Fake

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

👆👆👆👆

.

Ekspresi imutnya berubah menjadi penuh amarah seketika.

Daniel membuka tudung hoodie yang di kenakannya dengan kasar. Sekarang, nafasnya naik turun. Mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Yoora.

Sementara Yoora? Menangis sangat kencang dengan mengenaskan. Keterlaluan sekali. Sedang sakit malah di buat nangis.

Tidak tega melihat sepupunya itu terus mengeluarkan air mata, Daniel merebut ponsel Yoora.

Ia melihat sendiri. Melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa Jimin mencium gadis lain.

Sebagai seorang lelaki, tentu saja Daniel tahu persis siapa yang mencium terlebih dahulu. Karena ia juga seorang lelaki.

"Keterlaluan!" Daniel meremas erat ponsel Yoora. Ia kesal bukan main. Sekarang, Daniel yang bersikap seperti bocah 5 tahun telah tergantikan oleh Daniel yang berusia 22 tahun.

Ia mengepalkan tangannya erat. Bahkan sampai urat urat dari tangannya terlihat sempurna.

"Tidak oppa, ti-tidak mu-mungkin Ji-jimin melakukan itu." Ucap Yoora di sela-sela tangisnya.

Bodoh. Sudah jelas-jelas ada bukti yang mengatakan bahwa Jimin memang mencium Jennie. Mencium orang yang selalu menyudutkan Yoora.

Yoora benar-benar tidak menyangka itu, karena yang ia tahu selama ini adalah Jimin selalu bersikap dingin kepada Jennie. Entahlah, mungkin lelaki itu sudah menyadari kecantikan Jennie yang luar biasa.

Yoora menangis semakin keras, dalam isakanya ia terus mengucapkan bahwa ia tidak percaya. Bodoh. Sungguh bodoh.

Kekecewaan ini terjadi dua kali. Pertama, sebelum mereka menjalin hubungan. Jimin dan Jennie berdua ada di perpustakaan favorite Yoora.

Yoora belum menyadari bahwa saat itu ia sudah mulai menyukai Jimin. Jimin yang selalu mendekatinya kemanapun. Perlahan menghapus sikap dingin gadis ini.

Tangisnya mengeras. Mau bagaimana lagi? Lelaki itu sudah terlanjur membuat Yoora jatuh cinta. Jatuh lebih dalam pada setiap ucapan manis yang diam-diam meluluhkan hati Yoora.

Ia tidak bisa berhenti menangis. Menyadari betapa ia mencintai Jimin. Mencintai lelaki yang sudah menjadi miliknya. Mencintai lelaki yang sudah mencium gadis lain.

Bahkan, di dalam fotonya terdapa beberapa belanjaan yang sudah pasti Jimin membelikannya untuk Jennie.

Hatinya sesak, apa Jimin pernah membelikan barang sebanyak itu untuk Yoora? Satupun tidak pernah.

Perlahan, Yoora mulai menyesal. Menyesali dirinya yang tiba-tiba sakit. Menyesali dirinya yang membatalkan kencan pertama mereka.

Dasar bodoh. Penyakitan.

Makinya pada diri sendiri. Yoora memukul-mukul kepalanya beberapa kali. Menyadari betapa bodohnya dirinya.

Yoora sesegukan, isakannya pun semakin keras. Jimin berbohong. Ia tidak kerumah orang tuanya. Tapi mengajak Jennie jalan bersama.

Kencan. Jimin kencan dengan Jennie.

Yoora mengingat hari dimana Jimin yang tiba-tiba datang saat Jungkook meminta maaf padanya waktu itu.

Saat-saat dimana Yoora yakin. Bahwa Jimin benar-benar mengkhawatirkannya. Takut Jungkook melakukan sesuatu yang tidak diinginkan.

Jimin yang dengan cepat membalas pesan Daniel begitu menyebut nama Yoora. Bahkan Jimin mengabaikan hal penting dan mengutamakan Yoora.

Kenapa? Kenapa bisa seperti ini? Kenapa bisa satu-satunya orang yang di percayai Yoora membuat dinding kepercayaan Yoora runtuh dalam semenit.

Yoora menangis kembali lebih keras. Saat Jimin memukul Jungkook karena lelaki itu memeluk Yoora erat. Saat Jimin emosi karena ia tidak bisa menahan rasa cemburunya.

Yoora merindukan ekspresi itu. Terlebih lagi saat Jimin berkata,

"Kenapa kau tidak menghubungiku? Dan malah Daniel yang menghubungiku?"


"Yoora, kau tahu kan kalau aku mencintaimu? Apa perkataan itu tidak cukup? Baiklah, aku akan mengatakannya lagi."

Perkataan yang mampu membuat jantung Yoora melompat keluar dari tempatnya.

Saat Jimin meminta maaf kepadanya karena telah membentaknya. Suara berat yang terdengar sangat tulus itu.

Saat Jimin menciumnya lembut, menciumnya dengan tulus. Membuktikan bahwa ia benar- benar mencintai Yoora.

Apa itu semua kebohongan?

Yoora mengacak-acak rambutnya frustasi, mengingat bagaimana Jimin memintanya untuk menjadi kekasihnya dengan bahasa asing. Yang membuatnya ingin tertawa sekaligus tersipu malu.

Apa dia tidak pernah mencintaiku?

Tangisnya sama sekali tidak mau berhenti. Sementara itu, Daniel hanya bisa menahan emosinya sembari memeluk Yoora erat.

Membiarkan gadis itu menangis di dekapannya. Yang Daniel ingin sekarang hanyalah menenangkan Yoora. Meskipun lelaki itu tahu Yoora tidak akan berhenti menangis.

"Ayo, kita pulang." Ucap Daniel dengan suara berat. Berbisik tepat di sebelah telinga Yoora.

Yoora menggeleng, kemudian ia segera berdiri. Membuat Daniel reflek mengikutinya berdiri.

"Oppa pulang saja. Aku masih ingin jalan-jalan." Ujar Yoora yang masih menyisakan sesikit tangisan. Gadis itu tersnyum tipis. Seolah meyakinkan Daniel bahwa ia tidak apa-apa.

"Yoora.. Ini sudah malam.. Dan kau juga, masih sakit.." Ujar Daniel khawatir.

Yoora menggeleng pelan. Kemudian, gadis itu membalikan badannya dan melangkah lemas, seperti seseorang yang baru saja kehilangan harapan.


Baru melangkah tiga kali. Yoora menghentikan langkahnya. Begitu merasa sesuatu yang kental kembali keluar dari hidungnya.

Yoora mengelap bawah hidungnya. Dan menatap darah kental yang kini berada di jarinya juga.

Seketika, pandangannya buram. Kepalanya kembali pusing seperti ia bangun tidur tadi.

Tidak, tolong jangan.

Brak.

"YOORAAA!" Teriak Daniel yang segera menghampiri tubuh Yoora yang terkulai lemas.

Daniel benar-benar panik dan khawatir pada waktu yang bersamaan. Yoora terlalu banyak menangis.

Daniel dengan cepat membopong tubuh Yoora. Wajahnya penuh dengan ekspresi amarah yang luar biasa, "Ini keterlaluan! Lihat saja, Jimin! Aku akan menghabisimu." Gumam Daniel menahan emosi.


-------------------

Lelaki bersurai terang itu sesekali curi-curi pandang pada gadis yang duduk di bangku kedua, Jennie.

Ia juga tersenyum begitu melihat Jennie yang asik bercanda dengan temannya.

Menurutnya, Jennie dua kali lebih cantik saat tertawa seperti itu.

"Shh, si aneh datang." Ucap salah satu teman Jennie yang membuat fokus Jimin kini tertuju pada seseorang yang berjalan lemas di depan.

Tanpa berpikir lama, Jimin tersenyum lebar dan melambai-lambaikan tangannya menyapa Yoora.

Namun, Yoora sama sekali tidak merespon Jimin.

Yang Jimin sadari hari ini adalah Yoora yang pucat persis seperti mayat. Gadis itu menghampiri bangkunya dengan wajah datar. Melempar tas ranselnya di atas meja dan kini berjalan keluar.

Ia membuat Jimin dan teman kelasnya bingung, "Apa itu arwahnya? Kenpa dia menyeramkan sekali pagi ini." Ucap Bangchan dengan nada lucu. Membuat teman sekelasnya tertawa.

Kecuali Jimin. Ya, lelaki itu memilih untuk mengikuti Yoora. Gadis itu bersikap tidak seperti biasanya pada Jimin.

"Yoora!" Panggil Jimin yang menggema di koridor.

Yoora tidak menyaut. Ia hanya terus melanjutkan langkahnya.

"Bae Yoora!" Jimin tidak punya pilihan lain, ia menyusul kekasihnya itu dengan larian kecil.

"Yoora-ya." Jimin menarik pergelangan tangan Yoora. Membuat gadis itu berbalik ke arahnya.

"Jangan sentuh aku. Kumohon." Pinta Yoora yang dengan cepat menepis lengan Jimin.

"Kau ini kenapa sih? Kau marah padaku?" Tanya Jimin yang berusaha menggenggam kembali lengan Yoora. Namun, tetap saja. Yoora menepisnya dengan kasar.

Yoora memberanikan dirinya untuk menatap Jimin, "Park Jimin." Panggilnya dengan nada dingin.

"Hm? Ada apa?" Tanya Jimin semangat.

"Ayo, kita akhiri disini saja." Ujar Yoora diakhiri dengan senyum tipis. Senyum yang menyimpan rasa luka di dalamnya.

Jimin terkejut. Ia mengeryitkan dahinya tidak mengerti. Jimin segera mengguncang-guncang bahu Yoora sesikit kuat, "Kenapa? Kenapa tiba-tiba? Apa aku berbuat salah padamu? Tolong jelaskan. Aku tidak ingin mengakhiri hubungan kita. Bae Yoora, maaf. Maaf jika aku telah membuatmu marah." Ujar Jimin ketakutan. Ia tidak ingin mengakhiri hubungannya dengan gadis itu.

"Aku bisa memaafkanmu. Tapi tidak untuk ini." Yoora menyodorkan sesuatu di dalam ponselnya.

Sesuatu itu membuat Jimin membuka mulutnya lebar. "A-aku bisa jelaskan. Tolonglah. Dengar aku dulu." Rajuknya panik.

"Tidak ada yang perlu di jelaskan. Aku pergi." Yoora membalikan badannya tanpa mau mendengarkan penjelasan dari Jimin.

"Yoora! Aku membutuhkanmu! Aku mencintaimu!"

Yoora mendesis, omongan palsu. Ucapan palsu. Semua yang ia katakan itu palsu.



















All that is in you is fake.

-----------------------

To be continue~
Vote and spam comment untuk update besok~
Xx,
Chelsea.

Q&a? Ask anything~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro