5) Care

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

🎧🎧🎧

Keano Mahendra. Cowok berambut blonde yang tingkahnya persis seperti anak kecil, sekarang kembali mengejutkan seseorang yang berdiri tak jauh dari tempatnya berada.

Di depannya, ada seorang cewek yang tengah menatapnya bingung, karena ia tak sepenuhnya tahu alasan apa yang membuat Ken membawanya ke tempat ini.

"Kita ngapain ke sini?"

Pertanyaan itulah yang pertama keluar dari bibir Keva setelah lama membisu.

Cewek itu memandangi sekitar, lalu beralih pada sebuah rangkaian bunga pemberian Ken yang sedari tadi ia genggam.

"Emangnya disini kita mau ngapain lagi? Nembak lo? Idih, mending Rere kemana-mana."

Bukannya serius, Ken justru tertawa geli.

Sementara Keva, cewek itu masih terlihat bingung. Matanya yang menyipit semakin menujukkan dengan jelas bahwa sudah ada banyak tanda tanya yang ingin dilontarkan.

Ken yang melihat itu, hanya tersenyum. Cowok itu mengangkat tangannya perlahan, memegang pergelangan tangan Keva yang terasa dingin.

Dia menatap sahabatnya teduh.

"Gue tahu lo rindu bokap, jadi gue bawa lo kesini."

Tak ada jawaban, suasana di tempat itu sangat sunyi. Hanya ada suara sahutan pepohonan yang melambai seolah tengah berdzikir untuk banyak orang yang terkubur di bawahnya.

Ken tersenyum kembali, mengukir sebuah lengkung tipis di bibirnya.

"Gue tau lo pengen ke sini, gue tau kalo lo pengen curhat banyak sama bokap lo, kan?"

Cowok itu mengusap rambut Keva lembut, menyalurkan sedikit kehangatan yang mungkin hilang hanya karena masalah kecil ini.

Meski tahu perlakuan yang dia lakukan tidak sebanding dengan apa Keva butuhkan, Ken selalu berusaha memberi yang terbaik.

Toh, dia sahabatnya.

Untuk sekian kali, netra biru sebening kristal itu kembali menjebak manik mata hazel Keva.

Memberikan sebuah kenyamanan lewat isyarat mata tanpa ucapan kata.

Keva terpaku. Tak tahu apa lagi yang harus dikatakan.

Ia menutup matanya sambil menunduk, cewek itu tak menyangka punya sahabat seperti Ken yang selalu mengerti keadaannya.

Ken melepaskan tangan milik Keva, kemudian sedikit memiringkan kepala guna melihat wajah Keva yang masih tertunduk.

"Aish! Jangan nangis, gue nggak punya permen. Nanti gue beliin deh yang manis-manis, tapi samperin bokap lo dulu, ya?"

Cowok bermata biru itu menyipitkan matanya, menarik Keva untuk mendongak. Dalam beberapa detik, cewek itu mencoba untuk tersenyum.

Memberikan sebuah ucapan terimakasih terbaik yang selalu Ken sukai.

"Udah sana, ah! Lo mau senyum-senyum terus sampe ada pocong nyamperin lo?" Ken berkata disusul gesture khasnya.

Cowok itu menggiring Keva menuju tempat dimana ada nisan bertuliskan nama seseorang yang mereka cari.

Keva menggigit bibir bawahnya ketika ia melihat sebuah ukiran cantik yang membentuk rangkaian kata.

Senyumnya perlahan-lahan ia rekahkan, bersamaan dengan gejolak rindu yang sudah tidak tertahankan.

Mengerti bahwa cewek itu butuh waktu sendiri, Ken mengayunkan langkahnya meninggalkan tempat itu. Cowok itu berdiri di depan mobil sembari melihat Keva dari kejauhan.

Bermeter-meter yang sekarang tercipta, terlihat Keva mulai menangis.

Tidak ada isakan dalam suaranya, namun dengan jelas ada rasa yang terus mendesak di setiap kata yang akan diucapkan.

"Halo, Pa.. Assalamualaikum.."
Suara parau itu mengalir di udara, begitu halus namun ada getir yang menghiasi.

Cewek itu mengusap nisan dengan sayang, berusaha memberikan kelembutan pada seseorang di dalam sana.

Sudut matanya kini kembali meluncurkan sebuah titik bening, ketika dua kata pada papan itu terbaca olehnya.

Satya Geraldino.

Tak tahu apa yang harus dilakukan, tak tahu harus berkata apa, cewek itu menenggelamkan wajahnya di atas lipatan tangan.

Keva mengelus keramik makam papanya tanpa henti.

Ia sangat rindu dengan beliau.

Ia ingin kembali merasakan kasih sayangnya yang telah hilang sejak beberapa tahun yang lalu.

Keva ingin itu. Hanya satu.

Menginginkan papanya kembali.

Tetapi sayang, mimpi kecil itu tak kan bisa terwujud. Sampai kapanpun.

Cewek itu sudah kehilangan seseorang yang paling ia sayangi di dunia ini. Dia tak akan bisa mengubah takdir.

"Papa.. Keva sayang papa. Keva pingin kayak dulu lagi, pa.."

Satu tetes air kembali mengalir di pipi, suaranya yang halus ternyata bisa memecah keheningan sore itu.

"Pengen rasanya Keva main bareng, makan bareng, bercanda sama papa dan Ken. Keva rindu sama semua itu, pa..." Keva berkata lirih disusul isakan dari tangisnya.

Mata coklat itu memandang sekeliling, tangannya mencengkeram tanah begitu kuat.

Ia melihat peristiwa itu, dengan sesak yang begitu dalam.

Daun-daun yang berguguran seolah melambangkan harapannya yang mulai layu sejak kejadian itu.

Ia juga merasakan betapa keringnya tanah yang ia genggam, dan yang pasti hal itu bisa menunjukkan betapa datar hidupnya saat sang papa pergi meninggalkannya.

Cewek itu sama sekali tidak menemukan satu hal yang bisa melambangkan kebahagiaannya di tempat ini.

Karena memang dia sudah tidak memiliki apapun.

Buat apa ia bahagia?

Jika kebahagiaan itu tidak bisa membahagiakan orang yang dia sayangi?

Cewek itu tidak bisa melakukannya. Dalam kata lain, ia juga tak mampu untuk mencobanya.

"Keva kangen papa. Keva udah nggak punya apa-apa lagi."

Sesak dalam dadanya membuat air mata itu kembali mengalir.

Cewek itu meletakkan rangkaian bunga di atas keramik makam sang papa, lantas kembali terisak membenamkan wajahnya pada telapak tangan.

Jauh di belakang dia tidak tahu, ada seseorang yang tersenyum simpul melihat kehancurannya.

Senyumannya terlihat sangat dipaksakan, namun sangat kecut jika dipandang.

Sejenis senyuman penuh permusuhan.

🎧🎧🎧

Yey update! Walaupun cm 800 kata, aku berharap masih ada yg baca :)

Tinggalkan jejak😅

Thanks

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro