27 - fayyah wotah vaporize

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Pria itu menatap akuarium kecil yang ada di hadapannya. Air yang bersih karena rutin dirawat oleh Gempa membuat ikan-ikan didalam akuarium itu dapat hidup dengan nyaman. Begitu pikirnya. 

manik aquamarine itu menatap ikan baru ke dalam aquariumnya. Ikan Guppy blue grass itu berenang dengan ragu di alam barunya. "..ini rumahmu, Angin." Ucapnya pelan. 

"Rumahmu disini." Ucapnya lagi, manik aquamarine nya itu terlihat sedikit menyala, memantulkan refleksi dari ikan di aquariumnya itu. 

"Hey Ice!" Ucap seseorang dengan ceria. 

Pria yang menggebu-gebu itu duduk disebelah sang adik kembar, "ooh!!! Ikan baru??" Ucapnya tertarik sambil menatap ikan biru yang berenang di habitat barunya. 

Anggukkan terlontar sebagai balasan dari pertanyaan sang kakak kembar, sang pemilik manik aquamarine itu membiarkan Blaze untuk tetap memuaskan rasa tertariknya kepada peliharaan barunya itu. 

"Siapa namanya? Pepsi? Calpis? Ramune??" Tanya Blaze dengan antusias. 

Ice terdiam, menamai hewan peliharaan dengan nama makanan atau minuman adalah kebiasaan seseorang. 

Orang yang dulu sangat dekat dengannya, orang yang dulu selalu sabar menghadapi kemalasannya, dan selalu membela dirinya saat diomeli Gempa karena terlalu banyak makan snack. Orang yang selalu melindungi dirinya dari tatapan tajam Hali saat yang lain sibuk membereskan rumah, dan ia malah rebahan. 

Orang yang terkadang membuat kue dan sengaja menyisihkan porsi ekstra untuk dirinya, orang yang rela menggunakan waktu sibuknya untuk membuatkan snack sehat untuk dirinya.

Orang yang ia kira akan selalu ada disampingnya, sosok kakak yang akan selalu dekat dengannya. 

Teringat dirinya akan sosok yang dahulu sangat dekat dengannya itu, kakak yang seharusnya selalu berada disisinya. Kini memberikan kehangatan juga kesejukannya pada orang lain. 

Bukankah seharusnya itu tempatku? 

Ia terdiam, sampai pundaknya di goyangkah oleh Blaze. "Hey? Nama ikannya siapa? Kok aku nanya ga dikasih jawaban??" Tanya Blaze dengan sedikit kesal. 

Ice menoleh, menatap ikan biru yang terlihat berkilau, "Angin." 

"Huh?" , Ucap Blaze.

"Namanya..Angin" , jawab Ice lagi, ia memasukan beberapa makanan ikan ke dalam aquarium itu. 

Namun entah karena tidak lapar, atau karena belum terbiasa, ikan itu tidak melahap makanan itu. 

"Kenapa tidak dimakan.." gumamnya. 

"Kalau sudah diberikan harusnya dimakan.." ucapnya lagi. 

Blaze sedikit terkejut saat mendengar nama ikan itu. Tentu saja pikirannya langsung tertuju pada seseorang. 

Seseorang yang dahulu sangat dekat namun kini terasa sangat jauh. 

"..apa kau yakin?" Tanya Blaze lagi. Jarang rasanya melihat ekspresi berat seperti itu terlukis di wajah sang Blaze. 

"Yakin tentang apa?" Tanya Ice, tidak mengerti maksud dari sang kakak kembar pengguna elemen api itu. 

"Bukankah menamainya Angin itu.. tidak cocok?" Ucapnya ragu, sedikit jejak kesedihan terdengar dari suaranya. 

"Maksudmu?" Tanya Ice, entah kenapa rasanya sedikit kesal. 

"Angin itu diumpamakan sebuah kebebasan bukan? Thorn selalu bilang kalau Angin adalah bentuk kebebasan." 

"Lalu, seekor ikan, yang akan tersiksa saat ia menyentuh udara, seekor ikan yang terkurung dalam akuarium kecil, seekor ikan yang sangat-sangat bergantung pada air untuk menunjang hidupnya, tidakkah itu ironis untuk memberinya nama 'Angin'?" Tanya Blaze pelan. Ia selalu merasa dirinya tak cocok untuk membicarakan hal-hal seperti ini. 

Ia lebih hebat dalam pertarungan fisik dibanding pertarungan mulut yang serius. 

Namun, ia hanya merasa.. tidak nyaman melihat segala hal yang jadi begini. 

"Aku menaruhnya di akuarium agar ia dapat berenang bebas tanpa bahaya." Ucap Ice, entah kenapa perasaannya terasa getir. 

Logika nya terlalu sadar dan mengerti akan ironi yang dibicarakan oleh sang kakak kembar, karena itulah ia kesal. 

"Ice, apa kau mau begini terus?" Tanya Blaze. Kini ekspresi yang dibalut rasa sakit dan luka terpancar dari wajah sang kakak. Manik Ambernya terlihat menahan kobaran rasa sakit yang ia tahan. 

Sulit baginya untuk menahan semua ini. Sesuai elemennya, rasanya emosinya layaknya api. 

Jika ia terus memendamnya, api itu akan terus-terusan membakar dirinya dari dalam. Meninggalkan rasa pahit dan benci yang nantinya tak dapat terselesaikan. 

"Aku marah pada Taufan, aku juga mengerti kenapa kalian semua marah pada Taufan.." 

"Tapi, apa terus seperti ini itu tidak apa-apa? Memperlakukannya sebagai udara itu tidak apa-apa?" Tanya Blaze, emosinya sedikit meluap. Bahkan menatap sang adik yang selalu memancarkan aura dingin saja tak membantunya. 

"Dia sendiri yang menjauh, dia selalu menghindari kita, dan bertingkah seakan kita hanyalah rekan kerja" jawab Ice. Setiap ucapan yang keluar dari mulutnya itu membuat hatinya sendiri sakit. 

Ia benci dengan kerumitan ini. Ia benci karena ia tidak dapat tidak peduli seperti biasanya. 

Ia benci karena walau ia bertingkah tidak peduli, kakaknya itu tak kembali padanya. 

Kedua kembar yang sangat jarang bertengkar dengan serius itu kini saling membuang wajah. Rasa sakit terlukis di ekspresi kedua bocah itu. 

Kenapa dia masih saja tidak mengerti?

°•°•°•°

"...Hali akan menjadi lawan 1v1 di tes kenaikan pangkat?" Tanya Taufan sedikit terkejut. 

Yaya, Ying, Fang dan Gopal mengangguk dengan kompak. 

"Kau tidak tahu?" Tanya Yaya dengan hati-hati. 

"Tidak ada yang memberitahu kepadaku" ucap Taufan. 

"Maksudku kalian kan saud- sial." Ucap Fang yang dengan cepat memukul mulutnya sesaat setelah ia sadar kalau ia mengucapkan hal yang tidak perlu diucapkan. 

Taufan terdiam, berusaha tidak terpengaruh oleh komentar Fang, "tapi Hali itu yang terbaik dalam pertarungan.." ucap Taufan. 

Pengalaman hidup bersama dari kecil sudah pasti membuat Taufan tahu betul seberapa kuatnya sang kakak. Bahkan walau tanpa menggunakan kekuatan elementalnya, ia dapat menghancurkan pasukan lawan dengan mudah. 

Gerakannya yang gesit dan cepat, serangannya yang tajam dan tangkisannya yang juga cepat. 

"Tapi tentu saja ada beberapa agen S lain yang akan jadi lawan 1v1 , contohnya aku dan Yaya" ucap Fang bangga. 

Taufan memutar maniknya, "aku yakin Solar akan menang kalau melawanmu" 

"Hei!" Omel Fang tak terima. 

"Dan aku yakin, walau Yaya adalah lawan yang kuat , Solar pasti bisa mengalahkannya." Ucap Taufan lagi.

Yaya tertawa kecil "tampaknya kau sangat percaya diri akan kemampuan Solar?" 

"Tapi Hali.." 

"Hey kekuatan kita tidak beda jauh ok?!" Ucap Fang kesal.

"Bukan masalah kekuatan saja.. emosi Solar juga harus dipertimbangkan" ucap Taufan. 

"Saat pertama kali bertemu mereka sudah bertengkar.." jelas Taufan, mengingat hubungan kusut antara sang bungsu dan sang sulung. 

"Haha, aku sedikit banyak tahu tentang hubungan mereka yang tidak akur" tawa Gopal. Ia ingat Gempa yang berkeluh kesah bahwa Hali dan Solar selalu saja bertengkar jika mereka bertemu sendirian. 

"Aku juga mendengar lontaran komentar pahit setiap kali aku membahas tentang Hali ke Solar." Ucap Ying, mengingat Solar yang langsung mendecik setiap nama Hali disebut. 

"Sepertinya aku masih harus mengajari nya beberapa hal tambahan." Ucap Taufan sambil menghela nafas.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro