BF 04

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Fajri baru selesai menghabiskam batang rokok ketiga. Semenjak kejadian perceraian itu, hidup Fajri berubah drastis. Dulu ia sangat dekat dengan sang Papa Ricky, kini hanya tinggal kenangan.

"Bosen nih gue," ucap Fajri.

Sifat Fajri berubah drastis. Ia menjadi anak yang nakal, suka membolos pelajaran, ketiduran, merokok dan playboy.

Sudah banyak siswi di sekolah menjadi korban friendzone Fajri. Tetapi hal itu tak membuat kharisma seorang Fajri menghilang. Ia menjadi salah satu Ketua Tim Basket. Setidaknya masih ada hal baik yang dipunyai Fajri.

Pintu rooftop terbuka lebar. Fiki berjalan menuju tempat Fajri berada.

Brukk!!

Fiki melemparkan kasar tas milik Fajri langsung. Fajri berhasil menangkap tas itu dengan mudahnya.

"Terima kasih, Pikipaw," ucap Fajri tanpa melihat ke arah Fiki.

Fiki sangat geram. Gara-gara Fajri membolos pelajaran ia tak memiliki teman di kelas. Belum lagi pelajaran Matematika membuat otak Fiki mengepulkan asap.

"Parah sih lo, Ji! Bolos kok nggak ajak-ajak!" kesal Fiki.

"Terus gue perduli gitu? Siapa suruh lo dari kantin nggak balik ke sini?!"

Perkataan Fajri membuat Fiki semakin kesal. Untung Fiki orang yang sabar, baik, dan tukang makan.

"Ji! Lo habis ngerokok lagi?" tanya Fiki yang sudah berada di samping kanan Fajri.

"Hmm...," jawab Fajri malas.

Fiki menghela napas pelan. Ia harus tahan dengan sikap Fajri yang sungguh menyebalkan. Raut muka Fiki berubah khawatir.

"Lo tahu kan? Merokok itu cuma buat paru-paru lo rusak!"

"Iya, Fik. Soalnya gue lagi stress." Fajri menjawab santai.

"Ji... kasian Mama lo kalau dia sampai tahu," ucap Fiki pelan.

"Tinggal gausah kasih tahu, beres kan!" sahut Fajri. Ia mengait tas di pundak, lalu bergegas pergi.

Fajri malas jika membicarakan tentang sang Mama. Semenjak hal itu, Fajri semakin menjaga jarak dengannya. Ia lebih senang jika sang Papa berada di sisinya.

"Astaga! Aji tungguin gue!"

Fiki lantas menyusul Fajri. Keduanya memilih untuk nongkrong di rumah Fiki.

......

Drttt!

Ponsel milik Fenly bergetar di atas meja. Fenly melirik sekilas, lalu melanjutkan menulis kembali tanpa ada niatan menyentuhnya.

Kembali ponsel Fenly berdering. Sebuah panggilan masuk bertuliskan 'Papa' muncul di layar ponsel.

Akhirnya Fenly mengangkat walau malas. Layar hijau Fenly geser dan sebuah suara maskulin terdengar di ujung panggilan.

"Halo Fen,"

"Iya, Pa. Ada apa?"

"Maaf ya, Papa pulang agak malam hari ini. Tugas di kantor lagi menumpuk."

"Iya, Pa."

"Fenly. Sekali lagi Papa minta maaf,"

Tutt!

Pangilan terputus sepihak. Papa Fenly yaitu Ricky menutup panggilan. Setidaknya ia sudah mengabari bahwa akan pulang telat.

"Selalu seperti ini," gumam Fenly lemas.

Semenjak kejadian lima tahun itu, membawa trauma sendiri bagi Fenly. Ia harus berpisah dengan sang Adik dan Mama tercinta.

"Ma... Ovel kangen belaian tangan Mama di rambut Ovel," ucap Fenly lirih.

Sejak saat itu, Fenly belum pernah bertemu sosok sang Mama. Padahal dulu Fenly sangat dekat dan membantu sang Mama di dapur jika memasak.

Kini itu hanyalah tinggal kenangan. Sang Adik pun saat bertemu seperti orang asing. Tak ada sapaan ataupun senyum sedikitpun.

"Ji, padahal kita satu sekolah. Tetapi kenapa kita seperti orang asing. Ovel kangen bermain dan bercerita sama Aji."

Fenly semakin melankolis. Suasana di kelas cukup sepi, hal itu membuat Fenly bebas mengeluarkan keluhan yang terpendam tanpa ada orang mengganggu.

Suara langkah sepatu terdengar cukup kencang. Fenly segera menghapus paksa air mata yang tak sengaja terjatuh. Ia kembali menulis di buku.

"Fen, lo rajin banget sih. Gue heran sama anak pintar kaya lo!"

Pelakunya ternyata adalah teman dekat Fenly yaitu Zweitson. Pemuda berkacamata bulan dan tubuh kurusnya.

"Hmm," gumam Fenly berwajah datar.

Fenly masih sibuk menyalin pelajaran tadi di buku catatan. Ia tak mau sampai tak bisa menjawab pertanyaan kuis besok.

"Fen, pulang sekolah main yuk," ajak Zweitson yang sudah duduk di depan Fenly.

"Kemana?" tanya Fenly datar.

"Hmm... lo mau ya kemana?" tanya balik Zweitson. Tatapan bayi satu ini dibuat polos.

"Gatau!" jawab Fenly ketus.

Zweitson menepuk dahi keras. Butuh kesabaran dan ketenangan ekstra buat berbicara kepada seorang Fenly, siswa populer di sekolah.

"Yaudah gajadi," ujar Zweitson kesal.

"Hmm," jawab Fenly acuh.

Fenly sibuk dengan menyalin pelajaran, sedangkan Zweitson sibuk bermain game. Suara berisik Zweitson membuat Fenly tak fokus.

"Matiin tuh game atau pergi dari sini!" seru Fenly menatap dingin.

Zweitson menelan saliva kasar. Ia lebih baik memilih mematikan game daripada di usir Fenly. Dia bosan tak ada teman lain selain siswa di depannya, walau harus tekanan batin.

......

Di rumah kawasan elit Jakarta...

Sebuah mobil BMW baru tiba di perkarangan salah satu rumah elit. Pintu mobil terbuka, nampaklah seorang Pria dengan ciri khas rambut keribo.

Pakaian kasual dan bermerk membuat penampilan Pria itu begitu tampan. Kacamata hitam ia lepas pelan.

Pintu rumah utama terbuka. Sosok Wanita berparas cantik keluar dengan senyuman manis menghiasi.

"Kamu datang juga," ucapnya menyambut kedatangan sang Pria.

Pria itu berjalan pelan, lalu memeluk singkat sang Wanita cantik. Keduanya begitu mesra dan sepertinya memiliki suatu hubungan spesial.

"Aku kangen kamu," ungkap Pria itu.

"Aku juga. Ayo masuk ke dalam," balas sang Wanita.

Wanita itu menarik mesra tangan sang Pria. Keduanya pun sudah duduk di ruang tamu.

"Kamu sampai ke Indonesia jam berapa?" tanya sang Wanita.

"Hmm... kira-kira jam 7 pagi. Terus aku langsung ke sini. Soalnya aku rindu sama kamu," jawab sang Pria tegas.

Muncul semburat merah di kedua pipi sang Wanita cantik. "Han... kamu bisa saja deh," balasnya malu.

"Sinta, kamu memang cantik kok. Aku saja sampai nggak bisa lepas dari pandangan kamu," ucap Pria bernama lengkap Farhan Januar.

Sinta semakin tersipu malu. Ia tak salah memilih kekasih seperti Farhan. Sudah satu lamanya Farhan dan Sinta berpacaran.

Awal mereka ketemu saat Sinta sedang berada di Australia untuk membuka bisnis di sana. Dan di sanalah pertemuannya dengan Farhan di mulai.

Farhan berusia 26 tahun. Ia seorang pengusaha sukses dalam bidang teknologi. Sampai sekarang Farhan belum menikah.

"Sayang, Aji kemana? Kok aku nggak lihat." Farhan bertanya.

Sinta, sang Mama kandung Fajri tersenyum kecil. "Aji kan lagi sekolah. Gimana sih kamu ini masa lupa," jawabnya memukul pelan Farhan.

Mereka pun menghabiskan waktu temu kangen di rumah. Sinta sudah menyiapkan masakan kesukaan sang kekasih hati.

.
.
.
.
.

[20/12/2021]

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro