1) About Him

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

CAN TRY

Sebuah bola melesat melampaui titik-titik ancaman, menggelinding halus namun cepat menuju gawang. Cowok dengan rambut blonde yang baru saja mengumpan, kini berlari menuju pertahanan lawan yang mulai lengah.

Ketika sampai pada titik yang diinginkan, cowok itu menendang kembali bola itu. Hingga menyentuh permukaan jaring gawang dengan sempurna.

Bola emas mulai memberikan panas pada bumi. Tak ingin berlama-lama, akhirnya tim persebelasan SMA Angkasa memutuskan untuk menyelesaikan latihan mereka. Sudah cukup sampai disini.

"Ppffft... Parah ni, orang pada latihan kaga ada yang beli minum." Satu cowok dengan kulit pualam membanting tubuhnya di atas sebuah kursi, menatap satu meja kecil yang sama sekali tidak menyediakan botol apapun.

"Suruh cewek lo beli apa susahnya?" tanya seseorang yang baru saja duduk di sebelahnya.

Cowok dengan rambut pirang dan beriris hijau terang itu menyahut tasnya, mengeluarkan satu botol air mineral penuh, lalu meneguknya habis sekali minum.

Cowok berkulit pualam tadi hanya bisa melotot sambil meneguk salivanya sendiri.

"Lah, gue nggak dikasih, brader?" tanya cowok itu, tapi hanya disambut oleh lawan bicaranya dengan lirikan datar.

"Nggak modal, najis. Pantes masih jomblo, doi juga nggak peka-peka, miris banget ya idup lo." Alex, cowok pirang yang juga menjabat sebagai Ketua OSIS itu memalingkan wajahnya muak.

Ngomongnya yang nggak pakai direm adalah salah satu hal yang membuat orang lain kesal setengah mati kalau sudah berhadapan dengannya.

"Tadi lo ngomong, suruh cewek lo beli apa susahnya? Sekarang lo bilang gue jomblo, mau lo apa ya?"

Dhino, cowok cute yang terkenal sebagai salah seorang keturunan oppa-oppa, memasang wajah dramatis. Bibirnya yang melengkung keatas semakin membuat Alex kesal saat melihatnya.

Salah gue punya temen kayak lo itu apa, sih? -Alex

Yah lu anjir yang bikin gue kesel... Hih! -Dhino

Setelah selesai aduh tatap dengan Alex, Dhino memutuskan untuk bangkit dan mencari sumber air minum.

Tidak ada gunanya berdebat dengan cowok pirang itu, jikalau pada akhirnya dia sendiri yang harus menerima kekalahan.

Cowok pualam dengan jersey biru itu baru ingin berdiri, namun tiba-tiba saja tubuhnya kembali terduduk di atas kursi.

Dhino menatap horor orang yang baru saja menabraknya, namun tak pelak ia tersenyum.

"Matanya ditaroh mana, ya? Jelas-jelas ada gue disini, main tabrak aja," katanya sambil berusaha bangkit lagi.

Sementara cowok yang tadi menyenggolnya, berpura-pura tidak mengetahui keberadaan makhluk yang baru saja bersuara.

Cowok dengan rambut blonde yang beberapa menit lalu mencetak gol untuk timnya, memasang wajah penuh tanya kearah Alex.

"Kok gue denger ada suara, siapa Lex?" Meski terkesan bodoh, Alex tetap saja merespon pertanyaan itu.

"Nggak tau, mungkin kuntilanak yang sering gentanyangan di belakang sekolah." Dengan gerakan asal, cowok beriris hijau terang itu belagak mencari sosok yang sedang mereka bicarakan. Namun alih-alih berakting, cowok itu tiba-tiba saja menyentakkan kepalanya kala mengingat sesuatu.

"Bodo ah, capek gue sama kalian. Tugas OSIS numpuk nih, mana banyak banget yang pake tanda tangannya Pak Botak." Alex mengeluh, tangan kirinya mengambil sebuah map yang berisi beberapa daftar kegiatan dan angket.

"Ni juga, si Jeny nggak tuntas-tuntas nulis dokumennya. Kan jadinya gue yang disalahin..."

Bukan lagi menatap map, kini pandangan Alex jatuh pada beberapa dokumen yang berisi beberapa aksara di bagian atas.

Cowok itu menghela napas, lalu mendongak kearah dua temannya yang sejak tadi hanya saling tatap.

"Nggak niat bantu gue, ni?"

Sontak Dhino berdecak keras.

"Duh, brader... Jangan ngeluh begitu. Sebagai Ketos yang baik dan bertanggung jawab, lo seharusnya kerja keras kerjain itu semua."

Gue butuh bantuan, bukan ceramah, oke?

Alex menatap datar kearah cowok pualam itu, lantas beralih pada cowok beriris biru di depannya yang tengah memainkan ponsel sambil berdecak.

"Ken, gue---"

"Sibuk." Alex baru saja berkata tapi langsung dipotong oleh lawan bicaranya. Dia hampir saja mengumpat, namun langsung diurungkan kala cowok berambut setengah pirang itu menunjukkan beberapa gelembung chat padanya.

Hailee:
|Ken, don't forget about our plan.
|Jam 11, oke?

Hailee:
|Seperempat jam lagi, woi!
|Lo dimana?

Gue masih latihan bola|
Santai ngapa..|


Hailee:
|Santuy? Ni temen-temen udah pada ngumpul..

Hailee:
|Tinggal lo doang nie...

G peduli.|


Hailee:
|Oh, yodah.
|Gue bilangin aja ke Keva biar lo dipecat jadi best pren.

"Nah kan, gue nggak boong." Ken menaikkan alisnya kearah Alex yang baru saja berdecak. Dalam pikirannya, cowok blonde itu tengah melayang, memikirkan apa yang akan terjadi di ruang musik nanti.

Tak mau mengulur waktu lebih panjang, cowok itu memutuskan untuk segera beranjak. Dia menyahut tasnya, kemudian melambaikan tangan kearah Dhino dan Alex untuk berpamitan.

"Yaudah, gue pergi dulu ya, bro!" serunya lantas berjalan menjauh.

Kakinya baru sempat menapak tanah satu kali, tetapi tiba-tiba ia teringat sesuatu lantas berbalik menatap Alex lagi.

"Oh ya, lo dipanggil Pak Surya di kantor!"

Alex yang sejak tadi sibuk menulis, kini menatapnya sinis.

"Apaan lagi, sih? Nggak tau gue lagi sibuk apa?" tanyanya geram, yang hanya dibalas Ken dengan gerakan bahu.

Cowok itu berbalik, lantas mengayunkan kakinya kembali, meninggalkan Alex yang masih mencak-mencak sendiri di tempatnya.

Bodo amat, Lex! Salah sendiri nyalonin diri jadi Ketos.

Ken berjalan menuju koridor loker untuk mengambil seragamnya, lantas segera berganti baju secepat apa yang ia bisa. Hanya butuh sepuluh menit, cowok tinggi itu akhirnya menyelesaikan semua aktivitas yang sangat membuang waktu ini.

Cowok itu pun lekas melangkahkan kakinya menuju ruang musik. Tak perduli dengan rambutnya yang berantakan dan basah karena keringat.

Meski begitu, cowok itu ternyata masih sempat memasang earphone pada kedua telinganya, memutar beberapa lagu yang sudah ia atur sebagai playlist.

Ken menggeser kunci pada layar ponselnya, membuka chat grup yang sudah menumpuk hingga ratusan.

Cowok itu tiba-tiba saja cekikikan melihat beberapa sticker yang dikirim oleh salah satu temannya. Tertawa kencang hingga bahunya berguncang.

Namun, ketika langkahnya sudah sampai di daerah koridor utama, ledakan tawa itu tiba-tiba lenyap saat itu juga.

"Hai, kak!" Salah satu cewek dari dua adik kelas yang lewat menyapa Ken riang, tentu langsung dibalas cowok itu dengan senyuman. Sementara yang disenyumi, seketika itu juga menunduk menyembunyikan wajahnya.

Tanpa banyak berpikir, Ken langsung membuka pintu ruang musik yang memang sudah ada tepat di depannya. Cowok itu melihat satu orang di dalam ruangan itu, sebelum sapaan hangat keluar dari bibirnya disertai senyuman khas.

"Hai, gaes. Welcome back with me..."

Cowok dengan rambut kecoklatan adalah pihak pertama yang menoleh, karena memang cuma ada dia, sih. Cowok itu menatap datar kearah Ken yang kini berjalan kearahnya.

"Lo kemana aja, s----"

"Ketemu sama aku lagi, beb. Kangen, nggak?" Perkataan Rio tadi sontak terhenti ketika Ken tiba-tiba memeluk gitarnya yang ada di sudut ruangan.

Cowok beraut datar itu hanya bisa mendengus, kemudian kembali melanjutkan aktivitasnya yang sempat tertunda.

"Aduh, kamu kok dingin? Butuh jaket?" Ken bertanya dengan nada dibuat-buat, tangannya dengan sigap membuka tas lalu mengeluarkan semua isi di dalamnya.

Namun ketika cowok itu tidak menemukan apa yang dia cari, satu tarikan napas ia hembuskan. "Yah, aku nggak bawa."

Minta dirukiyah ini anak ternyata.

Rio mendengus sekali lagi, kemudian berusaha sesabar mungkin menatap Ken yang sudah bersila sambil memeluk gitar.

"Lo ngapain? Dari mana aja?" tanyanya sambil memasang beberapa kabel pada sound system.

Meski cowok itu mendengar, Ken nampaknya tidak perduli.

"Waduh, kok semua string kamu pada sumbang? Kamu sakit?"

Cowok itu tetap saja memusatkan perhatiannya pada gitar, tak perduli dengan orang di depan sana yang mulai kesal dengan dirinya.

Ken mendongakkan kepalanya untuk berpikir, lalu kembali menatap gitar berwarna putih miliknya itu. "Kamu minta obat apa? Biar aku yang pergi beliin nant---"

JREEEENNNGGG!

"ANJIR! KUPING GUE BUDEK, NYET!" Sontak Ken mengumpat kasar sambil memberikan tatapan tajam kearah Rio yang sedang memegang bass. Cowok blonde itu mengusap telinganya yang berdenyut, kemudian menusukkan tatapan lasernya pada sound system yang hanya berjarak beberapa jengkal darinya.

Rio memasang wajah datar. "Makanya jadi manusia itu waras dikit, kek." Meski begitu, senyuman miring tak pelak ia sertakan.

"Kalo gue nggak waras, gue nggak bakal ada disini.." Jika tadi berhadapan dengan Alex ia harus punya argumen kuat, maka kali ini tidak. Cowok itu lebih santai jika berhadapan dengan Rio, karena memang lawan bicaranya itu sifatnya cuek dan tidak banyak omong.

Seperti teringat sesuatu, seketika Ken membubarkan perhatiannya. Pandangan ia tujukan ke setiap sudut ruangan, sebelum seruan keras keluar pada detik berikutnya.

"Mana Hailee?! Nyuruh gue cepetan, malah dia yang ilang!"

Rio mendengus sekali lagi, menghempaskan satu kabel di atas karpet dengan gerakan kasar. "Dia pergi dulu bentaran."

Ken berdecak keras. "Lo bilang bentar? Ini udah jam berapa, bro? Keburu Bu Yuli masuk ke kelas gue."

Ken meletakkan gitarnya lantas menyambar ponselnya dari dalam tas.

He Tayo! Lo dimana?|


Setelah beberapa menit, pertanyaan itu ternyata tidak direspon oleh sang penerima. Ken baru saja ingin mengumpat ketika pintu ruangan terbuka dan menampakkan wajah seseorang secara tiba-tiba.

Ken terdiam, begitupula dengan Rio. Mereka sama-sama melihat cewek berambut pirang yang tengah menunjukkan raut khawatir, sebelum membuat dua cowok itu melotot ketika mendengar suaranya.

"Keva.. Dia pingsan, she needs your help. Right now!"

🎧🎧🎧

Welcome!

Setelah sekian lama cerita lumutan di hp, akhirnya bisa aku publish.

Fyi, aku tahu cerita ini absurd. Tp aku harap kalian suka yaw!

Semoga karakter dari tokoh-tokoh di atas bisa kebayang sama kalian😀

Maaf kalo terlalu alay

Jan lupa vomment!

Makasih..

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro