BF 05

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Fenly keluar dari kelas. Ia sengaja pulang paling terakhir menghindari kerumuman termasuk siswi-siswi yang mengaku sebagai fans ya.

"Gue pulang apa main ya?" Fenly bingung.

Pasalnya sang Papa Ricky pulang larut malam akibat kesibukan di kantor. Fenly pun bosan jika di rumah sendirian, walau ada petugas di rumah.

Fenly lupa kalau ada rapat Osis. Sebelumnya ia dilarang sang Papa ikut dan disuruh langsung pulang ke rumah. Jika ikut pun mood Fenly sedang tidak baik-baik saja.

"Hmm..."

Fenly masih belum menemukan jawaban. Ia berjalan pelan menelusuri koridor sekolah.

Sepi. Hanya ada beberapa siswa siswi sibuk dengan kegiatan eskul.

Tak sengaja pandangan Fenly tertuju pada satu objek. Seorang siswa yang wajahnya sangat familir.

"Aji," gumam Fenly.

Fenly terdiam cukup lama. Ia mengeratkan pegangan tas. Ia pun memberanikan diri untuk menemui Fajri, sang Adik kandung.

Jarak mereka kini hanya 1 meter. "Ji!" Fenly memanggil.

Fajri Zakno menolehkan kepala. Tatapan mereka terpaut satu sama lain seperkian detik.

Fajri kembali fokus dengan motor. Ia tak peduli dan mungkin tak menganggap kehadiran Fenly di sana.

"Ji! Gue mau bicara sesuatu sama lo!" seru Fenly sudah berdiri tepat di depan motor Fajri.

Fajri menaikkan satu alis mata. Fajri menatap Fenly seperti bukan saudara melainkan musuh atau orang asing.

"Minggir!" bentak Fajri.

"Nggak! Gue cuma mau bicara sebentar sama lo!" tolak Fenly.

Fajri tak menghiarukan. Ia sudah menyalakan motor. Satu tangan sudah siap untuk memainkan handel gas motor.

"Ji! Gue mohon..." kekeh Fenly.

Brumm!!

Motor Fajri langsung berjalan lurus. Fenly hampir saja ditabrak jika seseorang tak menarik tangannya cepat.

Fajri dengan perasaan tak berdosa sudah meninggalkan kawasan parkiran motor. Ia tak peduli jika Fenly harus menabrak motornya.

"Gue benci lo Fen!"

Motor Fajri melaju sangat cepat. Ia melewati kendaraan di jalanan dengan lihai. Perasaan kesal dan amarah yang muncul membuat Fajri bertingkah seperti ini.

......

"Lo mau cari mati?" tanya Pemuda berkulit hitam.

Pemuda itu yang menarik tangan Fenly paksa. Jika tidak, mungkin Fenly akan mengalami luka lecet.

"Lo kenapa malah narik gue?!" Fenly emosi. Ekspresi datar serta tajam sudah ia berikan kepada Pemuda itu.

Tak segan-segan Fenly menarik kerah baju Pemuda itu kasar. Ia sudah tersulut emosi.

"Kenapa? Lo mau pukul gue, silahkan." tantang sang Pemuda.

Fenly melepaskan tangan dari kerah baju sang Pemuda. Ia menatap tajam sekali lagi, lalu pergi menuju motor miliknya yang terpakir tak jauh dari ia berdiri.

Sosok Fenly mulai masuk ke dalam mobil. Mobil berwarna merah melaju pelan meninggalkan kawasan parkir.

"Gila kali tuh orang. Sudah gue tolong mau gue yang kena omel."

Gilang Ahmad. Nama sang Pemuda yang berniat menolong Fenly malah dimarahin.

Gilang merapikan seragam khususnya di bagian kerah. Ia menghela napa pelan.

"Niat baik gue malah begini. Bodo amatlah!" kesal Gilang.

Gilang pun berjalan menuju gedung sekolah. Ia mau mengambil sesuatu barang yang tertinggal di dalam kelas.

"Lebih baik gue cepat ambil tuh barang."

Kali ini Gilang belajar untuk tidak terlalu ikut campur sama urusan orang lain. Nanti malah terulang kejadian seperti tadi di parkiran.

.....

Zweitson berdiam diri di sebuah danau. Ia memilih untuk bersantai serta menenangkan pikiran setelah bertarung dengan mata pelajaran di sekolah.

Angin lembut menerpa wajah bayinya. Jujur, Zweitson sangat menyukai suasana tenang seperti ini.

Di tempat itu, Zweitson dapat memotret sesuka hati. Ia juga dapat membuat sketsa dan menulis beberapa lirik lagu.

"Hmm... gue mau potret, buat sketsa atau nulis lirik lagu ya," ujar Zweitson bingung memilih.

Sekitar lima menit berpikir, Zweitson sudah menemukan jawaban. Ia memilih untuk membuat sketsa gambar dengan tema pemandangan.

"Dudududu... lepas aku baby."

Zweitson melukis sketsa sambil bernyanyi lagu ciptaan barunya. Ia menulis lirik lagu tersebut dari pengalaman pribadi.

Sudah setahun Zweitson dan mantan kekasih menjalin hubungan pacaran. Namun, sebuah berita tak mengenakan dialaminya.

Sang mantan kekasih, sebut saja Jasmine memberitahukan kepada Zweitson bahwa dia akan pergi meninggalkan kota Jakarta, tepatnya akan ke luar negara.

Perancis, menjadi negara tujuan Jasmine. Orang tuanya mendapatkan pekerjaan untuk memegang perusahaan di sana. Mau tidak mau Jasmine harus mengikuti orang tua pergi.

Perpisahan mereka berjalan tak baik. Setelah memberitahukan itu, Jasmine memutuskan hubungan mereka sepihak. Dan keesokan paginya, ia dan orang tuanya sudah terbang ke negara romantis itu.

Sungguh pengalaman cinta yang menyakitkan bagi seorang Zweitson. Tak terasa Zweitson hampir menyelesaikan sketsa miliknya.

"Tinggal goresan kecil di sini, selesai deh," ucapnya semangat.

"Wah... bagus banget sketsa ya," ujar suara wanita tepat di belakang Zweitson.

Reflek Zweitson membalikan badan. Dan alangkah terkejutnya seorang Gadis cantik berdiri menatap dirinya.

"Hai. Maaf ya bikin kamu kaget," ucap sang Gadis tersenyum tipis.

"I-iya, gapapa kok. Gue eh aku cuma kaget sedikit," balas Zweitson gugup.

"Aku boleh duduk di sini," ujar Gadis itu.

"Silahkan," jawab Zweitson menggeser sedikit ke sebelah kiri.

Hening. Tidak ada pembicaraan lagi. Zweitson jadi tak fokus menyelesaikan sketsanya. Ia harus meredakan debaran di dada.

"Aku Misel. Kamu siapa?" Misel memperkenalkan diri terlebih dahulu.

"E-eeh, aku Zweitson."

"Hehe... kamu lucu deh. Aku suka," ungkap Misel malu-malu.

Kedua pipi Misel muncul semburat merah kecil. Zweitson hanya diam. Ia cukup terkejut dengan perkataan Misel kepadanya.

"Gue butuh Fenly di sini." batin Zweitson.

.....

Ricky baru menyelesaikan pekerjaan di kantor. Walau ia seorang CEO, ia tetap bertanggung jawab atas tugasnya.

Kebetulan juga, Shandy, asisten pribadinya tak masuk. Shandy izin pulang ke rumah orang tuanya karena sang Ibu sakit.

Ricky tak mungkin tega melarang Shandy untuk pulang. Jika sudah bersangkutan dengan orang tua terutama Ibu, Ricky pasti akan memberikan izin.

"Hah! Kelar juga tugas-tugasnya," ujar Ricky.

Dia sempat melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 9 malam. "Pasti Ovel di rumah sendirian. Maafin Papa ya, nak. Ini semua demi kebaikan kamu," ucapnya.

Ricky pun bersiap untuk pulang. Beberapa menit, ia sudah berada di depan gedung perusahaan. Pak Joko, supir pribadinya sudah menunggu.

"Ayo, Pak Joko. Kita pulang sekarang." perintah Ricky.

"Baik, Pak," jawab Pak Joko.

Mobil BMW sudah melaju cepat meninggalkan gedung kantor. Selama perjalanan, Ricky berusaha menelepon Fenly, namun tak diangkat.

Ada perasaan khawatir di hati. Ricky menghela napas pelan, ia harus tenang.

"Pasti Ovel sudah tidur," ucapnya berpikir positif.

Tiba-tiba sebuah pesan baru masuk. Ricky melihat sekilas. Tertera nama Farhan di layar. Dia langsung membuka pesan tersebut.

"Halo, Rick. Apa kabar ya nih? Gue besok mau ajak lo ketemuan. Sudah lama kita tak bertemu, Habibie."

.
.
.
.
.

[23/12/2021]

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro