Penyesalan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

4 November 2019

________________________

breathing out

________________________

"Lima," bisikku, "empat, tiga, dua, satu."

Aku mendengar petasan dan kembang api semakin menggila di luar sana. Mama dan adikku berteriak-teriak di balik pintu kamarku.

Aku memeluk ponselku, air mataku berlinang di pipiku. "Selamat tahun baru," kataku pada diri sendiri. "Selamat ulang tahun, Damas."

Aku menangis lagi. Gambar pemuda itu menatapku dari ponselku, tersenyum riang.

Foto itu diambil beberapa tahun lalu, saat kami masih SMA, saat kami masih dekat, saat dia masih menyukaiku, saat aku tak menghargai perasaannya.

Senyum Damas masih tulus dan penuh kebahagiaan dalam foto itu. Dia masih polos dan percaya akan ketulusan cinta meski aku menyakitinya habis-habisan. Mengetahui dia menyukaiku, aku tidak mengambil tindakan apa pun. Aku membiarkannya tergantung.

Aku jahat.

Air mataku terasa panas. Aku tidak menghapusnya, membiarkan aliran derasnya menetes hingga ke kain piamaku. Sakit, sakit sekali rasanya.

Damas terus menungguku dengan tulus, selalu menanyakan kabarku, merelakan diri menonton film-film Jepang yang kusuka hanya agar memiliki topik pembicaraan saat bersamaku, tak pernah lupa membelikanku oleh-oleh setiap kali kembali dari liburannya. Aku tidak pernah menolaknya terang-terangan. Aku tak menyukainya, tapi aku tak rela kehilangan penggemar.

Damas pernah bilang padaku dia akan senang jika kami bukan hanya sekadar teman. Itu kode yang sangat jelas.

Aku pura-pura tidak peka, tidak membalas.

Dimas mengakui perasaannya sekali padaku.

Aku mencerocos padanya bahwa bermain jika bermain Truth or Dare, lebih baik memilih Truth agar tak dijahili lagi oleh teman-temannya yang halu.

Suatu hari, Damas menyerah.

Pada hari itu juga, hatiku tercabik.

Biasa melihat senyumnya setiap pagi, kosongnya melompong ketika tak lagi ada asupan manis sebelum memulai hari.

Biasa menjawab kabar baik saat dia bertanya, kini tak ada kabar baik lagi karena dia tak lagi menyapa.

Biasa menggeleng-geleng ketika dia membawakanku oleh-oleh nan mahal, kini aku hanya dapat merenungi sisa kenangan yang tertinggal.

Biasa mendengarnya berbicara mengenai hal yang tidak dia suka hanya untukku, kini aku jadi malu. Bagaimana aku bisa sejahat itu?

Kini aku hanya dapat menangis setiap malam tahun baru, mengingat hari itu dia bertambah umur. Akan tetapi dari hidupku dia sudah berlalu, waktu tak bisa ditarik mundur.

___________

Tau tak bisa menulis romens, saia masih saja menulis romens ( '-')b

Malah jadi kayak puisi, kaaaan.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro