Bride - 6

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Humion Castil

Tempat ini masih sama seperti dua puluh lima tahun yang lalu, saat pertama kali Shane meninggalkan Luke. Saat pertama kali Shane sadar bahwa Luke benar-benar menikmati status barunya sebagai iblis. Maxine yang tidak ada akur-akunya dengan Luke memilih untuk tidak menemuinya. Lagipula, banyak kok yang tidak akur dengan saudara iparnya. Yah! Meskipun mereka tidak bisa di bilang seorang manusia. Maxine langsung pergi ke mensionnya yang terletak beberapa kilo dari Humion castil.

Shane terpaksa menemui Luke sendirian. Seperti yang sudah-sudah, Luke selalu tahu Shane akan datang bahkan saat Shane masih berada beberapa kilometer dari castilnya. Apa aku tercium seperti daging panggang?

Luke telah duduk di singgasananya dengan bertopang dagu, enggan mengomentari wajah putra satu-satunya yang bertambah buruk dari hari ke hari.

Shane menundukkan kepala, memberi hormat sekenanya tanpa menatap Luke sedikitpun. Ayah dan anak sama keras kepalanya. Shane mengambil posisi di sisi kiri, di sisi kanan Luke, Simon memberi hormat kepada Shane tanpa di tanggapi. Simon hanya patuh kepada satu orang, yaitu Luke. Namun dia masih punya tata krama untuk menghormati putra tuannya.

"Kau akan tinggal lama di sini bukan?" tanya Luke membuka pembicaraan.

Shane tidak menjawab, karena ia tahu itu hanya pertanyaan basa basi.

"Sebaiknya kau istirahat, kau tampak ... Berantakan."

Tidak perlu repot-repot untuk berterima kasih atas pujian yang baru saja Luke lontarkan. Lagipula, wajahnya memang sudah berantakan bertahun-tahun lamanya. Jadi tidak perlu diingatkan lagi.

Shane melirik Simon sekilas. Ada sebuah pertanyaan yang dari dulu ingin Shane tanyakan kepada Simon. Meskipun dia tahu bahwa Shane tidak akan pernah mendapatkan jawaban. Seakan Shane percaya bahwa Simon memang menyimpan sebuah rahasia besar.

"Apa ayah masih mencari Fury? Kalau iya, ayah tahu kedatanganku kemari untuk menghentikanmu."

"Ayah sudah menemukannya."

Shane menegang, melirik Luke dari ujung matanya, mencoba mencari kebohongan dari perkataan Luke barusan. Kalau itu benar, Shane tidak tahu harus merasa senang atau cemas.

"Melihat caramu bereaksi, sepertinya kau belum menemukannya ya?" tebak Luke, dengan nada simpati yang di buat-buat. "Tentu saja belum, kalau sudah, kau mungkin sudah musnah. Dia pasti sudah membunuhmu."

Shane tersenyum miris. "Ayah sepertinya senang sekali."

"Ingat Shane, gadis itu adalah mautmu."

Shane menoleh kepada Luke, "Aku tahu."

Shane berdiri dan langsung meninggalkan Luke. Simon yang dari tadi mendengarkan percakapan itu memilih untuk tidak berkomentar apapun. Meskipun begitu, Simon tahu dirinya harus mengawasi Shane tanpa harus di perintah.

.
.
.

Masih terlalu pagi untuk melamun, tetapi Kyrei tidak bisa menahan diri untuk tidak memikirkan pria itu. Kyrei berharap bisa bertemu dengan pria itu setidaknya satu kali lagi, atau dua kali lagi, atau tiga kali lagi, atau entahlah, yang jelas Kyrei merasa merindukannya.

Gila.

Satu kata yang bisa menggambarkan betapa tidak masuk akal pikiran Kyrei saat ini. Dia bahkan merasa merindukannya. Seakan-akan dia memiliki ingatan tentang pria itu. Tapi Kyrei tahu bahwa ingatan itu tidak pernah ada. Yah tidak ada. Kyrei cepat-cepat memulihkan pikirannya sebelum dia benar-benar menjadi gila. Dia berdiri dari duduknya yang sudah berjam-jam, kemudian kakinya tertekuk karena bergerak terlalu tergesa-gesa. Seharusnya aku hampiri saja dia waktu itu.

"Apa kakimu sakit lagi?"

Jude membantu Kyrei berdiri. Kyrei menggeleng, tersenyum pada Jude agar pria itu tidak tahu bahwa suasana hatinya sedang buruk. Tapi seperti yang sudah-sudah. Jude selalu tahu saat Kyrei berbohong.

"Apa di wajahku selalu tertulis dengan jelas kalau aku sedang berbohong?"

Jude menggeleng, "Aku hanya sudah sangat mengenalmu Nak! jadi lebih baik kau jujur saja."

Kyrei menyilangkan kedua tangannya di dada. "Paman, aku ini adalah gadis yang sedang memiliki rahasia. Jadi ...."

"Tepat sekali. Itulah yang ingin aku ketahui. Bisakah kau memberitahu paman apa rahasiamu itu?"

"Mungkin, tapi tidak sekarang." Kyrei meringis, memohon melalui tatapan matanya agar Jude menghentikan obrolan itu.

Ekspresi Jude berubah masam. "Baiklah, tapi kau tahu kalau paman berharap kau mau menceritakannya."

Kyrei mengangguk tapi enggan berkomentar.

"Dia datang lagi."

Kedatangan Anna yang tiba-tiba mengejutkan Kyeri dan Jude. Namun Jude sudah menduga siapa yang dimaksud Anna. Ketika Kyrei menatap Jude. Kyrei bisa menangkap keengganan sekaligus kelegaan di wajah pamannya itu. Kyrei tidak tahu apa arti ekspresi itu. Jude tidak pernah seperti ini sebelumnya.

"Paman mau mengusirnya?" tanya Anna.

Jude tidak merespon. Pria itu tampak berfikir sejenak sebelum menemui seseorang yang dimaksud Anna. Setelah menyuruh Anna menyiapkan minuman dingin, Jude menemui tamu yang sudah duduk di kursi dengan ekspresi sama seperti sebelumnya. Senyum ramah dan percaya diri. Kali ini Karen menemaninya. Duduk tidak jauh dari Noah, terdiam menunggu apa yang akan di katakan Jude nantinya.

Ketika melihat Jude datang, Noah berdiri, kemudian mengulurkan tangannya "Senang bertemu anda kembali Sir."

Jude menyambut uluran tangan Noah tanpa tersenyum. Hanya mempersilahkan pemuda itu kembali duduk. Tidak lama setelahnya, Anna membawakan tiga gelas es limun.

"Cuacanya sedikit panas, saya harap anda tidak keberatan dengan segelas es. Yah meskipun saya tahu, anda mungkin sudah terlalu bosan dengan es."

Karen menatap Jude dengan sedikit terkejut.

"Tentu saja tidak, saya sangat berterima kasih anda masih mau menyambut saya," jawab Noah

"Jangan salah sangka," Jude mencondongkan tubuhnya sedikit kedepan. "Saya tidak pernah berfikir untuk menerima anda."

Noah tersenyum geli, seakan-akan apa yang di katakan Jude barusan adalah sebuah lelucon. Kemudian dia tampak serius. Meraih es limun, lalu meminumnya. Es tidak pernah terasa dingin di tenggorokannya. Biasa saja. Seperti saat kau meminum air putih. Hanya ada rasa asam limun yang menari di lidahnya. Noah menyukai sensasi itu.

"Tapi saya rasa anda tidak punya pilihan."

Kalimat itu sontak membuat Karen tersentak. Dengan sedikit gusar, dia berdiri. Ketika menatap Jude, Karen tidak mendapati reaksi apapun. Sedangkan Noah masih terseyum, menyebalkan seperti biasanya.

"Apa maksudmu? Kau gila ya? Kami punya hak untuk menerimamu atau mengusirmu. Kau ..."

"Karen."

Panggilan Jude menghentikan ucapannya.

"Masuklah, tinggalkan kami berdua,"  perintah Jude.

Karen tidak perlu berfikir lama untuk mengikuti perintah Jude. Lagipula, dia sudah ingin pergi dari tadi.

Hanya tinggal Jude dan Noah di ruang tamu.

"Jadi ..." Jude kembali bersandar pada kursi. "Apa yang kau inginkan anak muda?"

Noah tersenyum, seperti biasa, penuh percaya diri. Hanya saja kali ini wajahnya terlihat serius. "Aku ingin mengambil milikku."

Tatapan wajah Jude datar, sebelum akhirnya tersenyum mengejek. "Milikmu?"

Bukan pertama kalinya Jude menghadapi bocah macam begini.  Resiko seorang ayah yang memiliki putri cantik idaman lelaki. Namun Jude tahu bahwa Noah berbeda.

"Milikmu dari mananya?"

"Milikku dari awalnya. Anda tahu itu tuan Jude Taylor. Saya rasa tidak perlu menjelaskan lebih detail bukan?"

Pemuda di depannya itu lebih berani dari yang Jude duga. 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro