Regret

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Yoora's POV.

Bel pulang baru saja berbunyi beberapa menit yang lalu.

Dan, aku memilih untuk pulang lebih cepat daripada murid yang lainnya.

Alasannya karena aku tidak ingin berlama-lama satu meja dengan Jimin. Aku harus mengabaikannya.

Karena memang aku dan Jimin sudah tidak ada hubungan apa-apa, kan? Jadi, mau tidak mau, aku harus mengabaikannya setiap hari.

Aku akui, mengabaikan lelaki itu bukanlah hal yang mudah. Dan kalian juga tahu, bahwa aku sudah jatuh cinta kepadanya. Bagaimana caranya aku langsung bisa mengabaikannya?

Aku meremas tas ransel yang terus kupegang di tangan kanan. Berjalan menunduk, mengabaikan banyaknya gossip dan bisikan-bisikan orang yang mengganggu ketenangan telingaku.

"Kudengar, si aneh itu baru saja putus dengan Jimin."

"Syukurlah, akhirnya Jimin sadar."

"Dibandingkan dengan Jennie, ratu sekolah kita. Dia hanya daki, haha."

Ya, diantaranya itu yang mereka katakan. Aku tidak akan melawan, karena itu memang benar. Benar adanya bahwa aku dan Jennie, jelas menang Jennie.

Dia normal, cantik, berkharisma, dan imut. Sedangkan aku? Tch, tidak perlu ditanya.

Bisa kutebak, mereka berdua sedang melakukan hal manis di kelas. Iya, Jennie dan Jimin.

Aku menanggahkan kepalaku, menatap langit yang menampakan beberapa bintang. Senyumku merekah.

Dan mataku terasa panas seketika. Lagi, aku mengingat Jimin. Mengingat kenangan bersamanya. Aku tidak bisa melupakan setiap sentuhan lembutnya, di bibirku, tengkuk, pinggang, dan pipi.

Jika saja hari itu aku tidak sakit, semuanya tidak akan berakhir seperti ini. Dan soal penyakitku, aku juga tidak percaya. Tidak percaya dengan apa yang dokter ucapkan.

Untung saja, untung Daniel oppa tidak ikut masuk kedalam ruangan. Beruntung, dia tidak akan menolak jika aku yang meminta.

Panasnya matahari membuat air mataku perlahan jatuh. Aku menghentikan langkahku yang sudah hampir dekat dengan gerbang.

Aku menyesal, aku menyesal mengakhiri hubunganku dengan Jimin. Aku menyesal, aku menyesal membuka roomchat dari Jungkook saat itu. Dan aku menyesal, menyesal kenapa tidak berpura-pura tidak tahu saja? Agar aku masih bisa dekat dengan Jimin.

Kenapa tidak aku jalani saja? Meskipun ia telah berciuman dengan gadis lain. Aku bisa terima, terima bahwa ternyata cintaku hanya sepihak. Aku bisa terima jika ia berbohong mencintaiku. Setidaknya, itu berhasil membuat jantungku berdebar.

Atau jika tidak bisa di teruskan, seharusnya dari awal aku terus mengabaikannya. Bodohnya, padahal aku sudah mengetahui bahwa Jimin itu playboy.

Tetap saja, ketika ia menatap mataku, perkataannya, ciumannya. Membuatku merasa bahwa aku adalah seseorang yang spesial untuknya. Seseorang mengubah hidupnya. Seseorang juga yang telah di ubah olehnya.

Memang pada akhirnya si tampan cocoknya dengan si cantik. Berbeda dengan drama yang sering kutonton itu. Dan benar saja,

Kehidupan manis hanya ada di dalam sebuah drama ataupun cerita. Berbeda dengan kehidupan nyata. Sangat.

Aku mengelap sudut mataku yang masih tersisa air mata. Berusaha untuk tidak menunjukan rasa penyesalanku.

Aku tahu ini akan terjadi, jadi aku harus menerimanya.

Perkataan Jimin masih terngiang-ngiang di benakku. Dia membutuhkanku? Dia mencintaiku? Tapi kenapa dia tidak bisa menjelaskan apa-apa?

Pagi tadi, aku melihat semuanya. Melihat senyuman tulus Jimin. Senyuman yang tertuju kepada Jennie. Senyuman yang seharusnya untukku seorang.

Aku melanjutkan jalanku, tidak peduli dengan tatapan sekitar yang melihatku dengan tatapan prihatin. Apa wajahku persis seperti orang yang di campakan sekarang? Iya? 

Ya, seharusnya aku tidak berharap lebih.

Brak.

"Eh, maaf." Ucap gadis berambut pendek itu seraya membantuku berdiri. Iya, gadis pendiam di kelasku yang duduk tepat di depanku.

Aku tersenyum tipis dan kembali berdiri, sedikit membersihkan rokku yang kotor.

Aku berhendak melanjutkan langkahku, tapi sepertinya gadis itu menahan lenganku. Bukan sepertinya, tapi memang iya dia sedang menahan lenganku.

"Ada apa?" Tanyaku diiringi senyuman. Senyuman palsu, hanya sekedar untuk menutupi perasaanku.

"Aku tahu apa yang kau rasakan. Sebenarnya aku tidak menyukai Jennie, percuma ya cantik tapi merebut pacar orang."

Sontak, aku membulatkan mataku terkejut. Bagaimana bisa ia mengucapkan itu? Mengucapkannya dengan keras.

"Jennie bukan merebut. Jimin yang mengejar." Aku mengakhiri kalimatku dengan senyum tipis.

Gadis itu hanya mengelus bahuku lembut, "Hwaiting. Seseorang menunggumu di gerbang." Ujarnya seraya menunjuk gerbang dengan dagunya.

Aku mengeryitkan dahi tidak mengerti, dan segera membalikan badanku menghadap gerbang.

"Sudah tahu kan orangnya? Aku duluan ya." Pamit gadis itu dengan kekehan kecil.

Aku mematung di tempat. Menatap seseorang yang sedang menatapku juga. Tatapan yang tidak bisa kuartikan.

Dia kembali.


Sedetik kemudian, ia melangkahkan kakinya berjalan mendekatiku. Membuatku sedikit gugup untuk bertemu dengannya lagi.

"Hei." Sapanya begitu sampai di hadapanku.

"E-eoh, h-hei." Balasku. Kemudian, menundukan kepalaku malu. Aku menjadi malu dan merasa bersalah karena Jimin sempat memukulnya. Membuat sudut bibirnya berdarah waktu itu.

"Tokki." Panggilnya, reflek membuatku mengangkat kepalaku menatapnya.

"Jungkook-ahh, kau?" Aku tidak mengerti. Dia baru saja memanggilku dengan sebutan itu, sebutan yang aku rindukan. Kookieku telah kembali, kah?

"Maaf." Ujarnya.

"Untuk?"

"Lebih baik kita bicara di mobil saja. Pak satpam sedari tadi memperhatikan kita dengan tatapan cemburu." Jungkook terkekeh, lalu lelaki itu merangkul pundakku dan membawaku menuju mobilnya.

------------------

AUTHOR'S POV.

Ia melempar tubuhnya ke atas sofa. Sorot matanya penuh dengan kekesalan. Lelaki ini menerobos apartement milik Yoongi.

"Kali ini, kenapa lagi?" Tanya Yoongi yang masih berkutat pada stik ps di tangannya.

"Aku putus dengannya." Ucapnya frustasi. Jimin mengacak-acak rambutnya. Namun justru membuat penampilannya lebih baik.

"Dengan siapa maksudmu?" Tanya Yoongi yang masih terfokus pada layar.

"Yoora. Siapa lagi?"

Sontak, Yoongi berhenti bermain game. Dan menatap Jimin demgan tatapan apa--kau--serius.

"Apa wajahku terlihat sedang bercanda?"

Jimin kembali mengacak-acak rambutnya. Ia melepas dasi yang masih terpakai di kerahnya dengan kasar.

Ia menyesali perbuatannya, menyesal karena mengajak Jennie keluar. Menyesal ketika tahu bahwa seseorang telah memotretnya.

"Pasti seseorang yang kenal Yoora dengan baik." Gumam Jimin. Ia curiga pada Daniel dan Jungkook.

-----------------

"Eoh, ada apa?" Tanya gadis itu seraya mengoleskan lipstick di bibirnya. Ia tersenyum puas setelah melihat bibirnya yang merah. Persis wanita penggoda.

"Jennie-ahh, kurasa kau dalam bahaya." Ucap gadis itu ragu.

"Wae, Chaeyoung-ah?" Tanya Jennie yang kemudian mengembangkan senyumannya. (Kenapa)

"Jungkook menyimpan fotomu, jadi kau harus hati-hati. Jimin juga." Ucap gadis itu dengan nada memperingati.

Jennie menyeruput coffee panasnya. Berusaha mencerna perkataan Chaeyoung dengan santai.

"Maksudmu, dia menyimpan fotoku dengan Jimin?"

Chaeyoung mengangguk. Ia hanya menatap coffee nya, tanpa berniat untuk meminumnya.

"Saat kalian di mall, saat kalian berciuman. Jungkook memotret kalian. Sebaiknya kau hati-hati, sebelum Yoora mengetahuinya." Ucap Chaeyoung.

"Kenapa harus berhati-hati? Bukankah ini bagus? Tandanya aku bisa memiliki Jimin seutuhnya. Kau tidak mengerti misi yang kujalani ini sejak awal ya?" Jennie terkekeh, raut wajahnya persis seperti seorang psychopath dalam film-film.

"Dan Jungkook sudah mencurigaiku. Maaf, tapi aku tidak bisa menjalankan misi ini lagi. Aku pergi." Ujarnya dengan nada datar.

"Ya! Chaeyoung-ah! Bae Yaera!" Pekik Jennie. Berharap gadis yang menyamar sebagai Yaera itu akan berbalik. Tapi, tidak. Chaeyoung benar-benar memutuskan kontrak dengannya.

-----------------

Yoongi menempelkan punggung tangannya pada jidat Jimin. Ia mendesis, begitu melihat Jimin yang pucat di selimuti dengan selimut tebal miliknya.

"Kau demam." Ucap lelaki itu.

Dalam demamnya, Jimin merasa kedinginan. Ia menggigil. Enggan untuk pulang ke apartementnya. Dan malah memilih untuk merepotkan Yoongi.

Ia terus menggumami nama Yoora dalam keadaan setengah sadar. Sudah berapa kali Yoongi menggelengkan kepalanya prihatin.

Tanpa Jimin bilang, Yoongi sudah tahu apa yang lelaki itu lakukan sehingga mereka bisa berakhir. Tanpa Jimin bilang, Yoongi sudh tahu bahwa Jimin menyesali perbuatannya.

"Mau kubuatkan bubur? Kau harus pulih, besok ada penambahan poin untuk para trainee."

Jimin menggeleng.

"Aku mau Yoora."

"Aku mau Yoora, hyung."

"Hanya dia."













Regret always comes at the end. And he started to regret it.


-----------------

To be continue~
Vote and comment for next update~
Xx,
Chelsea.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro