Sick

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Chapter 40-an ff ini mau tamat:(


☆☆☆

Suara itu berasal dari pintu mobil yang baru saja tertutup.

Kini, keduanya menatap lurus ke arah jalanan. Jungkook tidak melajukan mobilnya. Ia hanya lebih nyaman untuk berbicara di mobil.

"Eum.." Lelaki itu malu, tidak tahu bagaimana cara untuk meminta maaf kepada Yoora.

Sebetulnya mudah saja, hanya katakan 'maaf' itu sudah termasuk permintaan maaf kan? Tapi untuk Jungkook, kata 'maaf' saja tidak cukup untuk ia ucapkan. Bahkan untuk kesalahannua selama ini.

Jungkook baru menyadarinya. Menyadari bahwa Yoora adalah teman kecilnya yang sebenarnya. Tokki yang selama ini ia cari. Tokki yang memiliki hobi yang sama dengannya.

Ada perasaan kecewa pada Yaera. Karena gadis itu adalah gadis yang hampir membuat Jungkook jatuh cinta dengan sifat imutnya. Hampir.

FLASHBACK.

"Aku turun dulu." Ucap gadis bersurai cokelat kemerah-merahan itu seraya beranjak turun.

Tapi sebelum kakinya berhasil mendarat ke tanah, Jungkook menahan pergelangan tangannya.

"Yaera-ya, apa ada sesuatu yang kau sembunyikan dariku?" Tanya Jungkook.

Yaera menatap kedua manik mata Jungkook. Tatapan berharap dari lelaki berparas lembut itu. Tatapan yang membuatnya perlahan menyukai Jungkook tanpa ingat misinya.

Yaera tidak tega. Tidak tega untuk membohongi Jungkook lebih lama lagi. Tidak tega untuk membuat Jungkook menyukainya dengan kebohongannya.

"Aku.."

Yaera menggantung kalimatnya. Masih. Antara ragu dan ingin sekali mengatakannya. Haruskah pilih Jungkook? Atau Jennie?

Namun, setelah melihat senyuman tipis Jungkook. Senyum tulus lelaki di hadapannya.

Ia yakin, yakin dengan pilihannya. Mengakhiri misinya lebih cepat, lebih baik bukan?

"Aku, bukan teman kecilmu. Aku bukan Bae Yaera. Maaf."

Jungkook terkejut. Ia membelalakan matanya tidak percaya.

"Aku Park Chaeyoung. Gadis bodoh yang mau-maunya menjalani misi demi uang. Dan sekarang, aku akan mengakhiri misiku. Kembali menjadi Chaeyoung." Ucap Yaera dengan senyum tipis.

"Tapi kenapa? Kenapa baru sekarang?"

"Jeon Jungkook." Panggil gadis itu.

Jungkook menatap Yaera, menunggu ucapan yang akan di ucapkan oleh Yaera selanjutnya.

"Aku benar-bemar menyesal, maaf."

"Aku akan membuatmu menyukaiku, bukan sebagai Yaera. Tapi sebagai aku, Park Chaeyoung."

"Tunggu saja."

FLASHBACK END.

"Mianhae." Ucap Jungkook pelan, namun terdengar jelas di telinga Yoora.

"Untuk apa?" Yoora menengok ke arah Jungkook. Menatap lelaki itu dengan polos.

Jungkook masih menatap lurus, tidak berani untuk melirik Yoora. Ia merasa sangat bersalah. Terlebih lagi, lelaki itu pernah membuat Yoora sakit hati.

"Untuk tidak mempercayaimu. Aku bodoh ya? Padahal jelas-jelas semua sifatmu itu cocok sekali dengan tokki-ku." Ujar Jungkook sedikit terkekeh.

"Aigo, ya! Tidak usah merasa bersalah begitu." Ucap Yoora diakhiri dengan senyuman lebar. (Hei)

"Yaera yang mengakui-ah maksudku, Chaeyoung." Ujar Jungkook membenarkan perkataannya.

"Seharusnya aku tidak membuatmu sakit hati saat mengantarmu pulang waktu itu. Maaf, aku tidak tahu kalau kau menyimpan perasaan untukku saat itu."

Mendengar itu, Yoora mengembangkan senyumnya. Meyakinkan Jungkook bahwa ia sungguh tidak apa-apa.

Jungkook menghela nafas. Ia menyandarkan punggungnya pada jok mobil. Kemudian mengerucutkannya.

"Tokki-ah, mau memaafkanku atau tidak?" Tanya Jungkook dengan suara imut.

Jungkook menengok, menaap gadis innocent itu demgan tatapan memohon. Layaknya seekor kucing yang sedang meminta makanan.

Yoora memasang ekspresi ragunya, berniat untuk menjahili Jungkook yang sudah siap dengan ekspresi kecewanya.

"Tentu saja!"

"Benarkah? Kau maumemaafkanku? Are you serious?" Jungkook mengangkat kedua alisnya.

"Aku tidak berbohong. Aku benar-benar memaafkanmu."

"Jadi, kita damai sekarang. Ayo rayakan pesta damai kita di apartementku. Kita cari bintang." Jungkook bersemangat.

Yoora hanya mengangguk-angguk. Dan kemudian terkekeh dengan sikap heboh Jungkook. Tidak berubah sejak dulu.

"Ah, dan perasaan itu.. Masih ada kah?" Tanya Jungkook ragu.

Yoora menundukan kepalanya. Bingung harus menjawab apa. Ia sempat memudarkan senyuman lebarnya. Karena sudah jelas bukan, hatinya sudah bukan untuk Jungkook lagi.

"Mianhae, Jungkook-ah."

"Perasaanku masih untuk Jimin." Ucap Yoora.

------------------

Yoora's POV.
2 hari kemudian.

Aku menyandarkan kepalaku pada jendela bus. Hari ini Song saem benar-benar membuatku gila dengan materinya.

Aku meringis begitu luka di bibirku terasa perih. Lukanya belum terlalu kering, sehingga membuat bibirku terasa perih.

Sudah dua hari Jimin tidak masuk sekolah. Tidak ada yang tahu kemana dia. Dan aku merasa cemas.

Aku merindukannya. Maaf. Aku hanya tidak bisa menahan untuk terus mengucapkan kata itu dalam hati.

Kepalaku terasa semakin pusing per-harinya. Aku lupa membeli obat penahan rasa sakit yang dokter sempat menyuruhku untuk membelinya.

Kemarin, Jennie dan juga dua temannya, Lisa dan Jisoo mengurungku di kamar mandi wanita setelah mereka memukulku beberapa kali. Lalu menyiramku dengan air hingga semua badanku basah kuyup.

Wajah, perut dan kaki. Mereka mengurungku hingga pulang sekolah. Dan itupun penjaga sekolah yang menemukanku dengan keadaan tidak sadarkan diri.

Oke, aku tidak akan menceritakannya lagi, mengingatnya membuatku kembali merasakan rasa sakit di sekujur tubuhku.

Pandanganku teralih untuk melihat pemandangan di luar jendela bus. Memang tidak ada yang begitu indah, tidak ada yang membuatku tertarik untuk melihat pemandangan ini.

Tapi, mataku tidak ingin beralih pada lainnya. Hanya terpaku dengan posisi seperti ini. Akan lebih membuatku betah jika aku menatap pemandangan seperti ini dengan Jimin.

~Drt.. Drt.. Love you so bad, love you so bad~

Aku meronggoh saku rok kotak-kotak yang sedang kupakai. Meraih ponselku yang berdering.

Aku menatap layar ponselku. Lebih tepatnya, nama seseorang yang meneleponku.

Daniel Oppa Pabbo.

Dengan cepat, aku menggeser tombol yang berwarna hijau.

"Yeobuseyo?" Jawabku.

"Yoora-ya, si brengsek itu sakit."

"Si brengsek? Siapa yang kau maksud, oppa?"

"Jimin, Park Jimin. Yoongi baru saja meneleponku. Ia bilang, Jimin terus mengigau namamu. Dan ingin kau datang kesana."

"Tapi, oppa.. "

"Aku tidak bisa memaafkannya , Yoora. Tapi sebaiknya kau kesana untuk menemuinya. Jangan memaafkannya, hanya temui saja. Aku tidak akan bertanggung jawab jika ia meninggal sebelum melihatmu."

Aku menghela nafas, memejamkan mataku sejenak untuk memutuskan jawabanku.

"Aku akan kesana."

"Dia ada di apartement Yoongi. Aku akan kirimkan alamatnya. Jika ia berbuat macam-macam hubungi aku."

"Hm."

Tut.

Aku menatap layar ponselku. Menatap pesan dari Daniel oppa yang mengirimkan alamat apartement Yoongi.

Antara tidak mau dan rindu Jimin. Aku benar-benar membenci perasaanku sendiri.

Mencintainya ternyata membuatku merasa sangat sakit. Merasa bukan siapa-siapa setelah kita tidak ada hubungan lagi. Merasa sampah. Dan tidak berguna.

Aku membuang nafas kasar, sebelum benar-benar memutuskan pikiranku.

"Ahjussi, aku akan turun disini saja. Aku akan naik taksi." Ucapku sedikit berteriak kepada supir bus.

--------------

AUTHOR POV.

Ting.. Tong..

Suara bel itu membuat Yoongi menaruh mangkuk berisi bubur hangat itu di nakas.

"Aku tinggal dulu, Jim." Ucap lelaki berkulit putih pucat itu.

Yoongi mengambil hoodie berwarna biru langitnya dan berjalan menuju pintu.

"Hyung, mau ke mana?"

"Aku ada urusan. Bertemu dengan Daniel."

Jimin hanya memgangguk-angguk mengerti. Kemudian, menarik selimut lebih tinggi untuk menutupi bagian dadanya.

Yoongi melihat siapa yang datang. Begitu mengetahui itu adalah Yoora. Tanpa pikir panjang, ia segera membuka pintu dengan lebar.

"Annyeonghaseyo." Sapa Yoora seraya membungkukan badannya hormat.

"Eoh, Yoora-ssi. Aku titip Jimin sebentar. Ada urusan penting."

Yoora menangguk, tentu saja ia sudah tahu alasannya untuk menjaga Jimin disini. Jadi, ia tidak begitu terkejut mendengar ucapan Yoongi.

-------------

Yoora melangkahkan kakinya ke dalam apartement Yoongi. Ia menaruh tas dan jaketnya di sofa.

Kemudian, ia berjalan menuju dapur untuk mencuci tangannya. Setelah itu, ia menghampiri salah satu pintu yang terbuka sedikit.

Sret..

Suara decit pintu yang dibukanya semakin lebar membuat Jimin reflek menatap pintu kamar Yoongi.

Matanya bertemu dengan mata Yoora yang menatapnya sendu. Membuat Jinin tidak bisa percaya pada kenyataannya bahwa gadis itu ada disana.

Bukan bayangannya. Tapi sungguh itu beneran Yoora.

Jimin mengukir senyuman, ia merindukan Yoora. Merindukan sorot mata gadis itu yang menggambarkan kepolosan didalamnya.

Tidak bisa dijelaskan dengan seribu bahasa. Jimin benar-benar merindukan gadis itu. Gadis yang kini bukan miliknya lagi.

"K-kau sakit?" Tanya Yoora yang berjalan menghampiri Jimin.

Jimin mengangguk lemah. Ia justru terkejut begitu melihat luka di sudut bibir Yoora. Membuat hatinya sesak sesaat ketika melihat gadis itu terluka.

"Yoora, kau terluka? Apa ada seseorang yang sengaja melakukannya padamu?" Jimin mencengkram bahu Yoora kuat dengan ekspresi wajah cemasnya.

"Aku akan membantumu makan buburnya, kau harus cepat sembuh." Ucap gadis itu yang kemudian mengambil semangkuk bubur di nakas.

"Buka mulutmu." Ucap Yoora dengan nada dingin. Ia menyodorkan sesendok bubur dan menyuapi Jimin.

Jimin segera membuka mulutnya, mengikuti perkataan Yoora. Sorot mata gadis itu membuatnya kembali merasa bersalah.

"Aku sedang bertanya." Ucap Jimin dengan suara serak.

"Sejak kapan kau mulai demam?" Tanya Yoora.

"Bae Yoora." Panggil Jimin pelan.

"Hm?"

"Jennie, ya?" Jimin menatap kedua bola mata Yoora lekat.

Yoora terkekeh, namun kesannya seperti sedang meledek.

"Apa harus kuperjelas lagi?"

Jimin menundukan kepalanya. Dugaannya benar. Dan lagi, ia merasa bersalah.

"Aku ke kamar mandi dulu." Yoora beranjak dari kursinya.

Jimin tidak tinggal diam. Ia menahan pergelangan tangan Yoora.

"Mianhae." Ujar Jimin seraya menatap dalam Yoora.

"Dwaesseo. Semuanya sudah terjadi, tidak ada yang harus dimaafkan." Yoora balas menatap lelaki itu. (Lupakan)

Lelaki yang di cintainya, cinta sepihak. Meskipun Yoora melihat tatapan menyesal Jimin. Separuh dari tatapannya berkata bahwa Jimin tidak bisa melepaskan Jennie.

Matanya terasa panas, Yoora merasa dipermainkan. Seolah-olah, tatapan Jimin itu berkata bahwa lelaki itu menginginkan Yoora dan tidak bisa melepaskan Jennie.

"Yoora-ya.. " Jimin menarik Yoora kedalam pelukannya. Memeluknya erat, seraya mengelus rambutnya.

Setetes air mata menetes begitu saja. Yoora sangat merindukan pelukan Jimin, namun ia juga mulai membencinya. Benci karena telah membuatnya seperti ini.

"Tidak bisakah kita kembali seperti dulu? Aku sangat merindukanmu seperti rasanya aku akan gila jika tidak melihatmu." Jimin memeluk tubuh Yoora semakin erat.

"Kau bisa menerimaku kembali. Dan biarkan aku dekat dengan Jennie, aku menyukainya."

Deg.

Tangisan Yoora meledak, tidak menyangka Jimin akan mengucapkan hal yang tidak ingin Yoora dengar.

Dalam pelukan Jimin, Yoora menggeleng kuat sembari terus menangis.


















"I'm so sick of this fake love, jim."




-----------------------

To be continue~
Vote and comment for fast update~
Xx,
Chelsea.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro