26 - kutub yang mengirikan matahari

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Solar menatap sosok sang mentor yang terlihat seperti biasanya, yah, jika ada yang berubah, itu tak lain adalah bertambahnya kantung mata dan garis hitam di wajah Tampan sang mentor, dan..

Dan bertambah frekuensi Taufan meminum obat-obatan yang selalu ia bawa.

Solar mengerutkan alisnya. Sudah lima bulan ia berada dibawah pengawasan Taufan, menjadi murid dari sang 'agen gagal' yang selalu menjadi buah bibir dan histori gelap agensi ini.

Ia sangat ingat betapa besar rasa benci dan kesalnya saat ia pertama kali diperkenalkan kepada sang mentor, sekaligus sang kakak.

Namun kini..

"Hey, bungsu kesayangan, ayo latihan~" ucap taufan sambil mendaratkan tangannya di atas kepala sang adik, mengacak-acak rambut sang adik yang baru saja dikeramas hari ini.

"Jangan acak-acak rambutku!" Keluh Solar disusul dengan tawa puas dari sang mentor.

Senyum tipis terlukis di bibir Solar, rasanya ia sangat menyukai kehangatan ini. Entah sejak kapan, sang mentor telah menjadi bagian yang penting dalam hidupnya.

Entah sejak kapan, rasa kesalnya terhadap taufan telah mengudara, berubah menjadi rasa hormat dan sayang kepada sang saudara yang selalu membimbing dan menjaganya.

"Hey, kau pakai shampo ku ya??" Tanya Taufan, menyadari bahwa aroma rambut Solar terlalu mirip dengan aroma shamponya.

Solar tertegun, ia tak ingin mengakui bahwa.. ehem.. Taufan adalah idolanya.. dan.. ehem..

Dan ia ingin meniru beberapa hal dari sang mentor.

"Shampo ku habis." Ucap Solar, memberikan alasan klasik dengan ekspresi datar.

Ekspresi sang mentor terlihat bingung "tapi kemarin kan baru aku belikan?"

Sial, aku lupa. Batin Solar.

"Y-yah, aku- aku hanya penasaran dengan shampoo mu, tulisannya kan itu shampo agar rambut tidak rontok, jadi aku ingin coba membuktikan apa benar rambutku tak akan rontok." Ucapnya lagi, entah sang mentor akan menerima alasannya atau tidak.

"Kan bisa coba jambak aku aja kalau mau membuktikan, asal kau tahu, walau rontok dan botak sekalipun, mentor mu ini akan selalu menjadi mentor tertampan di galaxy ini" ucap Taufan sambil mendengus bangga.

Solar pun menjambak rambut Taufan.

"Ooow!!!! Murid durhaka- nanti ku azab jatuh ke semen coran ya!" Ucap Taufan mengaduh kesakitan saat rambutnya ditarik.

"Kau kan menyuruhku menjambakmu" jawab solar santai.

Taufan menjewer  telinga sang adik "bukan berarti kau harus benar-benar menjambakku kan, susah payah aku membuat rambutku tidak rontok-rontok lagi" ucap Taufan memelas, mengusap-usap kepalanya sendiri seakan ia baru saja disakiti.

"Rambutmu sering rontok? Faktor umur ya?" Tanya Solar.

Taufan mengusap kepala sang adik dengan sedikit emosi "kau kira aku kakek-kakek??"

"Tapi kau kan bergaul nya dengan kakek-kakek kan" jawab Solar lagi.

Taufan terkekeh, "maksudmu Revan? Haha ya ampun, memang benar dia kakek-kakek tapi aku ini mentormu yang muda perkasa tampan dan bijaksana" ucap taufan lagi, berusaha mengatur nafasnya setelah menertawai komentar sang adik tentang revan.

Solar mengangkat satu alisnya, menunjukan bahwa ia meragukan ucapan Taufan.

"Kalau ada yang mirip dengan teman lansiaku itu, bukankah itu kamu? Sama-sama hobi ngomel dan ngelunjak" ucap Taufan sambil lagi-lagi mengelus kepala sang adik.

"Enak saja! Aku ini muda, kau yang tua. Tapi tak dapat dipungkiri bahwa tinggiku sebentar lagi mengalahkanmu" ucap solar sedikit sombong.

Taufan tertawa  kecil saat mendengarnya, entah sejak kapan jarak antara mereka berdua menjadi sangat dekat seperti ini. Entah sejak kapan sang adik menjadi sosok yang secerah dan sehangat matahari, bukan menjadi sosok yang jaraknya sejauh matahari seperti saat awal mereka bertemu.

"..adikku, dimana topimu?" Tanya Taufan, baru tersadar bahwa sang adik tidak mengenakan topinya.

Solar terdiam, ekspresinya sedikit berubah "dikamar." Ucapnya singkat, sepertinya suasana hatinya sedikit memburuk.

"..eh? Kenapa tidak dipakai? Bukannya itu tanda persaudaraan kalian?" Tanya Taufan lagi, kini ekspresinya sedikit khawatir.

"Kalian?" Tanya Solar, sedikit mengerutkan alisnya.

Ia mendecik, "kau sendiri, kenapa tak memakainya? Bukankah itu simbol ikatan para elemental?" Tanyanya balik pada Taufan.

Taufan tersentak saat mendengar pertanyaannya, langkahnya terhenti sejenak, ekspresinya seperti orang yang diingatkan akan luka lama yang kembali terbuka.

"..aku.." ucapnya ragu.

Solar dapat merasakan perubahan emosi Taufan, ia merasa bodoh karena telah mengangkat topik yang sensitif itu.

"Yah, toh hanya topi. Aku hanya ingin memamerkan rambut indah ku yang mengkilat sehat dan tidak mudah rontok, tidak seperti seseorang yang membutuhkan shampo untuk menghindari kebotakan." Ucapnya sambil menyisir rambutnya dengan tangannya.

"Toh, menurutku menyimbolkan ikatan persaudaraan menggunakan sebuah benda adalah hal yang bodoh, bagaimana sebuah benda mati dapat merepresentasikan sebuah ikatan? Benar-benar konyol" ucapnya lagi.

Taufan tahu betul bahwa ucapan itu dimaksudkan untuk menghiburnya.

Taufan tersenyum, "sepertinya bakat berbicaraku turun kepadamu, oh , kau benar-benar beruntung karena telah menjadi muridku." Ucap Taufan sambil lagi-lagi, entah keberapa kalinya hari ini, mendaratkan tangannya di rambut sang adik.

Solar setuju, tapi sudah pasti dia terlalu gengsi untuk mengakuinya.

"..ngomong-ngomong, bukankah dokter Ying bilang obat itu hanya dapat diminum sehari tiga kali.. dan itu pun dengan dosis satu kali dua tablet.." ucapnya.

Taufan tersentak, ia benar-benar tak menyangka bahwa topik nya tiba-tiba berubah ke arah ini. "Ah..itu, jangan khawatir." Ucapnya sambil merangkul adiknya.

"Jangan lari dari pertanyaanku." Ucap Solar.

Taufan mengacak-acak rambut sang adik "hey, tes nya kan sebentar lagi! Kau harus fokus, calon agen S terbaik" ucap Taufan sambil tersenyum dan memberikan sebuah kartu.

Kartu bergambar kucing himalaya dan cupcake dengan buttercream lemon.

"Apa ini?" Tanya Solar sambil menerima kartu itu.

Taufan menyuruhnya untuk menaruh jempol nya diatas kartu.

Tiba-tiba layar hologram muncul dari kartu itu

[Akses diterima]

[Memproses data]

Mata Solar berbinar dengan rasa kagum dan rasa tertarik, ia menolehkan kepalanya pada Taufan, rasa penasarannya disambut dengan senyuman Taufan dan usapan di kepalanya.

"Ambilah, ini analisis medan tes dan sistem tes, juga beberapa titik yang dapat kau manfaatkan juga analisis tentang berbagai cara yang dapat kau lakukan dengan kekuatanmu nanti" ucap Taufan sambil menyengir.

Solar terdiam, mata silver nya kini seakan berubah menjadi berlian, ya. Karena terlalu kagum. "Ini!! Apa ini bukan kecurangan?" Tanyanya pada Taufan.

Taufan tertawa "hey, aku ini agen gagal dari divisi B, tak mungkin aku tahu tentang tes yang akan dilaksanakan kan? Aku hanya membagikan pengetahuanku tentang tes yang pernah kujalani, dan jangan khawatir, tak ada larangan untuk berbagi pengalaman kau tahu?" Ucap Taufan sambil mengusap kepala sang adik.

"Lagipula, aku tahu betul bahwa gengsimu akan terluka jika aku menggunakan cara kotor untuk memenangkanmu kan? Tenang saja, aku mengenalmu Solar, aku tahu kau lebih daripada pantas untuk duduk di posisi Agen S dengan mengandalkan kemampuanmu sendiri, aku percaya padamu." Lanjutnya.

Manik berlian Solar berbinar. Rasa senang, haru, tidak sabar dan berbagai emosi lainnya bercampur dalam dirinya.

"Dan dengarkan saranku baik-baik. Jangan pernah lepas kendali akan emosimu. Ok? Orang lemah namun tenang memiliki peluang menang yang lebih besar dibanding orang kuat namun dikendalikan oleh emosinya." Ucap Taufan, kini ekspresi serius seorang mentor, ketampanan yang dingin dan profesional, terpampang nyata di wajah tampannya.

Solar mengangguk. Dulu ia enggan mengakuinya, tapi Mentornya itu tahu betul kelemahannya. Ia tahu betul bahwa Solar terkadang tidak cukup tenang.

Ia terdiam, setelah beberapa lama terdiam ia mengangguk dengan penuh determinasi.

Ia akan memenangkan ini.

Ia harus memenangkan ini.

Taufan tersenyum, mendaratkan tangannya di kepala sang adik. "Aku akan selalu mendukungmu, bungsu."

Sosok mentor dan murid nya itu terus melangkah, mengobrol dengan hati yang terbuka, seakan mereka memiliki ruang dan waktu sendiri dan tak menyadari sekitarnya.

Mereka tak menyadari bahwa ada sepasang mata yang menatap mereka dengan dingin.

Namun bukan es kokoh yang dapat menusuk kapan saja yang terpancar dari tatapan itu. Melainkan retakan es rapuh, yang memandang iri, yang memandang dengan penuh kata 'seandainya'.

Manik biru muda itu menatap kedua sosok itu sampai menghilang dari pandangannya. Matanya kembali menatap snack di tangannya.

// Author's note //

Senin ku sudah masuk kuliah lagi, doakan lancar ya!! Sekalian minta doanya biar ngegachanya dapet karakter yang kumau heheheh-

Anyway maap menghilang sedikit lebih lama dibanding biasanya, aku aga bingung sama alurnya harus diapain soalnya hehe

Binge update chapter 26-35 ya, semoga suka, jangan lupa komen

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro