Prolog

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Berapa kali pun ia mengarahkan barcode pada pemindai e-ticket, ia tidak menemukan cara opsi untuk menemukan ataupun mencetak tiket keretanya. Ditambah ibu yang sudah menunggu sejak awal ia mencoba mencetak tiket, ia mulai kehilangan kesabaran dan ketenangan.

Tiketnya yang aneh atau alat ini aneh?  pikirnya setelah yakin sudah kehabisan cara. Ia merenggangkan syal yang mengelilingi lehernya. "Kalau Ibu, pasti tahu harus apa," gumamnya.

Itu bukanlah kepercayaan, melainkan rasa malu. Hanya mencetak tiket yang butuh dipindai saja, dia tidak bisa. Dikejar waktu dibukanya gerbong kereta, dihantui pikiran bahwa dia membuat ibunya lelah, dan keyakinan bahwa usahanya tidak membuahkan hasil membuatnya membulatkan tekad untuk menyerahkan penyelesaian perkara sepele itu pada ibunya.

"Ibu, sepertinya aku tidak bisa. Barcode e-ticket-ku tidak terbaca mesinnya," lapor gadis berambut cokelat tua itu.

Ibunya terdiam sejenak. Ia memandangi raut wajah gadis kecilnya yang menatap memelas. Ditambah hairstyle  sepasang kucir segitiga tumpul di atas kepala dan syal motif kotak-kotak berwarna merah dan hijau, yang menelan separuh wajah putihnya, alih-alih mengeluh karena masalah ini, ibunya justru merasa gemas.

Mereka ibu dan anak yang harmonis.

"Ibu?"

Ia tersenyum tipis. "Sepertinya memang mesinnya bermasalah." Jangan buat dia khawatir. "Ibu akan bertanya ke orang lain, tunggu saja di sini."

"Tidak!" seru gadis itu, lalu segera menutup mulut dengan merapatkan syalnya. Itu tadi teriakan spontan yang memalukan. Padahal, dia lihat banyak orang di stasiun ini. "Aku ikut Ibu saja."

Dulu juga pernah seperti ini. Walaupun aku tidak ingat karena apa, aku jadi tidak bisa menemukan ibu, protesnya dalam hati.

Secara bersamaan, mereka menggandeng tangan satu sama lain. Berjalan di lorong dengan keramaian yang hampir membatasi pandangan itu susah bagi gadis kecil itu. Mungkin karena buru-buru, langkah ibunya juga sulit diimbangi. Ia menggenggam tangan ibunya lebih kuat. Jadi, apa pun yang terjadi, ada sang ibu di sampingnya. Ada penuntun yang bisa dia andalkan saat diri sendiri tidak mampu melakukan banyak hal.

"Aw." Ia memejamkan mata sesaat setelah bahunya bertabrakan dengan tas dompet ibunya.  Ia mendongak, mendapati seorang perempuan yang sangat tinggi menggunakan seragam petugas kereta.

"Adakah yang dapat saya bantu?"

Kring!

Ia spontan mencari-cari asal bunyi lonceng itu. Belum sempat menemukan, ia merasa bahunya ditepuk.

"Aezy, tunjukkan tiketmu, jangan melamun!"

"Oh iya." Aezy segera menunjukkan e-ticket miliknya ke perempuan itu.

"Tolong dipindaikan Anda saja, dari tadi sudah dicoba di sana, tapi tidak bisa," pinta ibu Aezy.

"Untuk tiket itu ada pemindai yang berbeda. Adik bisa memindai e-ticket di sini." Ia menunjuk pemindai di sebelah kirinya dengan senyum lebar.

"Apa keretanya akan berbeda?" tanya ibu Aezy.

"Benar, keretanya akan berbeda."

Aezy menelan air liurnya. Bukan karena jawaban perempuan asing itu, tapi ekspresi ibunya berubah.

"Apa Anda yakin?" tanya Ibunya dengan cepat dan menusuk. Melihat ekspresinya dari bawah, Aezy merinding. "Saya membeli kedua tiket di waktu yang sama. Bagaimana bisa kereta kami berbeda? Segera ubah itu."

"Maaf, apa yang Ibu tanyakan?" balas perempuan asing itu, terdengar meragukan pendengarannya.

"Ubah keretanya menjadi sama." 

Tidak mungkin bisa! Apa yang Ibu katakan sekarang? Ibu hentikan saja! jerit Aezy dalam hati. Tapi seperti biasa, itu hanya dipendam olehnya sendiri.

"Mohon maaf Ibu, kami tidak bisa mengatur hal tersebut. Selain itu, tiket kereta api hari ini sudah kosong. Tidak ada kursi di–"

"Tukar saja dengan lainnya."

Ibuuuuuu! Aezy semakin panik. Ia paham ibunya sedang kesal, tapi ini adalah tempat umum. Mereka tidak bisa membuat keributan di tempat seperti ini!

"Ibu, aku tidak apa-apa," sela Aezy. Bahkan ia sadar suaranya gemetar.

"Aezy, diam saja sebentar!" Ibunya melepas genggaman tangannya, lalu menunjuk ke petugas kereta di depannya. "Apa Anda tahu? Tidak ada pengumuman seperti itu saat kami membeli tiket. Baik tiket habis maupun kereta api yang berbeda, tidak ada sama sekali. Bagaimana kalau Anda salah dan saya kehilangan anak saya?"

Walau dahinya berkerut, suaranya meninggi, gadis  itu tahu, ibunya marah karena khawatir. Mungkin juga ibunya ingat jika dulu dia pernah tersesat selama beberapa hari.

"Jika anak manis Ibu terpisah dari Ibu, kami akan membantunya agar dia dapat kembali ke tangan Ibu, dengan kekuatan yang kami bisa."

Pandangan Aezy terpaku pada ekspresi perempuan itu. Matanya, senyumannya, sama sekali tidak terkesan ramah.

Apa orang ini kesal?

Dia segera memindai tiketnya di mesin yang ditunjukkan tadi. Benar saja, ada pilihan untuk mencetak tiketnya. Setelah mendapatkan selembar tiket, ia segera mencuri perhatian ibunya dengan mengangkat lembaran itu.

"Ibu, aku sudah punya tiket." Ia tersenyum ceria—atau setidaknya di penampilan luar saja. Kedua orang ini sudah tidak punya keinginan untuk bersikap ramah, berperang sikap dingin lebih lama lagi bisa gawat.

"Aezy."

"Ibu bisa pergi berbaris di pintu sebelumnya! Kalau kita tidak baris sekarang, akan sulit menemukan tempat duduk untuk menunggu kereta. Kita harus sampai malam ini, kan?"

"Kamu benar tapi," ibunya melirik ke pintu di dekat mereka, "lebih baik menunggumu masuk dulu." Tidak ada orang yang berkumpul di dalam, tapi keretanya sudah terlihat.

"Aku hanya perlu memberikan tiket dan KTP-ku lalu mengambilnya lagi, kan? Ibu, kereta kita akan berangkat di waktu yang sama. Ibu juga harus mencari kursi. Pergi saja, aku pasti menemukan kursiku juga."

"Permisi." Perempuan itu mengulurkan tangan. "Jika butuh bantuan, saya dapat menemani adik mencari kursinya. Bukankah kereta api Ibu akan datang sebentar lagi? Silakan mengunjungi loket tiket dan menunggu kereta api Ibu."

Aezy masih mempertahankan senyumnya sambil merapal mantra dalam hati. Aku terlihat sangaaaat baik-baik saja. Aku terlihat bisa apa saja. Ibu, ayo percaya, ayolah. Kalau lebih lama di sini, aku tidak tahu lagi cara menengahi Ibu dan orang ini.

"Anda benar-benar akan membantunya?' tanya ibu Aezy.

"Akan saya bantu hingga anak Ibu tenang."

Bukankah kalian yang perlu tenang?  Kalian sama-sama menyindir sekarang. Tapi Aezy memutuskan untuk tidak menyela lagi dan mempertahankan ekspresinya saja.

"Baiklah, barang-barang biar Ibu yang bawa. Sebentar." Tidak lama kemudian, ibunya meletakkan sesuatu di kantong baju anaknya. "Ada banyak, kalau lapar atau haus, jangan ditahan."

"Nanti aku makan yang banyak, boleh?" tanya Aezy, walau nyatanya, dia tidak sungguh-sungguh.

"Bagus, agar kamu cepat besar."

Ibu dan anak itu berpelukan sesaat, lalu melambaikan tangan. Setelah itu, sembari membawa satu koper dan tas besar, ibunya pergi memasuki pintu masuk utama.

"Mari masuk juga, Dik."

Aezy mengangguk tanpa banyak bicara. Perempuan itu tampak ramah, tapi baginya, bukan ramah menyenangkan. Dia asal menyimpulkan dalam hatinya.

Aku kesal karena dia tidak ramah padahal  harusnya dia sopan.

Setelah selesai menunjukkan tiket dan KTP, ia memutuskan untuk memasuki kereta api sendirian.

"Terima kasih."

Padahal dia berencana pergi tanpa banyak bicara.

"Dik, berapa umurmu?"

"Aku ... 17 tahun. Kenapa, ya?"

"Apa ini perjalananmu ke luar rumah pertama kalinya?"

Aezy tertegun. Itu tidak sepenuhnya salah. Selain sekolah yang memang seharusnya pergi ke sekolah atau tetangga saat ada acara yang mengharuskan kehadiran keluarga dengan lengkap, ini pertama kalinya. Jika saat dia tersesat dulu dihitung, ini adalah kedua kalinya, tapi dia tidak mau mengakui kenyataan itu.

"Ya, karena Ibu bilang, aku sudah cukup besar." Walau bagi Ibu yang tinggi dan lebih tua, aku masih harus dijaga seperti anak kecil.

"Selamat, ya."

"Oh ... terima kasih."

Ia segera menaiki kereta, mengusir rasa tidak nyaman yang hinggap di pikirannya setiap perempuan itu bersikap ramah.

"Ah itu nomor kursiku ... eh? Hah!"

Kereta api mendadak berjalan. Kakinya yang tidak seimbang membuat gadis setinggi 150 cm itu hampir terjatuh jika bukan karena adanya kursi penumpang di depannya.

***

Edited 25 Februari 2024

INI FANART AEZY YANG LUCU, INDAH, LUAR BIASA MENCUCI MATA DARI Airi_Niina


INI BANNER ALA COZY FANTASY BUATAN anomaliez
aku edit dikit


💚BIG THANKS NINA DAN ANDREW💚💚💚💚💚💚💚💚💚💚💚💚💚💚💚💚💚

Dipublish pada 15 Desember 2023
1193 kata

Yemimaliez bahkan belum menentukan premis. Ide dasarnya adalah nemuin file train away e-ticket ketika lagi bersih-bersih memori.
Hiyaaa, tiba-tiba aneh sendiri menulis naratif, semoga tidak membosankan, ah tunggu, kalau membosankan pun tidak apa, jujur saja ya! Soalnya aku memang sedang mencoba menulis lagi setelah sekian lama—yah walau "lama" itu bukan berarti aku pernah menyelesaikan lebih dari 1 cerita.

Bagaimana kelanjutannya?
Yemi pikir dulu premisnya yang beneran 😭
/Gaplok Yemi/

Ah, jaga kesehatan kalian ya (kalau baca ini).
Bacalah di tempat yang terang, dengan kecerahan layar secukupnya.

Iya aku ngetik sambil mata bengkak😭👍🏻 Kalau ga gitu semangat dan idenya hilang.

Dah, tutup gerbang (basa-basi), pai-pai.

Terima kasih, pembaca yang menumpang di kereta ini! Semoga kereta (cerita) ini ada next chapter-nya😭

Salam semanis lollipop
Yemimaliez

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro