Clearly

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Dekapannya pada gadis itu semakin erat.

Jimin merasa sesak, dadanya sesak ketika melihat atau mendengar Yoora menangis.

Ia sangat tidak ingin melihat Yoora menangis. Jimin terus berpikir, apa ia mengucapkan perkataan yang salah?

"This is not fake love, i really do love you." Ucap Jimin pelan, ia memeluk tubuh mungil Yoora semakin erat. Takut untuk kehilangan gadis itu.

Yoora mendorong tubuh Jimin sedikit kasar, membuat Jimin mengeryitkan dahinya tidak mengerti.

"Omong kosong. Kau mencintai Jennie, bukan aku. Bukankah itu sudah jelas?" Yoora mengelap air mata di sudut matanya.

Jimin menggenggam kedua lengan Yoora erat, berusaha meyakinkan gadis itu.

"Alu mencintaimu, Yoora-ya. Aku hanya menyukai Jennie. Tidak lebih." Jimin menatap kedua mata Yoora dalam.

"Kau pikir, ada wanita manapun yang ingin kekasihnya menyukai wanita lain selain dirinya? Oh, aku lupa. Mantan kekasih." Ucapnya Yoora seraya menghempaskan tangan Jimin.

Jimin membuang nafasnya kasar. Rahangnya mengeras, sorot matanya berubah menjadi tajam.

"Kau egois." Ucap Jimin diakhiri dengan kekehan yang terdengar seperti sedang merendahkan.

Yoora sedikit terkejut melihat perubahan sorot mata Jimin. Oh, tidak sepenuhnya terkejut. Karena ia sudah tahu sifat asli lelaki itu seperti apa.

"Aku egois? Kau yang egois!" Pekik Yoora. Matanya kembali terasa panas.

Ia sangat mencintai Jimin. Namun, membencinya di waktu yang bersamaan. Sangat.

Bagaimana bisa Jimin menyebutnya egois? Sedangkan dirinya jauh lebih serakah.

"Aku hanya menyukainya, Yoora. Hanya menyukainya!" Bentak Jimin di depan wajah Yoora. Membuat Yoora terkejut. Tentu saja, ibunya ataupun Daniel belum pernah membentaknya seperti ini.

"Tapi aku tidak mau! Aku tidak mau kau menyukainya! Kau egois! Kau brengsek!" Yoora kembali mengeluarkan air matanya.

Tentu saja, hanya menyukai katanya? Sampai mencium dan membelanjakan Jennie dan bahkan memanjakannya layaknya seorang putri.

"Apa kau bilang? Brengsek?" Jimin mengeraskan rahangnya. Menunjukan sorot mata sadisnya.

Yoora menyisir rambutnya kebelakang. Membuat poninya tidak beraturan. Wajahnya pun sama kacaunya dengan poninya.

Jimin membuat hatinya kembali sakit. Harusnya ia tidak datang kesini. Tidak menemui lelaki brengsek yang dicintainya.

"Ini, aku luka Jimin. Bukan hanya di bibir, atau di seluruh tubuhku. Tapi hatiku juga. Dan reaksimu? Reaksimu hanya cemas sesaat. Lihat sekarang.. Kau bahkan sudah tidak peduli lagi." Yoora menunjuk luka di sudut bibirnya dengan penuh emosi.

Tangisnya meledak, ia mengacak-acak rambutnya frustasi. Menyesal kenapa bisa jatuh pada jebakan Jimin.

"Yoora-ya.."

"Aku akan melepaskanmu dengan sepenuhnya. Aku tidak akan mencapuri urusanmu atau apapun itu yang berkaitan denganmu. Aku sudah lelah, lelah dengan semuanya. Menyesal. Menyesal telah mencintai orang yang tak pantas kucintai." Ucap gadis itu setelah meneteskan air mata terakhirnya.

Sebelum Yoora membalikan tubuhnya. Jimin menghela nafas.

"Geure, aku menyukai Jennie. Aku akan melupakanmu. Melupakan Bae Yoora si Aneh itu yang pernah mengisi hatiku. Aku akan mencintai Jennie. Sama seperti aku mencintaimu." Ucap Jimin. (Benar)

Yoora menanggahkan kepalanya tidak percaya. Menatap Jimin sendu, tatapan yang lelah. Jimin tahu itu.

Tiba-tiba, Yoora merasakan sakit di kepalanya. Pusing yang sering ia rasakan tiba-tiba terasa kembali.

Dan, cairan kental itu kembalo menetes dari hidungnya.

Membuat Jimin tekejut, tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"Aku pergi." Ucap Yoora yang kini membalikan badannya.

Sret.

"Kau mimisan.. Biar aku obati du-"

Dengan cepat, Yoora menghempaskan lengan Jimin kasar. Ia sudah muak dengan rasa cemas lelaki itu yang penuh dengan kepalsuan.

"Lepas. Aku tidak akan tertipu lagi dengan kepalsuanmu itu."

Yoora meninggalkan Jimin di kamar. Ia berjalam menuju sofa, mengambil tasnya dan segera keluar dari apartement Yoongi.

----------------

Lelaki berkulit putih pucat itu menelan salivanya dengan susah payah. Begitu menerima tatapan tajam dari seseorang yang duduk di hadapannya.

"Katakan padaku, apa yang ia inginkan dari Yoora?" Daniel melipat kedua tangannya di depan dada.

"Jimin... Ingin hubungannya kembali seperti dulu." Ucap Yoongi.

Daniel terkekeh, "Yoora tidak akan bertindak bodoh. Ia akan menolak lelaki itu dengan terang-terangan."

"Tapi, hyung. Jimin selalu memikirkan Yoora, sampai ia sakit dan tidak sembuh-sembuh hingga hari ini." Ujar Yoongi berusaha meyakinkan Daniel.

Daniel justru menggelengkan kepalanya, "Kau memihak orang yang salah." Ucap lelaki itu.

Yoongi mengeryitkan dahinya tidak mengerti.

"Jimin adalah temanku, satu agensi denganku, satu ruangan di agensi kami. Dan aku sudah menganggapnya sebagai adikku sendiri." Ucap Yoongi seraya menatap cangkir kopi yang sudah mendingin.

"Wajar kau memihaknya, kalian sama-sama seorang player bukan?" Tanya Daniel sarkas.

"Hyung!"

"Jika pun, mereka kembali bersama. Aku sama sekali tidak akan menyetujuinya. Kenapa? Karena Jimin pasti akan mengulang kesalahannya lagi. Itulah seorang player." Ucap Daniel.

"Tapi, Jimin selalu menyebut nama Yoora saat ia tertidur."

"Aku tidak peduli. Dia menyesal? Dan aku merasa puas. Mengerti?" Daniel beranjak dari tempatnya.

Yoongi pun ikut beranjak, "Jimin benar-benar menyukai Yoora. Aku lihat itu, aku lihat dari sorot matanya saat Yoora tidak ada di sisinya."

Daniel terkekeh. Tanpa berniat untuk membalikan badannya sekalipun.

"Aku tidak peduli. Sekalinya menyakiti Yoora, tidak ada ampun bagiku. Biarkan saja dia merasa tersiksa."

Daniel melanjutkan langkahnya. Merasa sangat puas setelah mendengar bahwa Jimin menyesal.

"Hyung. Kenapa kau terdengar seperti menyukai Yoora?" Tanya Yoongi keras. Membuat langkah Daniel terhenti.

Daniel segera membalikan badannya. Menatap Yoongi yang sedang menaapnya juga.

"Jika dia bukan sepupuku, akan kujadikan dia sebagai orang yang menempatkan hatiku. Kau tahu, sejauh ini tidak ada wanita manapun yang bisa membuatku luluh. Kuharap kau mengerti maksudku, Yoongi-ah." Daniel terkekeh. Kemudian, ia benar-benar pergi meninggalkan Yoongi.

--------------

Yoora menduduki bangku tunggu di halte bus yang benar-benar kosong. Tidak ada orang sama sekali.

Dan, bus yang jalurnya menuju arah rumahnya pun tidak ada yang lewat.

Ia menanggahkan kepalanya, mengelap hidungnya dengan tissue. Agar darah-darah itu mau berhenti menetes.

Obat yang di anjurkan dokter pun sama sekali tidak membuat kepalanya merasa baikan. Yang ada, membuatnya merasa semakin lemas.

Yoora meronggoh tas ranselnya, ia mengambil ponselnya dan kembali memakai tas ransel di punggungnya.

Jari-jarinya tergerak untuk mengetik nomor seseorang.

Tut.. Tut.. Tut..

Yoora meremas rok sekolah yang masih di kenakannya. Seseorang yang di teleponnya harus menjawab teleponnya dengan cepat.

Karena ia sudah hampir kehilangan kesadarannya. Kali ini, matanya benar-benar terasa berat.

"Yeobuseyo?" Jawab seseorang di seberang sana. (Halo)

"Dokter?" Tanya Yoora dengan suara lemas.

"Eoh, Yoora-ssi. Apa ini kau? Ada apa?"

"Ne, ini aku. Ada sesuatu yang ingin aku tanyakan.."

"Silahkan." Balas dokter itu sopan.




"Apa.... Penyakitku, tidak bisa di sembuhkan?" Tanya Yoora.

"T-"

Tut..

Sebelum dokter menjawab pertanyaannya, jarinya tidak sengaja menekan tombol merah.

Yoora merasa pusing yang hebat, membuatnya meringis kesakitan. Ia mimisan lagi. Darah kental itu keluar lebih banyak, menetes hingga dagunya.

Ia tidak sengaja menjatuhkan ponselnya. Sebentar lagi, kesadarannya akan hilang.

Darah kental itu terus mengalir, menetes sampai ke kemeja putih yang dikenakannya.

Yoora berusaha untuk berdiri, tapi yang terjadi adalah semuanya gelap. Kakinya tidak sanggup untuk menahan tubuhnya.



BRAK.





"YA! TOKKIII!"






Before she fell. She clearly heard someone calling her.


----------------

To be Continue~
Vote and spam comment for next update~
Xx,
Chelsea.

Yoora makin parah aja nih huhu:'
Jangan lupa baca Hearts Divided juga.♡♡♡

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro