15) Haven't Seen

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng



CAN TRY
_____





Setelah kejadian malam itu, Keva sekarang lebih banyak merenung daripada beraktivitas. Cewek itu cemberut dan membisu sendirian di dalam rumah, seakan tidak ingin menemui siapa-siapa. Dia tampaknya masih tak habis pikir soal sikap Ken di hari itu. Lagi pula siapa yang tidak galau mendapati sahabatnya sendiri yang lebih mementingkan keselamatan orang lain? Yang ditolong kakak kelas lagi. Cewek pula. Wajar, kan, kalau Keva begitu?

Dia bahkan belum bertemu apalagi melihat Ken setelah Dhino mengantarkannya pulang ke rumah. Balkon yang biasanya ramai oleh ocehan dan petikan gitar kini berubah menjadi sehening tengah malam. Keva sempat memperhatikan begitu lama kaca Ken di beberapa malam yang suram. Sayangnya, setelah hampir seperempat jam menunggu, tidak ada satu pun tanda-tanda keberadaan Ken di sana.

Kemarin adalah hari libur dan Keva tidak punya jadwal apa pun. Dan, hari ini, dia tidak tahu pasti akan berangkat sekolah dengan siapa.

Selagi menunggu waktu sebelum berangkat, dia sempatkan diri pergi ke taman belakang untuk melihat sesuatu. Cewek itu lalu mendengar suara decitan kecil tepat ketika kakinya sudah berpijak di depan sebuah kandang mini.

"Wah, lo udah bangun?" Keva mengambil kandang itu lalu duduk bersila di tepi kolam renang. "Ih, nggak nyangka gue."

Keva memandangi hewan berwarna peach itu yang kini mulai memainkan tread wheel-nya. Sesekali dia juga tersenyum setiap melihat tingkah menggemaskan hamster peliharaannya itu.

"Ah, lu nggak males lagi ternyata. Sedih gue namain lo Lazy." Keva melengkungkan bibirnya dramatis. "Pengen gue ganti, tapi udah telanjur sayang sama Lazy."

Keva lagi-lagi menampilkan wajah sedih, tetapi tak pelak dia juga tertawa mendengar perkataannya sendiri. Cewek itu meletakkan kandang Lazy di atas meja kecil, menempatkan kedua tangan menyilang di depan, lalu menaruh dagu di atasnya sambil mengamati.

"Laz, gue boring. Gue nanti berangkat sama siapa, ya? Kayaknya Ken sibuk."

Tetap pada posisi, cewek itu mengembungkan pipinya lantas memejamkan mata sesaat. Tanpa dia sadari, si Lazy ternyata sudah duduk manis di depan matanya sambil memakan makanannya—seolah siap mendengar. Mulutnya yang bergerak lucu tentu saja membuat Keva sontak tersenyum.

"Ih, lo lucu deh. Kek aku."

Setelah mengatakan itu, Keva tiba-tiba merasa Lazy meledeknya persis ketika matanya terbuka. la melihat mulut kecil hamster itu diam.


"Ah, jahat lo, mah!"

Ya, meskipun begitu, Keva menganggap gerakan itu sebagai bonus. Jika biasanya Lazy hanya sibuk mondar-mandir dan memainkan tread wheel, kini dia sudah mampu menunjukkan responsnya. Walaupun Keva tidak yakin apakah itu benar terjadi atau hanya imajinasi semata. Namun, yang jelas, dia sudah sangat senang karena masih bisa bercerita.

"Udahan, deh. Tinggal lima belas menit gue masuk. Makan aja tu ya sampe abis, nanti pulang kita main lagi."

Selepas berkata, Keva lekas meletakkan kandang si Lazy ke tempat semula. Dia pun segera pergi sambil menenteng tas kesayangannya di sebelah bahu, lalu mengunci pintu, dan keluar dari rumah.

Baru saja Keva berjalan ke pekarangan rumahnya, dia langsung disuguhkan pemandangan halaman rumah Ken yang kosong. Hanya ada mobil milik mamanya—Chelsy—yang terparkir di depan pagar, sementara motor yang sering digunakan tidak ada. Alhasil, Keva hanya bisa melongo menatap rumah sahabatnya itu dengan tatapan kecewa.

Tuh, kan! Gue bilang apa!

"Eh, Keva." Tanpa Keva duga, Chelsy tiba-tiba sudah ada di sampingnya. Sambil membawa tas dan map, beliau tampaknya akan segera berangkat ke klinik. "Ken udah berangkat duluan katanya. Emang agak miring itu, kamu sengaja ditinggalin."

Keva yang sempat terkejut langsung terkekeh, menyalimi singkat punggung tangan wanita itu. "Nggak apa-apa, Tan, Keva masih ada motor."

"Berangkat sama Tante aja gimana?" tawar Chelsy yang langsung dibalas Keva dengan gelengan.

"Nggak usah, Tan. Makasih," jawabnya cepat. Beberapa detik kemudian, dia yang tiba-tiba saja merasa penasaran dengan apa yang membuat Ken berangkat sepagi ini pun akhirnya memutuskan untuk bertanya.

"Emangnya Ken mau ngapain berangkat sepagi ini, Tan?" tanya cewek itu yang membuat atensi Chelsy yang baru saja terpaku pada map teralihkan lagi ke arahnya.

"Nggak tau, katanya mau piket." Beliau membalas datar, tetapi masih dengan senyuman. "Tapi Tante bersyukur juga, sih. Setidaknya dia udah tobat."

"Lah? Emangnya Tante tau kalau Ken sering nggak piket?"

Memang pertanyaan sampah, Keva hanya sekadar berbasa-basi untuk menghindari kecanggungan yang tercipta di sini.

"Tau. Jeny, temannya, pernah kirim daftar denda sama kas. Bener-bener itu anak, uangnya cuma dibuat beli basreng aja." Terdengar Chelsy mendengkus kasar. Keva pikir, mungkin beliau sudah lelah mengurus anak seperti Ken. Udah males, tukang makan, nggak nurut lagi. Hadeh ....

"Hehe. Ya udah, Tan. Keva berangkat dulu, assalamualaikum." Setelah lama diam karena tidak tahu harus menjawab apa, Keva memutuskan untuk menyudahi.

"Waalaikumsalam."

Cewek itu lalu berbalik menghampiri motornya, meskipun dia tahu kalau ban depannya sudah kempes. Setelah memastikan Chelsy sudah pergi meninggalkan rumah menaiki mobil, Keva pun segera mengeluarkan ponselnya untuk meminta bantuan.

Sontak saja Keva berdecak kasar ketika mendapati nama grup yang tidak sengaja terbaca olehnya. Pasti ini ulahnya Ken, atau mungkin Dhino yang kerjaannya chating-an mulu. Oh, bisa jadi Alex yang kadang gabutnya minta ditampol. Atau jangan-jangan Jen—ah, tidak. Jeny tidak sekonyol itu. Dia tidak mungkin mau mengganti nama grup ini pakai nama yang aneh-aneh. Kalau pun itu terjadi, pasti tulisannya, "BAYAR KAS! NGGAK BAYAR, SANTET!"

Meskipun kesal, Keva tidak seberapa mengindahkan hal itu. Dia lebih memilih mengetikkan kalimat to the point dan langsung mengirimkannya.



Hayo, Siapa yang Jomblo?😎


Siapa yang belum berangkat, ya?|
Jemput gue dong, ehe|



Tak menunggu waktu lama, si oppa anak sultan yang kaya kuota pun membalas.



Dhino
|Yah, gue baru aja nyampe, Va.



Meskipun demikian, nyatanya kuota itu sama sekali tidak bermanfaat bagi siapa pun, termasuk Keva yang sekarang mendadak bad mood.



Yang lain|


Dhino
|Hailee juga udah ada di kelas tadi



Karena Dhino adalah satu-satunya manusia bagai robot yang selalu fast respons dan memegang ponsel setiap saat, chat Keva lagi-lagi hanya dibalas olehnya. Tentu saja cewek itu jengkel.



Yang masih di rumah, nyet.|


Dhino
|Yak ngegas
|Santai aja dong



Tak lama setelah itu, si Ketos tukang ngaret pun muncul.



Alex
|Gue ni, kebetulan. Kenapa ya?



"Astaghfirullah, ni anak ...." Keva mendengkus, tidak habis pikir melihat temannya yang satu itu. Udah ngaret, males scroll lagi.



Mau jemput gue nggak?|


Alex
|Kalau urusan mau nggaknya sih, gue ogah sebenernya. Tapi gue kasihan ...



Sontak saja Keva mengumpat kali ini. Dia berusaha menahan emosi, meski darahnya sudah bergerak cepat ke ubun-ubun. Sebisa mungkin dia mencoba untuk tenang agar bisa membujuk Alex tanpa harus beradu argumen lebih dulu.



Anjirlah, plis deh ...|
Mau upacara ni|


Dhino
|Mampusin nggak ni


Diem napa din_-|
Lex? Bisa nggak? @Alex @Alex |


Alex
|Lima menit lagi nyampe


Dhino
|Anjir gercep



Setelah membaca dua pesan terakhir. Keva baru sadar kalau Alex ternyata sengaja membuatnya panik. Padahal mungkin cowok itu sudah siap sejak beberapa menit yang lalu, mengingat jarak rumah mereka yang terpaut cukup jauh.

🎧🎧🎧






Halo, teman-teman. Maaf minggu kemarin nggak update kerana masih sibuk ngurusin event😭

Dan, hari ini, chapternya santai-santai dulu aja, ya.

Siap-siap nanti kita sedih-sedihan lagi, oke? Wkwkw ....

Nantikan chapter selanjutnya. Dukung terus author dengan cara komen dan vote.

Thanks ....



Tertanda,
Rheanna Maze.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro