[4] Dunia Baru

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Bismillah, Jangan lupa tekan bintang di kiri yaa dan komen setelah membaca.

Happy reading:)

---

"Sebelum mengeluh tentang masalah yang datang selih-berganti, selalu ingat bahwa di luar sana ada yang berjuang untuk bertahan hidup agar tidak mati!"

☆☆☆

Demi sebuah pekerjaan, Razita rela datang pagi-pagi ke sebuah tempat bertuliskan 'Heaven Publisher'.

Sesuai dugaan, karena masih pukul setengah delapan pagi kondisi kantor masih cukup sepi. Razita sengaja duduk di luar sambil mengamati beberapa orang yang mulai berdatangan. Semoga saja hari ini menjadi kabar baik untuknya.

Sejak semalam ia sudah mempersiapkan semua berkas yang dibutuhkan. Seharusnya berkas itu dikirim lewat email dan setelah dikonfirmasi baru mereka diminta datang untuk interview.

Namun, karena Razita tidak bisa menunggu selama itu ia akhirnya nekat datang kemari. Sampai seseorang tiba-tiba menghampirinya.

"Maaf, kamu siapa ya? Kok saya nggak pernah lihat?" Dari cara bicaranya entah mengapa Razita merasa dia adalah orang yang ramah.

"Saya mau nglamar pekerjaan Mbak. Kalau boleh tahu Pak Andranya sudah datang?" Tanya Razita to the point.

Ia cukup salut dengan sistem penerimaan pegawai disini. Sekilas dari yang dia baca di website kemarin, Jika biasanya kebanyakan perusahaan lain punya tim interview sendiri, disini CEO-nya bahkan ikut ambil bagian langsung dalam penerimaan pegawai. Katanya supaya dia bisa tahu kualitas pegawainya.

"Wah, kemungkinan agak siang biasanya kalau Senin. Boleh masuk dulu, tunggu di lobi aja jangan di luar!" Ternyata benar, wanita itu dengan ramah mengantarkan Razita duduk di ruang tunggu lobi.

"Maaf ya saya nggak bisa nemenin kamu karena harus kerja. Semoga sukses ya!" Pamitnya kemudian.

"Iya nggak papa. Makasih banyak ya Mbak."

Dan setelah tubuh wanita itu menghilang dari pandangan, Razita baru ingat kalau ia tidak sempat menanyakan namanya.

Sambil menunggu, Razita mengambil beberapa buku yang berada di rak sebelahnya. Kemungkinan buku-buku ini adalah hasil terbitan Heaven Publisher sendiri. Tidak salah memang pilihannya! Meskipun mengambil genre religi namun dari segi konten sangat tidak membosankan.

Mendadak Razita menjadi ragu, apakah dirinya bisa menjadi editor sehebat itu? Mengingat ia tidak punya pengalaman menjadi editor, hanya pernah sekali menjadi copyeditor selama enam bulan dan sisanya sebagai penulis artikel freelance.

Dan entah keberuntungan apalagi yang mendatanginya pagi ini. Tiba-tiba saja ketika mata Razita terfokus ke buku bacaannya. Seorang pria yang mungkin sepuluh tahun lebih tua darinya berbicara dengan salah seorang pegawai.

Awalnya, Razita pikir pria itu juga pegawai biasa karena bajunya yang kasual. Namun ketika pegawai perempuan di depannya meamnggilnya dengan sebutan 'Pak Andra' Razita langsung berdiri spontan. Dengan terburu-buru Razita mengejar pria tersebut.

"Permisi, Pak Andra!"

Pria itu berbalik dan menatap Razita dengan kening berkerut. Seolah paham Razita langsung menunduk kecil.

"Assalamualaikum, Pak permisi sebelumnya perkenalkan nama saya Razita Nirmala." Razita menangkupkan kedua tangannya di depan dada.

"Sebenarnya tujuan saya kemari karena mau melamar pekerjaan menjadi editor fiksi. Saya sudah membawa semua berkasnya sekarang."

"Waalaikumsalam, maaf tapi bukannya di pengumuman sudah ada keterangan ya kalau berkas harusnya disetorkan lewat email?" Tanya pria itu ramah tapi tegas.

Razita sempat menggigit bibirnya karena menyadari tindakan nekatnya. Belum sempat ia menjawab pria itu kembali mengajukan pertanyaan yang hampir membuatnya mati kutu.

"Oh ya saya baru ingat!"
Pak Andra melirik jam di pergelangan tangannya. "Bukannya info untuk lowongan ini baru akan dishare pukul sepuluh pagi? Sekarang masih pukul sembilan dan kamu sudah siap dengan semua berkasnya? Kamu dapat info ini darimana?"

Pak Andra sama sekali tidak menatap Razita dengan pandangan tajam tapi tetap saja rasa gugup Razita mencuat seketika.

Bagaimana Razita harus menjawab? Mana mungkin Razita cerita kalau ia mendapat info ini karena mencuri kertas salah satu pegawai Pak Andra! Bisa jatuh seketika reputasi Razita di depan Pak Andra. Parahnya lagi ia mungkin tidak akan diterima di sini.

Haduh, berpikir Razita berpikir! Batinnya.

"Pak, permisi mengganggu waktunya. Ada tamu yang ingin bertemu dengan Bapak di ruangan!" Seorang wanita tiba-tiba mengahampiri keduanya dan menyampaikan berita yang cukup membuat Razita bernapas lega.

"Nanti kita bicara lagi di ruang interview ya. Sementara kamu bisa tunggu di sini!" Pamit Pak Andra setelahnya.

Razita langsung menghela napas lega. Jantungnya berdegup sangat kencang tadi. Kalau tahu bosnya akan sangat teliti Razita tidak akan datang kesini sekarang. Setidaknya dia bisa lebih sabar menunggu satu atau dua hari kemudian. Bukan malah gegabah seperti ini!

Baru saja tubuhnya berbalik, sebuah suara terdengar seperti memanggilnya. "Lo yang pakai jilbab hitam!"

Razita yang sadar diri memakai jilbab dengan warna yang sama kemudian berbalik.

"Kamu manggil saya?" Tanyanya kepada pria yang sedang menghampiri dirinya.

Ghazi cukup terkejut dengan sikap biasa yang ditunjukkan wanita di depannya. Seolah tidak terjadi apa-apa di antara mereka. Atau jangan-jangan wanita itu lupa dengan wajahnya?

"Lo pasti mau nglamar kerjaan di sini kan?"

Razita sempat menoleh ke kanan dan ke kiri tetapi tidak ada orang selain dirinya disini. Jadi, apakah pria ini berbicara dengannya?

"Iya," jawabnya singkat. Razita sudah hendak berbalik tapi pria itu mencegahnya.

"Kamu lupa sama saya?" Tanya Ghazi.

Melihat respon Razita yang hanya mengamatinya dari atas lalu ke bawah tanpa menjawab seolah menegaskan kalau wanita itu memang sudah lupa padanya. Ghazi kemudian mendekat dua langkah lalu menggoyangkan gelas kopinya di depan Razita sambil tersenyum miring.

"Di Starbucks-"

Dengan dua kata itu memori Razita seolah diputar ulang ke kejadian kemarin. Bola mata Razita langsung membulat lebar.

Jangan bilang kalau pria yang ada di depannya ini adalah pemilik kertas yang ia curi! Gawat!

"Maaf kamu siapa ya?" Lagi-lagi Razita harus melakukan sesuatu yang ia benci. Berbohong.

Dengan terpaksa ia harus berpura-pura tidak mengenali pria itu agar identitasnya tidak terbongkar.

Ghazi mendengus. "Oh, lo mungkin lupa sama gue! Tapi gue ingat banget sama wajah lo!" Razita hendak pergi tapi Ghazi menghadang jalannya. "Lo nggak mau minta maaf atau bilang sesuatu gitu ke gue?"

Tamat sudah riwayatku!

Pria itu terlanjur mengenalinya. Sudah tidak mungkin lagi baginya untuk berbohong. Dengan sisa-sisa keberanian dan urat malu yang tersisa Razita mencoba menatap pria tersebut dengan menangkupkan kedua tangannya.

"Saya nggak tau lagi harus gimana. Waktu itu saya habis ditolak dan saya butuh uang buat bertahan di kota sebesar ini. Kebetulan saya dengar percakapan kamu di telepon dan waktu saya mau tanya kamunya udah gak ada. Jadi.."

Razita tidak sanggup melanjutkan kalimatnya. Rasanya ia ingin tenggelam saja daripada terjebak di situasi sememalukan ini.

"Jadi apa?" Ghazi menaikkan sebelah alisnya.

Wajah Razita benar-benar seperti benang kusut. "Saya minta maaf sebesar-besarnya. Saya janji lain kali tidak akan mencuri lagi. Kalau kamu minta ganti rugi saya bisa ganti sekarang!" Dengan cekatan ia langsung mengeluarkan dompetnya dan mengambil beberapa lembar tapi tangan lain menahannya.

"Gue gak butuh uang lo!" Ucap Ghazi santai seraya menyeruput kopinya.

"Asal lo tahu, gara-gara lo kemarin gue gak bisa minum kopi kesukaan gue dan kerjaan gue baru selesai ini tadi padahal seandainya kertas itu nggak lo colong pasti udah selesai sejak kemarin!"

"Iya maaf saya tahu saya salah. Makanya saya tanya sama kamu, saya harus ngapain supaya kamu mau maafin saya?" ujar Razita pasrah. Ia tidak tahu kalau tindakan kecilnya akan berakibat sangat buruk bagi seseorang.

Dengan santainya Ghazi tetap menyeruput kopinya perlahan sambil memasang ekspresi seolah berpikir keras.

Dalam hati Razita sudah memperkirakan, awas saja kalau sampai pria di depannya ini meminta yang macam-macam! Ia bukan orang lemah yang bisa dimanfaatkan atau diancam semudah itu!

Beberapa detik kemudian barulah Ghazi membuka suara. "Lo mau nglamar di bagian editor fiksi kan?"

Walaupun ragu Razita menganggukkan kepalanya. "Kenapa?" Tanyanya curiga.

Ghazi menggeleng santai kemudian menepuk bahunya tanpa aba-aba. "Good luck, semoga lo diterima!"

Di akhir kalimat Ghazi mengedipkan sebelah matanya kemudian melangkah pergi begitu saja. Meninggalkan Razita yang mematung di tempat dengan wajah kebingungan.

"Tunggu!" Teriak Razita memanggil pria itu. "Kamu! Hei-" Karena tidak tahu siapa nama pria itu tadi Razita akhirnya memilih diam.

Sikap pria itu benar-benar tidak bisa ditebak. Awalnya dia marah-marah, kemudian mendoakannya. Apa maksud pria itu sebenarnya?

Dan setelah beberapa jam kemudian, barulah Razita mengetahui niat terselubung pria itu. Setelah proses interview yang Allahmdulillah sangat lancar. Jauh berbeda dengan kejadian di kantor sebelah.

Namun, rasa senang Razita menguap begitu saja tatkala dituntun menuju ruang tempat kerjanya. Apalagi ketika orang pertama yang melambaikan tangan padanya adalah dia. Pria di Starbucks itu. Menyebalkan.

Dari sekian banyak ruangan di kantor ini, kenapa kita harus berada di ruang yang sama?

Berhadapan? Semoga ini hanya mimpi buruk.

☆☆☆

Dari Penulis

Assalamualaikum semua, gimana kabarnya, sehat?

Aku bakal infoin lagi ya karena banyak yang komen 'Kak kenapa ceritanya dihapus?'😭

Ceritanya emang dihapus temen-temen tapi bakalan dipublish ulang dari awal buat revisi kecil-kecilan biar lebih rapi. Jadi kalian tenang aja pasti aku update lagi kok:)

Makasih juga buat kalian yang selalu ngikutin aku dari awal jadi gak sampai ketinggalan info❤

Biar lebih gk ketinggalan info lagi bisa follow ig dan wattpad aku okee

Jangan lupa bahagia dan bersyukur untuk hari ini, sampai jumpa:)


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro