10. Arik

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Belakangan, Delta tahu kalau Arik yang dimaksud adalah pria yang mengawasinya dengan sorot mata tajam saat pertama kali bertemu Lika. Itu berarti Lika mengenalnya. Delta bisa mengerti kenapa Lika terkejut saat nama Arik dikutip sebagai pelaku pencuri ponsel. Sepertinya hubungan mereka dekat. Pacaran, mungkin. Tidak heran Lika bersikeras membela Arik, saat Resya menuduhnya habis-habisan.

Dari informasi yang didapat setelah bertanya pada banyak orang, Arik ada di kelas 11 MIPA 5. Banyak anak sekolah yang tahu sosoknya, meski hanya tahu nama tanpa tahu wajah. Dia supel dan menyenangkan. Walaupun namanya pernah terlibat di kasus pencurian ponsel Resya dan Julian, dia berhasil menarik simpati orang sehingga mengabaikan tuduhan itu. Kembali menganggapnya si cowok menyenangkan alih-alih si cowok tertuduh.

Tadi, Delta melihat interaksi Lika dan Arik di kantin. Dia mengamati dalam diam sambil makan batagor tidak jauh dari meja mereka. Sekali lihat, orang bisa tahu kalau ada perasaan manis di antara dua orang itu. Delta jadi penasaran, Lika akan berpihak kepada siapa kalau Arik benar-benar pelakunya?

Well, Delta tidak bisa percaya sepenuhnya pada dugaan Resya dan Julian. Dia pun tidak bisa percaya begitu saja kalau Arik adalah pelakunya tanpa ada bukti. Namun, cowok itu patut dicurigai dan Delta harus banyak mengamati serta mencari tahu.

Bisa jadi Arik memang komplotan Thi, tetapi belum pasti dia pelaku pencuri ponsel Lika. Jika itu benar, Delta tidak tertarik mengusutnya lagi. Fokus utamanya adalah pencuri ponsel Lika, bukan siapa saja komplotan Thi. Biarkan saja Pak Dudi yang mengurus bagian itu. Delta hanya perlu tahu siapa pelaku pencuri ponsel Lika dan semua masalah kronis di hidupnya ini selesai.

"Serius banget, Kapten!" seruan diikuti tepukan di bahu membuat Delta terperanjat dan segera menoleh ke samping. Kai muncul dengan seringai jahil. Salah satu tangannya memegang sebuah laporan yang lumayan tebal. "Lagi mikirin apa? Pasti otaknya dipenuhi pertanyaan siapa pencuri ponsel Lika atau gimana cara menangkap pencurinya, ya?"

Delta mencibir sambil mendelik, tetap meneruskan jalan dan Kai mengikuti di sampingnya. Tidak menjawab sebab pertanyaan Kai memang benar.

"Jadi? Lo udah ketemu Resya sama Julian?"

Delta mengangguk.

"Apa kata mereka?" Kai tampak ingin tahu.

Delta mengangkat bahu. "Mereka mencurigai seseorang sebagai kompotan Thi."

"Kalau lo? Sudah tahu atau menebak siapa pelakunya?"

"Belum."

Kai mengernyit. "Kenapa masih belum?"

Delta menatap Kai tajam. "Lo kira tugas gue ini gampang apa?"

Kai mengangkat kedua tangan. "Wow. Santai. Gue cuma penasaran."

Orang-orang hanya bisa penasaran.

"Kalau nanti lo tahu pelakunya, kasih tahu gue, ya. Gue punya beberapa pertanyaan buat dia," lanjut Kai.

Delta mengangguk, tetapi tidak serius akan mengatakan pelakunya pada Kai jika sudah diketahui. Anggukan itu hanya agar Kai segera pergi. Saat bibir Kai terbuka untuk menyerukan pertanyaan, panggilan seseorang menghentikannya.

"Kai!"

Delta dan Kai menoleh ke arah si pemilik suara. Wida, sekretaris OSIS melambai pada Kai. "Sini sebentar!"

Kai menghela napas berat, dan tatapannya seolah berkata; "Gue sibuk lagi.", lalu menepuk ringan bahu Delta. "Good luck. Gue duluan."

Delta mengangguk dan kembali berjalan menuju parkiran. Dia heran Kai masih sempat bercakap-cakap dengannya padahal sibuk bukan main. Di kelas, cowok itu sering bolak-balik ke ruang OSIS dan ke kelas. Kadang dipanggil beberapa siswa dari kelas lain yang sama-sama pengurus OSIS. Anehnya, Kai berhasil membagi waktu dengan baik dan menerima hasil yang baik. Organisasi oke. Akademik oke. Olahraga oke. Delta menggelengkan kepala. Ada juga orang semacam itu. Sekarang, saat semua murid sedang bersiap pulang, dia masih berkutat dengan organisasinya.

Kini, pandangan Delta terpaut pada satu sosok. Kedua alisnya menukik tajam, lalu kembali menormalkan ekspresi saat yakin mengenali orang itu. Di ujung koridor dekat parkiran, Arik berjalan dari arah berlawanan. Satu tangan cowok itu memainkan kunci motor. Di satu titik, Arik juga menyadari kehadirannya. Pandangan kedua cowok itu bertaut. Arik tersenyum sinis sementara Delta menatap tanpa minat. Tepat saat berhadapan di tengah koridor yang cukup sepi, Arik berhenti melangkah.  "Delta, ya?"

Delta ikut berhenti dan menaikkan satu alis. Pandangannya lurus ke bola mata Arik yang berbinar dengan kesan menyebalkan.

"Sepertinya lo udah tahu siapa gue," kata Arik.

"Memang."

Arik mengangguk paham kemudian ekspresinya berubah serius. Tatapannya tajam dan mengancam. "Jangan ganggu Lika. Gue tahu ada yang nggak beres sama lo."

Telak.

Delta balas menyeringai, mulai menunjukkan minat. "Lo yang jangan ganggu dia."

"Sori?" Arik menampilkan ekspresi meremehkan, seolah Delta orang paling bodoh dan paling tidak masuk akal di dunia.

"Jangan dekat-dekat sama dia kalau lo bakal bikin dia terluka," tegas Delta.

Ekspresi Arik masih sama. "Gue nggak paham maksud lo. Semua orang tahu gue nggak akan pernah menyakiti Lika."

"Gue nggak yakin. Lo tahu sendiri kalau Resya dan Julian masih mencurigai lo sebagai tersangka pencuri ponsel mereka."

"Oh," Arik paham sesuatu. Matanya berkilat murka. "Jadi, lo menuduh gue mencuri ponsel Lika?"

Delta mengangkat satu alis. "Gue nggak bilang gitu."

Arik mendecih. "Kayaknya main lo kurang jauh. Gue udah membuktikan diri kalau gue bukan pelaku pencuri ponsel Resya dan Julian."

"Oh." Delta angguk-angguk, pura-pura bertindak sebagai orang bodoh.

Sikapnya itu berhasil membuat Arik mencebikkan bibir lalu mengangkat satu alisnya dengan tatapan mencemooh. "Kalau gue ini pencuri, gue nggak akan mencuri ponsel gebetan sendiri."

Benar juga. Tapi... "Kenapa lo membela diri? Gue kan nggak nuduh lo."

"Lo nuduh gue secara nggak langsung," geram Arik.

Delta angkat bahu tanpa berkomentar. Itu memang tujuannya, untuk melihat reaksi Arik.

Arik mendesis sinis. "Semoga saksi dan bukti lo bisa dibuktikan, ya," sindirnya. "Awas saja kalau ternyata bukan gue pelakunya!"

Arik melenggang pergi dengan kedua tangan mengepal. Di tengah perjalanan, matanya menangkap sosok Lika yang sedang berjalan dari arah berlainan. Cowok itu segera mengubah ekspresi menjadi cerah. Jejak murka hilang dari wajahnya, seolah terempas ombak.

Sayup-sayup Delta mendengar seruan cowok itu pada Lika, "Yuk, Lik! Gama mau pinjamin helmnya buat lo."

Delta berbalik dan pandangannya bertemu dengan Lika. Ada sorot tidak nyaman dari mata cewek itu. Delta tahu Arik pun menyadari hal yang sama. Segera saja Arik menatapnya tajam, menampilkan gestur mengusir. Tampaknya, dua sejoli itu berniat jalan-jalan sepulang sekolah.

Delta berbalik, lalu berpikir keras. Respons Arik tampak normal untuk ukuran cowok yang menyukai Lika dan pernah dituduh sebagai pencuri.  Satu perkataan Arik terngiang di benaknya.

Kalau emang gue ini pencuri, gue nggak akan mencuri ponsel gebetan sendiri.

Apa benar Arik bukan pelakunya?

Sekelebat, Delta ingat satu fakta. Rafi ada di gerombolan cowok yang menabrak Lika saat hari kejadian. Mungkin, Rafi tahu siapa saja yang termasuk ke dalam gerombolan itu. Cowok itu juga bisa menjadi saksi dan bisa membuktikan Arik pelakunya atau bukan. Pertama-tama, dia harus bertemu Rafi, tetapi tidak hari ini.

Delta kembali berjalan, meninggalkan Arik dan Lika yang kini sama-sama menempuh tempat yang sama: parkiran.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro