SATU

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Ada sedikit retakan di pergelangan kakinya."

Tiga orang gadis dan seorang pria paruh baya membeku mendengar perkataan dokter itu. Jee terus merapal doa dalam hatinya, semoga Jessy baik-baik saja. Namun, kenyataan berkata lain. Alice yang biasanya paling berisik di antara mereka mendadak bisu, tak tahu harus berkata apa. Rosa bengong, sulit memercayai semuanya.

"Anda jangan bercanda," kata Bowo, pemilik salah satu agensi hiburan terbesar di Indonesia, OMG Entertainment.

"Saya tahu ini berat untuk kalian. Jessy akan segera sembuh jika dia beristirahat."

"Berapa lama?"

"Sekitar dua bulan."

Bowo menunduk lesu. Rosa beranjak dari duduknya. Dia keluar dari ruang dokter menuju kamar rawat Jessy. Gadis itu berhenti di depan pintu, menatap Jessy dari balik kaca kecil. Jelas-jelas Jessy sedang asyik membaca novel seolah tidak terjadi apa-apa. Dokter itu pasti salah.

Alice datang memeluk Rosa sambil menangis. "Bagaimana ini? Bagaimana dengan debut kita?"

Jee yang baru saja datang berujar, "di saat seperti ini kamu masih memikirkan debut?!" Alice dan Rosa terperanjat mendengar nada bicaranya.

"Kak Jee ...."

"Kamu gak lihat Jessy di dalam sana?!"

Rosa menyela. "Gak usah sambil bentak-bentak, dong."

Jee terdiam. Bahunya naik turun seirama dengan napasnya yang terasa sesak. Hatinya tersayat melihat Alice yang semakin menangis di pelukan Rosa. Ini pertama kalinya Jee membentak Alice. Selama mereka hidup bersama, Alice tumbuh menjadi anak yang patuh dan bisa diandalkan. Meski terkadang kekanak-kanakan karena Alice adalah yang termuda di antara mereka, Jee bisa mengatasinya dengan baik. Dia tidak pernah membentak Alice sebelumnya, semarah apa pun. Jee dipilih sebagai leader di antara mereka berempat karena dinilai bisa memimpin tim. Usianya juga paling dewasa sehingga dia bisa mengatur anggotanya.

"Tidak seharusnya kita memikirkan ego di saat seperti ini." Kali ini Jee berbicara lirih.

Tiba-tiba terdengar pintu dibuka. Alice buru-buru menghapus air matanya, lalu bersembunyi di balik punggung Rosa.

"Kalian ngapain ribut-ribut di sini?" Jessy menatap bingung pada mereka. Kedua tangannya memegang tongkat, sementara kaki kirinya memakai gips.

"E-enggak." Jee memaksakan senyum lebar, sementara Rosa dan Alice hanya menunduk.

"Kalian habis dari ruang dokter, kan? Gimana katanya?"

Jee, Rosa, dan Alice bertukar pandang. Ketua mereka yang memutuskan memberi jawaban. "Kamu harus istirahat."

"Yes! Aku bisa selesaikan dulu baca novel." Jessy tertawa lebar. "Berapa lama?"

"Sekitar dua bulan."

Tawa Jessy lenyap seketika. Dia menatap teman-temannya bergantian. "Kenapa ... lama sekali?"

Jee menelan ludah sebelum kembali menjawab. Dia sudah memikirkan ini. Menyembunyikan kenyataan bukan pilihan tepat untuk saat ini. Jessy bisa bertindak ceroboh dan memaksakan berlatih. "Cederamu cukup parah. Katanya ada retakan."

"Lalu? Debut kita?"

Semuanya tidak bisa menjawab. Bibir Rosa bergetar menahan tangis, sementara Alice sudah lebih dulu menangis. Jee meraih tubuh Jessy ke dalam pelukannya, menepuk pelan punggung gadis sok kuat yang aslinya rapuh itu. "Jangan pikirkan apa pun. Fokus saja pada kesehatanmu."

***

Mata Jessy menelisik seluruh penjuru ruangan. Duduk di sofa sederhana berwana cokelat. Dia sudah dipulangkan sehari yang lalu. Dorm ini adalah saksi perjuangannya, sejak dirinya pertama kali menginjakkan kaki bersama Jee dan Alice. Mereka dibawa oleh Bowo dari sebuah panti asuhan. Saat itu, Bowo merayakan ulang tahun pernikahannya di sana. Jessy baru berusia sembilan tahun, Jee sepuluh tahun, dan Alice delapan tahun. Ketiganya membawakan sebuah lagu sebagai hadiah untuk Bowo dan istrinya. Bowo jatuh cinta dengan suara anak-anak itu sehingga dia memutuskan untuk membawa mereka ke agensi. Tidak hanya sebagai anak didik, tetapi juga menjadikan mereka anak angkat karena dia dan istrinya belum dikaruniai momongan.

Lima tahun kemudian, Rosa datang melalui audisi. Awalnya, mereka tidak saling kenal. Rosa sulit bergaul karena latar belakangnya dari keluarga terpandang, sementara di asrama itu mereka diperlakukan sama. Kehidupan yang keras bak pelatihan militer. Rosa sering menyendiri, tetapi Alice selalu menguntitnya karena mereka seumuran. Rosa hanya lebih tua beberapa bulan dari Alice. Pada akhirnya mereka menjadi dekat setelah Bowo membentuk tim debut dua tahun kemudian. Rosa yang masa pelatihannya lebih pendek sudah masuk tim debut bersama Jee, Jessy, dan Alice karena kemampuannya.

Tiga tahun lamanya mereka berlatih sebagai tim debut. Suka duka mereka jalani bersama. Rosa nyaris keluar karena tidak mendapat restu orang tuanya. Belakangan diketahui kalau Rosa ikut audisi secara diam-diam. Mereka sampai meminta restu orang tua Rosa bersama-sama. Jessy beberapa kali cedera saat belatih menari, tetapi dia yang paling bersemangat di antara teman-temannya. Dia tidak pernah menyerah sampai akhirnya mendapatkan posisi sebagai main dancer. Alice menjadi rapper, Jee sebagai leader, dan Rosa main vocal. G-Flower atau Girl Flower diajukan sebagai nama grup oleh mereka sebelum agensi yang menentukan. Awalnya nama itu ditolak oleh Bowo. Dia berpendapat kalau "bunga" terlalu feminin, berseberangan dengan konsep swag yang dia ciptakan. Namun, dirinya luluh setelah mendengar penjelasan Alice.

"Bunga tidak semewah bintang yang ada di langit, tapi dia cantik dengan caranya sendiri. Mau dia tumbuh di semak-semak atau lumpur sekalipun, tetap saja dia adalah bunga. Yang namanya bunga pasti cantik di mana pun dia berada." Begitu kata Alice meyakinkan Bowo sampai pria itu mengatakan setuju.

Setiap perjuangan akan membuahkan hasil. Begitu pepatah Bowo kepada anak-anak didiknya. Setelah perjalanan panjang dan berliku, akhirnya tanggal debut G-Flower diumumkan. Lagu sudah selesai rekaman. Mereka hanya tinggal syuting video klip dan melangsungkan debut. Namun, nahas. Kaki Jessy terkilir saat berlatih dance.

Jessy memang anggota yang paling sering mengalami cedera. Dia terlalu bersemangat sehingga sulit mengontrol energinya. Kecelakaan seperti itu sudah biasa bagi Jessy. Biasanya dia beristirahat beberapa hari, setelah itu akan kembali membaik. Namun, kali ini kakinya malah bengkak dan rasanya lebih sakit dari sebelum-sebelumnya sampai Jessy harus dilarikan ke rumah sakit. Jessy masih tidak menyangka dengan keadaan kakinya. Perkataan Jee waktu itu masih sulit dia percaya.

"Aku mau tanya langsung ke Ayah, atau perlu sama dokternya," kata Jessy saat masih di rumah sakit. Namun, jawaban mereka tetap sama.

Jessy tidak bisa beristirahat selama itu. Debutnya kurang dari dua bulan lagi. Bahkan, seharusnya besok mereka sudah mulai syuting video klip. Bagaimana dengan nasib grupnya sekarang? Jessy tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi. Dia hanya bisa menangis sendirian. Alice mengintip dari balik pintu kamar dengan tangis tertahan.

***

"Kenapa cuma kita? Kak Jessy mana?" Alice celingak-celinguk mencari keberadaan Jessy ketika dirinya, Jee, dan Rosa menuju ruangan Bowo.

Jee menghentikan langkah. "Apa dia dikasih tahu?"

Alice dan Rosa angkat bahu. "Mungkin dia nyusul nanti. Masa gak dikasih tahu." Rosa menebak-nebak.

Ketiganya kembali melanjutkan langkah setelah yakin dengan jawaban Rosa. Mereka berdiri di hadapan Bowo yang sudah duduk di kursi kebesarannya. Alice terus melihat ke arah pintu, tetapi yang dia cari tak juga muncul.

"Jessy tidak akan datang," ujar Bowo yang menyadari gelagat Alice.

Tiga gadis itu saling bertukar pandang. "Maksudnya?" tanya Jee.

Bowo menghela napas berat, mengumpulkan kekuatan untuk mengatakan sesuatu yang amat penting. "Kalian akan debut tanpa Jessy," kata Bowo pada akhirnya.

Bak disambar petir di siang bolong, mereka terkejut bukan main. "Ayah jangan bercanda!" Alice langsung melayangkan protesnya.

"Ayah sudah memikirkan ini matang-matang. Ini keputusan yang terbaik."

Jee menyela. "Jessy baru pulang sehari yang lalu. Itu artinya tidak banyak waktu yang Ayah gunakan untuk berpikir."

"Ayah sudah berjaga-jaga sejak Jessy kecelakaan, dan ternyata dugaan Ayah benar. Kemungkinan terburuk yang terjadi. Jadi, sekarang kita persiapkan debut dengan tiga anggota. Alice, kamu rekaman lagi dan ambil bagian Jessy. Untuk formasi dance kalian langsung temui koreografer kalian, Moza."

Alice menggeleng kuat-kuat. "Enggak. Kami hanya akan debut dengan formasi lengkap."

"Jessy tidak mungkin debut dengan keadaan seperti itu. Apa dia bisa syuting dengan kaki digips dan memakai tongkat?!"

Alice terdiam. Bibirnya mengatup rapat dan bergetar. Jee kembali angkat bicara. "Kalau begitu, kita tunggu sampai Jessy sembuh."

"Maksudmu kita menundanya? Tanggal debut sudah diumumkan. Kita juga sudah menandatangani kontrak dengan berbagai acara musik, juga berbagai macam iklan."

Hening sejenak sampai akhirnya Bowo kembali bersuara. "Begini saja. Kita voting. Yang ingin debut silakan angkat tangan."

"Aku tidak akan debut tanpa Jessy!" kata Jee, tegas.

Bowo mengangguk. "Rosa?"

Rosa menelan ludah. Ragu-ragu dia menjawab, "aku ingin debut."

Mata Jee terbelalak. Begitu pun Alice. "Rosa, kamu bilang apa?" kata Jee tak percaya.

"Aku ingin debut," ulang Rosa. Kali ini lebih yakin.

Bowo kembali mengangguk. "Oke. Alice?"

Alice menatap kedua temannya dan Bowo bergantian, sementara tatapan Jee masih terpaku pada Rosa. Dia mencari kebenaran di wajah lugunya. Tidak mungkin Rosa mengatakan hal itu dengan mudah. Jee tidak ingin memercayainya.

"Alice?" Bowo mengulangi pertanyaannya.

"Beri aku waktu."

Jee beralih pada Alice. "Kenapa kamu butuh waktu? Kamu tidak akan debut tanpa Jessy juga, kan? Atau kamu mau jadi pengkhianat seperti seseorang?"

Rosa mengangkat kepalanya yang semula menunduk. Dia menatap pada Jee, begitu pun sebaliknya. Rosa meninggalkan ruangan tanpa sepatah kata pun. Jee mengejarnya, lalu menahan lengan gadis itu.

"Kamu tidak ingin menjelaskan sesuatu?" tanya Jee.

"Semuanya sudah jelas."

"Kamu tidak serius, kan? Kamu tidak akan debut tanpa Jessy."

"Itu sesuatu yang ingin Kakak percayai. Kenyataannya, aku memang ingin debut. Dengan atau tanpa Kak Jessy."

Jee mendengkus. "Sejak awal, anak mami dari keluarga terhormat seperti kamu memang gak cocok sama kami. Akhirnya kamu menunjukkan siapa dirimu."

Rosa mengepalkan kedua tangannya. Tenggorokannya serasa tersumbat sampai suara yang keluar terdengar bergetar. "Terserah." Rosa pergi setelah mengatakan itu.

Di tempat lain, Jessy bersembunyi di balik tembok, menguping pembicaraan. Jessy menyusul mereka setelah mendengar dari Erick kalau teman-temannya dipanggil Bowo. Ketika mereka pergi, Jessy sedang menonton junior-juniornya di ruang latihan. Karena penasaran, Jessy langsung menyusul ke ruangan Bowo. Belum juga tiba di sana, Jessy sudah menyaksukan pemandangan ini. Jessy mendadak pusing dan tubuhnya limbung. Hampir saja terjatuh. Suara yang ditimbulkan dari tongkatnya terdengar oleh Jee. Gadis itu memeriksa ke sumber suara dan melihat punggung Jessy menjauh.

Sementara itu, Alice keluar dari ruangan Bowo seperti orang linglung. Dia berjalan tanpa tujuan dengan tatapan kosong. Kepalanya dipenuhi berbagai pikiran. Kenangan dan kehancuran diputar ulang bergantian.

"Halo, kami adalah G-Flower. Kami berjanji akan bersama-sama sampai akhir."

Mereka berempat tertawa gembira di depan kamera milik Alice saat itu. Alice memang hobi merekam. Sudah banyak jejak perjuangan mereka yang diabadikan melalui video. Alice bahkan sudah menyelesaikan satu buah video yang dia edit untuk hadiah debut grupnya. Video itu berisi perjalanan selama masa trainee hingga debut. Rencananya, video itu akan dia berikan di hari perilisan album, dan akan diputar di konser perdana mereka suatu hari nanti.

"Kami sudah berjanji akan debut bersama-sama," kata Alice pada Bowo di ruangannya, saat Jee pergi mengejar Rosa.

"Alice, seperti inilah dunia yang sebenarnya. Tidak semua benih akan tumbuh subur meski mereka ditaburkan bersama-sama."

"Tapi-"

"Jessy bukan tidak bisa tumbuh dan mekar seperti kalian. Dia hanya butuh sedikit lagi waktu untuk berjuang."

"Kalau begitu, biarkan kami berjuang bersama-sama lagi. Beri kami waktu."

"Mau berapa lama? Kalau kalian gagal debut sekarang, artinya kalian harus menunggu beberapa tahun lagi."

Alice berjongkok sambil menutup telinganya. Menolak suara-suara itu terdengar lagi, lalu menangis tersedu-sedu. Hatinya terkoyak habis. Pikirannya kacau sampai pertanyaan Bowo saja dia lupa cara menjawabnya.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro