12. Saudara Sepupu?

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Part 12 Saudara Sepupu?

Dengan bantuan beberapa pelayan keluarga Leon, semua barang-barang Aleta sudah dirapikan ke dalam lemari besar. Begitu pun dengan barang-barang Leon yang ada di kamar pria itu, yang tak lebih banyak dari semua barangnya. Ia sempat mendengar mama mertuanya untuk memindahkan barang-barang pria itu yang ada di apartemen, tetapi segera mendapatkan reaksi yang tak menyenangkan sehingga Yoanna menawarkan akan membeli barang-barang yang baru untuk menambahkan. Yang tak dijawab apa pun oleh Leon dan menjadi lampu hijau bagi wanita paruh tersebut.

Setelah makan malam di rumah utama, Aleta kembali ke paviliun. Sempat mengobrol sejenak dengan Lena, adik perempuan Leon yang kebetulan seumuran dengannya. Menawarkan diri jika Aleta butuh bantuan. Meski hubungan mereka tak cukup dekat, sikap Lena lebih ramah dan lembut kepadanya. Begitu pun dengan sang papa mertua. Lionel Ezardy.

Sementara Leon, pria itu naik ke lantai dua dan kembali ketika menjelang jam sepuluh. Tepat ketika Aleta siap berbaring dan mendapatkan posisi nyaman di tempat tidur.

Pria itu langsung ke kamar mandi dan keluar hanya dengan mengenakan celana karet sebelum bergabung di ranjang. Menyelinap di balik selimut dan memeluk tubuh Aleta.

“Kau belum tidur?” bisik pria itu dengan suara yang setengah mendesah. Tepat di belakang telinga Aleta.

Aleta tahu pertanyaan Leon hanyalah basa-basi. Pun tahu dengan apa yang diinginkan pria itu ketika semakin merapatkan tubuh ke arahnya. Tak membuang kesempatan dengan telapak tangan pria itu yang langsung menyelinap di balik piyama tidurnya dan meremas dadanya.

Bibir Leon menciumi bagian belakang telinga Aleta, merambat ke rahang dan bibir sekaligus memutar tubuh gadis itu menghadapnya. Tak lebih dari satu menit, telapak tangannya berhasil melucuti pakaian Aleta sementara ciumannya bergerilya ke area sekitar telinga, leher, dan tulang selangka. Bergerak semakin ke bawah. 

Aleta berusaha meronta, tetapi dengan mudah rontaannya diredam oleh kekuatan pria Leon yang menghimpit tubuhnya semakin tenggelam di kasur yang empuk. “L-leon …”

“Jangan pernah menolakku, Aleta,” desis Leon, tanpa melepaskan ciumannya di dada Aleta. “Diam dan nikmati. Aku tak pernah memanjakan wanita seperti yang kulakukan padamu.”

Aleta seketika terdiam dengan ancaman tajam yang terselip di antara bisikan lirih pria itu. Bercampur desah napas Leon yang semakin memberat. Mata Aleta terpejam, sentuhan dan ciuman Leon yang semakin memanas menyeretnya ke tepian gairah. Tubuhnya perlahan mulai rileks, membiarkan dirinya terpeleset oleh hasrat Leon dan menikmati setiap sentuhan panas pria itu yang mulai membakar tubuhnya. Kembali membimbingnya untuk menjajaki puncak kenikmatan yang pria itu kenalkan.

*** 

Pagi itu, Leon sedang mendorong kursi roda Aleta ke rumah utama ketika sebuah mobil berwarna merah muda berhenti tepat di halaman rumah. Sang sepupu, Anna Thobias melangkah turun dan langsung menghampiri keduanya. Meski sikapnya masih dingin pada Aleta, senyum semringah segera menghiasi wajah cantik wanita itu ketika beralih pada Leon. 

Anna mengambil posisi di samping Leon, bergelayut manja di lengan Leon. “Mama bilang kau akan hadir di pesta perayaan nanti malam.”

Leon menarik lengannya. “Lalu?”

“Kau tak mungkin membawanya sebagai pasanganmu, kan?” tanya Anna terus terang. Melirik sekilas pada Aleta dan tatapannya membeku ketika menemukan kissmark di leher gadis itu. Matanya menyipit hanya untuk mempertajam tatapannya, yang sekaligus menumpukkan kecemburuan dan iri hatinya pada gadis cacat itu. Sudah tentu kissmark itu buatan Leon. Sial, Leon benar-benar menganggap gadis cacat itu sebagai seorang istri, dengan keistimewaaan melayani pria itu di ranjang. Keistimewaan yang sulit untuk didapatkan wanita mana pun. Yang bahkan lebih cantik, seksi, dan sempurna darinya. 

“Kenapa itu tidak mungkin, Anna? Aleta memang pasanganku. Kau lupa kami ..”

“Sudah menikah?” penggal Anna dengan dengusan mengejek. “Kau hanya memanfaatkannya. Tak mungkin memamerkannya di hadapan umum untuk mempemalukan dirimu sendiri.”

Kata-kata kasar Anna yang tak difilter menggunakan otak dan hati tersebut berhasil membuat wajah Aleta tertunduk dalam. Gadis itu menggigit bibir bagian dalamnya. Menatap kedua kakinya.

Ujung bibir Leon menipis, tak terkejut dengan kata-kata Anna yang memang kasar dan lancang tersebut. “Lalu, aku harus datang denganmu, yang akan semakin mempermalukan diriku sendiri?”

Ekspresi mengejek Anna membeku. “Apa maksudmu?”

“Kenapa aku harus datang dengan wanita lain sementara semua orang tahu kami adalah pasangan pengantin baru?”

“Kau bisa berdalih bahwa dia sedang sakit. Dan dia memang sakit, kan?”

Leon mendengus singkat. Tak ada gunanya berdebat dengan Anna, yang masih begitu terobsesi pada dirinya. Ia pun melanjutkan langkahnya. Anna yang tak menyerah, menyusul dan tetap berjalan di sampingnya. “Pulanglah, Anna. Kau membuang waktumu. Dan jika kau memiliki begitu banyak waktu luang. Carilah seseorang yang diinginkan mamamu dan menikah.”

“Ya, aku akan menikahi siapa pun itu. Tapi itu tak akan menghentikan perasaanku padamu. Kita masih bisa berhubungan di belakang pasangan masing-masing, kan?”

“Aku tak tertarik membuat kesibukan semacam itu. Merepotkan.”

“Tubuhnya jelas tak lebih menarik dariku, Leon.”

Langkah Leon terhenti. Wajahnya berputar dan tatapannya berubah tajam pada sang sepupu. “Kau memiliki tubuh yang indah, kuakui itu, Anna.”

Senyum Anna melengkung lebar, kata-kata pujian tersebut berhasil membuatnya besar kepala. 

“Hanya saja, aku tak berselera pada saudaraku sendiri.”

Raut Anna berubah pucat dan tatapannya dipenuhi kedongkolan. Untuk beberapa saat keduanya saling pandang, ketika kemudian Anne nekat melompat ke arah Leon dan berkata, “Itu karena kau belum mencobanya.”

Leon membiarkan kedua lengan Anne melingkari lehernya, bibir wanita itu menangkap bibirnya. Menyapu bibir bagian bawahnya dengan lumatan yang ahli. Menggoda dan merayunya. Mencoba memancing bibirnya untuk membalas lumatan tersebut.

Aleta yang tersentak kaget dengan perbuatan Anna hanya membatu. Membekap kesiapnya dengan telapak tangan dan membuang pandangannya. Desahan Anna yang terdengar membuatnya berharap agar telinganya ditulikan. Matanya terpejam, semakin rapat. Tetapi semua itu tak bisa menghentikan pikirannya akan apa yang dilakukan Leon dan Anna di belakangnya.

Anna terus menyapukan bibirnya, dengan rakus dan melewatkan setiap inci pun untuk mencicipi bibir seksi Leon. Menunggu balasan pria itu dengan keputus asaan karena Leon tak melakukan apapun selain menjadi patung bernapas untuknya.

Leon terkekeh, melepaskan kedua lengan Anna dan mendorong wanita itu menjauh. Wajah Anna tampak merah padam. Oleh nafsu. Rasa malu dan amarah yang bercampur aduk jadi satu.

“Aku tak merasakan apa pun, Anna,” ucapnya kemudian. Yang semakin menebalkan amarah Anna.

“Apa yang sedang coba kalian berdua lakukan, hah?!” jerit histeris Yoanna terdengar tak jauh dari mereka. Yang menghampiri ketiga orang tersebut dengan langkah besar-besar. Dan begitu sampai di depan Aleta, yang pertama dilakukannya adalah mendorong Anna menjauh dari Leon. “Apa kau sudah gila, Anna?”

Anna sama sekali tak terusik dengan kemarahan sang tante. Sama tak pedulinya pada ketidak sukaan Yoanna karena perasaan cintanya pada Leon. “Jika Leon bisa meniduri gadis cacat itu, kenapa dia tidak bernafsu padaku, tante? Tante yakin Leon tidak mengalami kelainan? Kita harus memeriksakannya ke rumah sakit. Mungkin saja …” Anna berhenti. Matanya menatap wajah Leon bergerak turun ke dada, perut dan lebih ke bawah.

Yoanna memegang tengkuknya. Tekanan darahnya seketika naik dengan kata-kata sang keponakan. “Leon memang tidak seharusnya bernafsu padamu, Anna,” balasnya. Dengan kesabaran yang sangat jelas dipaksakan. “Kalian saudara … sepupu. Dan kaulah yang perlu diperiksa di rumah sakit. Terutama otakmu.”

Anna mendecakkan lidahnya dengan bibir yang mengerucut. Kedua tangannya bersilang di depan dada dengan angkuh. “Ya, kami saudara sepupu. Apa yang salah dengan itu?”

Mulut Yoanna membuka nutup, benar-benar kehabisan kata-kata dengan bantahan Anna. 

“Tidak ada larangan untuk mencintai dan menikahi saudara sepupu, kan?”

“Tidak!” Jawaban Yoanna begitu histeris, hingga mengejutkan Anna dan Aleta. Begitu pun dengan Leon, yang tatapannya menyipit. Mengamati kepucatan di wajah sang mama yang janggal. Sangat janggal dan kecurigaan berhasil naik ke permukaan dengan kecemasan yang muncul di kedua mata sang mama.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro