiyakan oleh teman-temannya.

Bowo geleng-geleng. "Kalian benar-benar anak nakal!" katanya yang kemudian keluar dari ruangan, meninggalkan mereka yang masih berpelukan.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro