Chapter 26 ~ Mengheningkan Cipta

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sedikit saja beri aku waktu untuk tenang.
Jika tidak, berikan aku tempat untuk menepi.
Jangan mencari, jangan memanggil, jangan mengganggu.
Aku tak suka suara keras, aku tak suka teriakan.
Jadi, diamlah!

🍀🍀🍀

Langkah kaki sosok lelaki itu sudah menyentuh anak tangga terakhir dan berdiri tegap sambil menatap kerumunan di ruang tengah. Ari langsung menarik lengan Sandi untuk berdiri dengan senyum yang dibuat-buat.

Bukan senyum manis, melainkan seringai yang dibuat lebar, tetapi tersimpan sedikit ketakutan pada wajah keempat teman Birendra itu. Seperti rantai yang terkait, mereka saling menarik lengan dan kompak berdiri bersama.

"M-mas, mari makan sa-sama kita," ucap Ari, pelajar dengan usia tertua.

Ketiga teman yang tersisa hanya mampu mengangguk dan mempersilakan Ganesh untuk bergabung. Entah mengapa, aura ini jauh lebih menyeramkan dari yang mereka bayangkan.

Birendra yang merupakan adik kandungnya saja tidak bersuara, bagaimana dengan teman-temannya yang masih asing dengan Ganesh? Baru saja Ganesh melangkah, Radit juga turun sambil bergurau dan menyeret Zio dengan menjepit kepalanya di bawah lengan si Abang.

"Bang, leher Zio kecekek!" Zio memukul pelan lengan yang menjepit lehernya itu dan berusaha untuk lepas dari kungkungan itu.

Radit melepaskannya begitu mendapat tatapan tajam dari Ganesh. Bukannya takut, ia justru tersenyum sambil menunjukkan tangannya membentuk huruf v pertanda damai.

"Bi, Mas Ganesh memang begini?" bisik Arga ke telinga Birendra.

Birendra hanya mengangguk dan mulai mengambil makanan yang ia inginkan. Radit membagikan piring pada seluruh orang di ruangan itu. Bahkan ia mengambilkan beberapa makanan yang terletak jauh dari jangkauan Ganesh.

"Segini cukup?"

Si manusia kutub utara mengangguk sembari menerima piring dari Radit. Tanpa mereka sadari, ada satu orang yang merasa bahagia melihat interaksi kedua kakaknya. Birendra melirik keduanya dan langsung menundukkan pandangannya ketika matanya hampir bertukar pandang dengan Ganesh.

"Bi, jangan ambil nasi goreng. Itu nasi goreng seafood. Ambil yang lain saja, ya?"

Si bungsu mengangguk dan berganti mengambil makanan lainnya. Ia memilih mie goreng yang juga menjadi makanan favoritnya selain olahan tahu.

"Nggak suka makanan laut? Padahal ini enak, loh. Kenyal, sedikit amis, gurih, ada manis-manisnya dikit kek aku," ujar Willy.

"Aku? Ish, jijik, Wil." Ari membalas sambil berginik membayangkan temannya menggunakan sapaan aku pada Birendra.

Willy mendelik pada Ari dan langsung berubah haluan menatap Birendra menantikan jawaban keluar dari mulut si Bungsu.

"Alergi, Wil, nggak suka juga sama yang amis-amis. Enek."

Suara itu bukan jawaban dari Birendra, melainkan sosok yang dipanggil Abang yang menjawabnya. Radit langsung menatap Ganesh, keduanya beradu pandang. Melihat Ganesh hendak melontarkan sesuatu, Radit langsung memutus kontak mata mereka.

Sambil fokus menyiapkan makanan di piringnya, Radit kembali menatap Ganesh, tidak lupa segaris senyum ia selipkan di bibirnya. "Kalau makan jangan banyak bicara, nanti saja. Kalau ngomel terus keselek kan nggak lucu," ujarnya dengan wajah yang teramat ramah.

Ganesh terpancing, sayangnya ia tidak bisa membalas perkataan Radit. Akhirnya, sesendok penuh nasi goreng berhasil membungkam mulutnya yang ingin berdebat dengan Radit.

Suasana yang seharusnya menjadi ajang saling bercanda, membahas banyak hal, atau berceloteh tentang menu makanan, akhirnya benar-benar sepi. Empat pelajar yang biasanya paling semangat untuk makan juga memilih tenang.

Arga diam-diam sudah menyendok bakso untuk ketiga kalinya. Berbeda dengan Birendra yang hanya memutar-mutar garpu tanpa mengangkat dan mendekatkan ke mulutnya. Si bungsu menatap mi goreng dengan tidak semangat.

"Bang, mau tambah kecap, boleh?" tanya Birendra pada Radit yang tengah meminum jus jeruknya.

"Oh, iya. Maaf Abang lupa ambil di dapur. Bentar, ya?"

"Itu mi sudah coklat, Bi. Masa ditambah kecap?" ujar Zio yang dari tadi tidak bersuara karena terlalu menikmati bakso telur yang dibawakan Radit.

"Kurang lengkap kalau nggak ditambah kecap."

"Nggak usah ngerepotin orang lain pas lagi makan, bisa? Jangan dibiasakan, Bi," tegur Ganesh.

Keempat teman Birendra saling bertukar pandang. Ada yang menyenggol tangan teman sebelahnya, ada juga yang memilih untuk menunduk setelah beradu pandang. Mereka benar-benar merasa tidak enak dengan situasi kali ini.

Birendra langsung tertunduk dan kembali mengaduk makanannya. Ia merasa dipermalukan dengan ditegur seperti itu di hadapan teman-temannya. Hampir saja ia meloloskan setetes bening air matanya, tetapi urung begitu melihat botol kecap berada di hadapannya.

"Kalau Bi makan mi harus ditambah kecap, biar makannya lahap, tapi kalau Abang lain lagi, susah makan nasi goreng kalau nggak ditambah saos sambal seperti ini," jawab Radit sambil menunjukkan botol saus sambal dengan merek terkenal itu.

"Makasih, Bang."

Si bungsu itu langsung menyantap makanan di hadapannya dengan semangat. Baru saja selesai menuang kecap, Zio menjulurkan tangan dan meminta botol kecapnya. Birendra langsung paham dan menyodorkannya.

"Wah, Zio beda lagi seleranya. Bakso telur tuh memang paling enak ditambah kecap kalau sudah sampai di bagian telurnya." Radit membuka suara ketika melihat dua adiknya berinteraksi.

"Abang kok tahu kesukaan Zio?"

"Siapa dulu, dong?" ujar Radit sambil menyombongkan dirinya.

Meski ikatan keduanya—Zio dan Radit—tidak begitu dekat, tetapi Radit juga tidak pilih kasih. Ia juga tidak tega melihat keseharian Zio yang ditinggal oleh kedua orang tuanya untuk bekerja di luar negeri itu.

Putra tunggal Keluarga Nugraha itu bahkan tahu tentang kebiasaan lain yang sering Birendra dan Zio lakukan. Keduanya bahkan cukup dekat saat tidak ada Ganesh yang menginterupsi setiap kegiatan keduanya.

Di sisi lain, sosok yang merasa tidak melakukan apa-apa mulai tampak tidak nyaman. Ganesh merasakan Radit sudah terlalu banyak mengambil perhartian keluarganya. Ia memilih beranjak dan meninggalkan ruang tengah bahkan saat makanannya belum habis.

Kepergian Ganesh mendapat tatapan penuh tanya dari yang lainnya. Akhirnya, Radit menyusul Ganeh ke lantai atas dan ingin membujuknya kembali karena tidak enak dengan teman-teman Birendra.

"Nesh, makananmu belum habis, kenapa ditinggal? Nggak enak dong sama teman-temannya Bi!"

"Kalau urusan lo caper sama keluarga gue sudah selesai, tolong segera pergi dari sini dan jangan pernah ngusik keluarga gue lagi. Lo punya keluarga sendiri kalau lo lupa!" ujar Ganesh penuh penekanan dalam setiap ucapannya itu.

🍀🍀🍀

Day 27
WPRD Batch 2

Bondowoso, 15 Maret 2022
Na_NarayaAlina

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro