[6] Pulau Bangka

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Sering kali mata hanya mencari kesempurnaan, tetapi  ada kalanya hati hanya melihat sebuah ketulusan." 

☆☆☆

Sesuai dengan apa yang Razita pernah dengar, tepat pada saat hari aniversary Heaven Publisher, pihak kantor mengajak semua karyawannya pergi berlibur. Pemberangkatan dimulai pukul 09.00 WIB tetapi Razita baru tiba di depan halaman kantor lima belas menit sebelumnya. Itu karena jalanan Bandung cukup padat pada hari Minggu.

Ia kira akan tertinggal rombongan. Namun sepertinya Razita lupa bahwa acara semacam ini tidak pernah sesuai dengan jadwal, selalu ada keterlambatan dalam bentuk apapun. Dan saat semua orang sudah berada di dalam bus dan sudah waktunya untuk berangkat, masih ada satu orang yang belum datang.

"Yud, coba lo hubungi lagi!" Titah Daniel dengan wajah cemas. Sementara Yudha tanpa disuruh sudah melakukannya.

"Kebiasaan deh, sukanya kok mepet-mepet!" Omel Sekar. "Lima menit lagi nggak datang kita tinggal!" Putusnya. Pak Andra yang melihat anak buahnya berdebat hanya diam saja. Dia sudah percayakan semua ini kepada mereka.

Siapa lagi yang mereka tunggu kalau bukan Ghazi! Razita kira ia akan menjadi orang terakhir yang datang tetapi ternyata Ghazi jauh lebih berani lagi. Setelah dua puluh menit berlalu, beberapa karyawan lain mulai menggerutu karena pria itu belum tiba juga.

"Aku kira tadi kamu nggak ikut, Zit makanya kita duduk bertiga," ucap Mesya merasa tidak enak karena meninggalkan Razita duduk sendirian.

"Nggak papa, kan masih ada kalian di depan." Razita benar-benar tidak masalah dengan hal tersebut. Toh hanya perkara tempat duduk, tujuan mereka masih sama bukan. Nanti juga setelah turun dari bus mereka bisa bersama lagi.

Setelah sekitar semingguan beradaptasi di kantor, Razita mulai mengenal satu-persatu karakter teman seruangannya. Mungkin karena gaya bahasa Razita masih 'aku-kamu' sehingga teman perempuannya juga terkadang memakai 'aku-kamu' saat berbicara dengannya. Entahlah, Razita hanya masih merasa aneh jika harus berkata 'lo-gue'.

"Kita tinggal aja!"

"Iya kelamaan! Berangkat Pak keburu siang!"

Karena orang-orang mulai tidak sabaran, Pak Andra akhirnya mengambil keputusan untuk menjalankan bus. Diantara yang lainnya, Daniel dan Yudhalah yang wajahnya paling cemas. Rasanya tidak seru bila salah satu teman mereka tertinggal rombongan. Liburan tidak akan terasa lengkap.

Beruntunglah saat bus hampir berbelok keluar halaman, Yudha langsung berteriak. "STOP PAK! ITU GHAZI!" Semua orang langsung menoleh ke belakang. Pria yang disebut namanya itu berlari dengan kencang. Beberapa dari mereka langsung menghela napas lega tatkala sosoknya sudah memasuki bus.

"Ma-af ya!" Ucap Ghazi dengan napas ngos-ngosan.

Lantas, matanya memindai ke setiap kursi dalam bus tapi semua kursi sudah terisi.

"Sebelah Razita kosong!" Celetuk Daniel.

Spontan Razita menoleh ke belakang. Eh, jangan bilang dia harus duduk bersebelahan dengan Ghazi!?

Seolah mengabaikan ekspresi terkejut Razita, Ghazi dengan santai menaruh tasnya di bagasi atas kemudian duduk. Razita tetap duduk di ujung jendela sementara Ghazi di ujung sisi lainnya. Ya, meskipun tiga kursi dan masih ada satu bagian kosong di tengah Razita tetap merasa tidak nyaman sehingga ia bergerak gelisah di tempat.

"Lo nggak nyaman duduk sama gue?" Tanya Ghazi to the point seolah paham arti gerak gerik wanita di sebelahnya.

"Eh- enggak kok," jawab Razita gugup.

Ya mana mungkin Razita tega mengatakan yang sebenarnya. Apalagi bus ini bukan miliknya dan mau duduk dimana lagi Ghazi kalau ia mengusirnya? Toh kalau ditelisik jumlah kaum adam di dalam bus ini memang ganjil. Jadi Ghazi pindah ataupun tidak, tidak ada bedanya. Razita akan tetap duduk dengan seorang pria.

Sepanjang perjalanan tidak ada satupun di antara mereka yang memulai perbicaraan. Baik Ghazi maupun Razita sama-sama sibuk dengan headseatnya masing-masing.

"Gas, pinjem power bank!" Yudha tiba-tiba muncul di samping Ghazi dengan wajah tanpa dosa. Sebelum pergi Yudha menunjuk jarinya ke arah Razita. "Itu nggak papa tidur pakai gituan?"

Ghazi mengerti yang dimaksud Yudha adalah headseat yang masih terpasang di telinga Razita. Karena tidak bisa melepaskan benda kecil yang terhalang jilbab itu, Ghazi melepas colokan yang terpasang di hp saja. Tanpa sengaja Ghazi menyenggol layarnya dan memunculkan playlist musik milik Razita.

Pria itu bahkan sempat membuka mulutnya beberapa detik saking terkejutnya. "Zaman begini masih ada yang cuma dengerin shalawat doang?"

☆☆☆

Setelah perjalanan yang memakan waktu hampir 24 jam dengan jalur darat dan laut akhirnya rombongan mereka sampai juga di Pulau Bangka. Salah satu surga dunia yang sangat ingin Ghazi kunjungi akhirnya terwujud.

Kali ini, destinasi pertama mereka adalah Pantai Parai tenggiri. Sebuah pantai yang terletak di Desa Sinar Baru, Kecamatan Sungai Liat, Kabupatrn Bangka ini ternyata memiliki pesona yang luar biasa. Hamparan pasir putih menyatu dengan birunya air laut yang begitu jernih.

"MasyaAllah, indah banget!" Ucap Sekar lalu menoleh ke arah Razita, Lita, dan Mesya.

"Fa bi'ayyi aalaaa'i robbikumaa tukazzibaan," jawab Razita. Sungguh, Maha Besar Allah yang telah menciptakan semua keindahan ini. Tidak terasa sudut matanya sudah mengembun. Razita segera mengusapnya. Ia masih tidak bisa membayangkan kalau ciptaannya saja seindah ini, bagaimana pemiliknya?

Para rombongan sudah berpencar mencari tempatnya masing-masing. Kebanyakan dari mereka memilih untuk mengabadikan momen ini lewat foto.

"ZITAA! SINI!" Panggil Mesya dan Lita yang entah sejak kapan sudah berdiri di atas bebatuan. Setelah menyusul mereka dan mengambil beberapa foto untuk kenang-kenang Razita memilih untuk menyusuri sisi lain dari pantai ini sendirian.

Di sisi lain, Yudha, Daniel, dan Ghazi sudah berduaan dengan barang kesayangan mereka. Apalagi kalau bukan kamera. Benar-benar content creator sejati, kemana-mana yang dipegang selalu kamera!

"Sumpah ini bagus banget!" Daniel sudah mengarahkan kameranya ke depan.

"MasyaAllah banget kalo ini!" Sahut Ghazi tak mau ketinggalan. Pria itu sudah membidik kameranya ke atas. Tepat pada objek burung yang bertebangan di antara pohon kelapa. Sangat kontras dengan birunya langit Bangka. "Perfect!" Pujinya saat melihat hasil bidikannya.

"Kapan-kapan kesini lagi yok bertiga!" Usul Yudha yang merasa tidak puas jika hanya menghabiskan waktu dua hari di tempat sebagus ini.

"Boleh," sahut Daniel cepat. "Lo yang bayarin ya tapi!"

Spontan Ghazi tertawa. "Ide bagus tuh! Sekalian transport, hotel, sama makannya juga!"

"Ck, bilang aja minta gratisan!" Yudha berdecak dan tidak mau menanggapi topik itu lagi. Kemudian mereka bertiga secara bergantian mengambil foto masing-masing.

Hampir setiap objek yang ada di pantai ini tidak terlepas dari bidikan kamera Ghazi. Bahkan, dia juga menangkap beberapa wajah temannya secara candid. Bukan untuk apa-apa, anggap saja ini adalah bentuk latihan untuk meningkatkan skill fotografinya.

Itulah sebabnya Ghazi berkeliling hampir ke setiap sudut pantai ini. Sampai ketika ia memutar kameranya secara acak, lensanya tidak sengaja menangkap sebuah kain yang terterpa angin. Namun, setelah ditamatkan ternyata itu adalah jilbab seseorang. Dan sepertinya Ghazi hafal dengan pemilik jilbab tersebut.

Tapi sedang apa dia di balik bebatuan?

Dengan langkah perlahan Ghazi menghampiri wanita itu. Namun, belum sempat ia menegurnya langkahnya terhenti. Apa ia tidak salah dengar? Benarkah ini suara Razita?

Ah, jadi wanita itu sedang menyanyi.

Bukannya berbalik dan pergi dari sana, Ghazi malah mematung di tempat sebelum beberapa detik kemudian keningnya mengernyit. Tadi di dalam bus Razita mendengarkan shalawat kenapa sekarang ia malah menyanyikan lagu bahasa inggris?

Tunggu, tapi kalau didengarkan lebih lanjut ini bukan lagu barat yang biasanya bertemakan cinta tapi...

"Rasool'Allah habib'Allah

Your light is always showing me the way

Rasool'Allah habib'Allah

I'm longing for the day I see your face."

Ghazi sempat terkejut karena lagu yang dibawakan Razita adalah salah satu lagu favoritnya juga, Harris J - Rasool'Allah. Perlahan namun pasti Ghazi berbalik dengan bibir yang terangkat kecil ke atas. Di antara sekian banyak bait dalam lagu itu, entah kenapa Ghazi justru memilih bait terakhir untuk dia senandungkan.

"You brighten up my day

And in my heart you'll stay." 

☆☆☆

Dari penulis

Yeayy, double update!!

jarang-jarang kan author kaya gini, hehehe

Kebetulan aku suka banget part ini, lagu yang terakhir itu loh...

gak ikut dinyanyiin sama Ghazi, tapi kok aku yang baper yaa:(

sini-sini yang senasib marri kita berkumpul!

.

jangan kaget, habis ini ada kejutan lagi! 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro