#2

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Jurnalicha
iluvplumtea

Di pojok ruangan yang minim cahaya ini akhirnya aku berkesempatan untuk menuliskan kisah-kisah yang beberapa di antaranya tak pernah kuceritakan pada siapa pun.

Namaku Icha. Aku gadis yang biasa-biasa saja. Dalam artian tidak memiliki kemampuan khusus yang membuat aku bisa melihat makhluk tak kasat mata.

Namun, entah kenapa orang-orang di sekitarku bisa melihatnya. Banyak juga yang mengalami kejadian supranatural. Terkadang aku iri dengan mereka. Aku juga ingin melihat makhluk gaib, tetapi rasa penasaranku kalah oleh rasa takutku. Karena, walau tidak bisa melihat, aku bisa merasakan kehadiran mereka di kala mereka mengeluarkan energi yang terlalu kuat. Bahkan jika ada yang menempel denganku, aku akan mudah merasakan sakit kepala. Namun, tetap saja aku suka membaca dan mendengarkan kisah horor. Dan inilah kisah-kisah horror yang aku dengar:

Kisah Pertama:

Kamar Mandi Umum

Kejadian ini dialami oleh tanteku—dari pihak ibuku—yang paling tua. Kejadiannya ketika beliau masih sangat muda.

Di desa kelahiran ibuku pada zaman dahulu, biasanya rumah tidak memiliki kamar mandi. Untuk urusan mandi dan toilet, ada pemandian umum yang tak jauh dari rumah.

Suatu hari, tanteku yang punya kebiasaan mandi jauh sebelum adzan subuh berkumandang pergi ke pemandian umum tersebut. Jalanan masih gelap, karena zaman dahulu masih minim pencahayaan lampu. Di pemandian tersebut ada beberapa pancuran. Tanteku menempati salah satunya.

Tanteku mandi seperti biasa, terdengar suara tawa di dekat beliau. Ketika menengok ke samping, ada seorang wanita yang juga ikut berjongkok. Dengan rambut kusut masai tergerai. Separuh mukanya hancur.

Tanpa ba-bi-bu lagi, tanteku menyambar handuk dan langsung terbirit-birit ke rumah.

Ketika sampai di rumah, kata kakekku, muka tanteku sangat pucat. Masih untung makhluk di kamar mandi umum itu tidak mengikuti tanteku pulang.

Kisah Kedua:

Penghuni Lama Bilang Halo

Peristiwa ini terjadi di sekitar tempatku tinggal. Dialami oleh suami kakak sepupuku.

Pamanku, kakak laki-laki tertua dari ibuku, membeli rumah kosong di samping rumah kami. Rumah itu dulunya milik kusir delman. Bahkan katanya dulu di rumah itu ada kandang kuda. Setelah pemiliknya meninggal, rumah itu dibiarkan kosong hingga akhirnya dibeli oleh pamanku.

Aku tidak pernah masuk ke rumah itu sebelum dibangun oleh paman. Namun, ibuku bilang rumah itu cukup angker. Terlebih karena ada sumur di dalam rumah.

Bekas kandang kuda dan sumur di dalam rumah. Sepertinya bukan kombinasi yang bagus.

Pembangunan rumah berjalan lancar. Ketika tahap satu selesai dan rumah itu sudah bisa didiami, walau belum dipasang keramik, pamanku dan keluarganya suka datang dan tidur di sana untuk beberapa hari.

Ibuku selalu mengatakan padaku, bahwa di dapur dan kamar mandi rumah tersebut, memiliki hawa yang berbeda. Ya, ibuku memang 'tahu' tentang hal-hal semacam itu.

Suatu hari, suami sepupuku ada pekerjaan di sekitaran Sumedang, karena hujan dia memutuskan untuk pulang ke rumah kosong milik pamanku. Meminta kunci yang dititipkan pada ibuku, tetap bersikeras untuk tidur di rumah itu, walau ibuku sudah menawarkannya tidur di rumah kami.

Kala itu matahari hampir terbenam. Selepas Isya, suami sepupuku itu datang ke rumah dan mengembalikan kunci, lalu berkata akan pulang saja ke Bandung. Tanpa banyak bercerita.

Beberapa hari kemudian, ketika pamanku ke Sumedang beliau bercerita kepada ibuku, bahwa menantunya, melihat sosok wanita berbaju merah, dengan mata menyala-nyala di dapur. Pantas saja kakak itu langsung pulang ke Bandung tanpa menunda.

Setelah pamanku pindah permanen, melakukan selamatan dan sering mengaji, hawa rumah itu berangsur membaik. Dan tidak ada lagi penampakan.

Kisah Ketiga:

Senandung Tengah Malam

Kosan sering kali menyimpan kisah-kisah mistis. Entah apa penyebabnya, padahal layaknya rumah, kosan ditinggali banyak orang.

Ketika menempuh pendidikan S-1 aku ngekos di sebuah kosan khusus perempuan dekat dengan kampusku. Kosannya strategis, ke kampus hanya butuh 10 menit jalan kaki. Dekat dengan terminal dan banyak penjual makanan dengan harga mahasiswa. Yang paling penting kosanku sangat aman, tidak pernah ada cerita dibobol maling.

Tentu saja dengan 'kepekaanku' yang tanggung, aku tidak pernah mengalami kejadian aneh, hanya merasa takut jika melewati area tertentu atau melihat titik tertentu. Atau sekedar mendengar suara langkah kaki tanpa wujud di tengah malam. Menurutku masih wajar, karena selain manusia di setiap tempat pastilah ada 'penghuni' lain. Selama tidak mengganggu dan menampakkan diri, tak masalah buatku.

Beda halnya dengan temanku. Ada satu pengalaman temanku yang membuat bulu kuduk merinding. Mari kita sebut temanku A. Nah, suatu waktu, ketika musim liburan, seluruh penghuni kosan pulang kampung. Hanya tinggal A dan satu atau dua orang mahasisiwi di lantai atas. Ketika tengah malam, terdengar kidung, seperti pupuh. Jika hari biasa mungkin saja ada mahasiswi jurusan seni sedang berlatih vokal. Namun, dengan kondisi kosan yang hampir kosong dan jam yang tidak biasa, tentu saja A sedikit curiga. Karena itu, lantas A berkata, "Jikalau yang menyanyi adalah manusia, tidak apa-apa. Lanjutkan saja. Jikalau yang menyanyi bukan manusia, tolong berhenti."

Setelah perkataan itu selesai, suara kidung tak lagi terdengar.

Tentu saja aku merinding ketika A menceritakannya padaku.

Dan baru-baru ini seorang temanku, T, yang juga ngekos denganku bilang, bahwa dia melihat ada sosok Mba Kun yang duduk di tangga putar dekat kamar aku dan A. Mungkin saja waktu itu Mba Kun tersebut yang sedang menyanyi.

Dan satu lagi makhluk hitam yang berjongkok di atap tempat kami menjemur pakaian.

Sebetulnya sepupuku yang pernah menginap di kosanku juga pernah melihat sosok Mba Kun yang sedang duduk di tepi kolam renang kosong, ketika akan ke kamar mandi pada malam hari.

Untung saja aku tidak pernah melihatnya. Jika tidak, aku pasti sudah minta pindah.

Kisah Keempat:

Tawa

Ini kisah terakhir yang akan kusampaikan di sini. Dan ini menimpaku langsung.

Beberapa tahun yang lalu, aku mengalami sakit lutut hingga kesulitan berjalan. Aku bukan anti rumah sakit, tetapi bisa dikatakan aku lebih suka dengan pengobatan tradisional alias pijat.

Saat itu akhirnya aku menggunakan jasa tukang urut di lingkungan rumah kakakku.

Saat itu juga kakakku sedang sakit, tetapi aku tidak akan bercerita di sini tentang sakit yang diderita kakakku.

Intinya, kakakku sedang 'diobati' oleh sesorang bersamaan dengan aku yang sedang dipijat oleh tukang urut. Ibu pijat tersebut mengembalikan tulang lututku yang bergeser ke posisi semula. Sakitnya sungguh luar biasa.

Selama dipijat kami mengobrol, dan anehnya ibu pijat tersebut mengatakan padaku, "Hati-hati, Neng. Neng, harus lebih kuat."

Aku tidak mengerti. Perutku mulai terasa mual, mungkin karena menahan sakit, dan kepalaku berdenyut-denyut. Setelah selesai di pijat aku pergi ke kamar mandi karena tidak tahan ingin muntah. Kemudian gelap.

Ketika tersadar aku bisa merasakan lantai yang dingin di bawah pantat dan kakiku. Ketika membuka mata aku masih berada di kamar mandi. Sedikit terhuyung, aku keluar.

Aku hanya bilang, "Bu, Icha pingsan tadi." Pada ibuku.

Kemudian beberapa orang yang ada di rumah itu terkejut melihat aku keluar dari kamar mandi. Mereka mengira aku masih di kamar tamu sedang dipijat.

Dan kemudian kakak iparku bilang, "Pas Icha di kamar mandi. Ada suara tawa melengking."

Namun, aku tidak ingat jika aku sempat tertawa. Sampai saat ini aku tidak paham. Apa saat itu aku hendak dirasuki? Ataukah itu 'gangguan' yang diusir dari kakakku dan hendak menempel padaku? Atau suara tawa itu hanyalah jeritanku sebelum pingsan? Aku tidak tahu.

Ah, aku sudah merasa tidak nyaman. Bukankah makhluk halus akan berada di sekitar kita ketika sedang dibicarakan? Aku tidak mau sampai mengalami sakit kepala hebat karena mereka ada di dekatku. Karena itu, Dokter Moes, sampai di sini saja, ya, ceritaku.

Sampai jumpa di lain waktu.

PS: 10 Jempol, buat tante yang berani mandi sendiri malam-malam

Zinc Moes S.Ked

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro