0.7 | bus ksatria

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Mereka berdua sudah melewati beberapa jalan sebelum akhirnya kepala Harry mulai mendingin. Terengah-engah karena kopernya yang berat, dia baru mulai memikirkan apa yang akan dilakukannya.

Harry sendiri yakin dia akan dikeluarkan dari Hogwarts. Dia tidak bisa menahan diri dan menggunakan sihir. Dia dapat pergi ke London dan mengambil uangnya di Gringotts, menghabiskan sisa hidupnya di pengasingan, Harry nyaris tidak peduli.

Namun, Laurel ....

Orang terakhir yang Harry pikirkan akan muncul di Privet Drive nomor empat adalah Snape, guru ramuan-nya yang membencinya. Ketika melihat surat dari bahan perkamen tebal itu diserahkan pada Bibi Petunia, jantung Harry langsung berdebar-debar kencang. Itu nyata, Laurel dapat pergi ke Hogwarts bersamanya.

Dia begitu terpaku pada kenyataan tentang status Laurel sehingga tidak memikirkan Paman Vernon, yang tentu saja, tidak akan mau membiarkan putrinya yang baik dan berprestasi dan bisa dibanggakan belajar sihir. Lalu Paman Vernon mulai mencela bangsa penyihir, dan orang tuanya, dan Hogwarts, dan Profesor Dumbledore, dan mengancam untuk tak akan mengirim Laurel ke Hogwarts, hal selanjutnya yang Harry tahu? Dia meledak dalam kemarahan dan melepaskan sihirnya.

Sekarang setelah tahu Laurel sama dengannya, Laurel juga seorang penyihir dengan darah magis, Harry tidak dapat memikirkan hal yang lebih tidak masuk akal dari Laurel yang tidak pergi ke Hogwarts. Hogwarts adalah sekolah sihir terbaik di dunia, semua orang tahu itu. 

Tapi sekarang, apa yang akan mereka lakukan? Mereka berdua belum cukup umur untuk melakukan apa pun. Mungkin Laurel bisa baik-baik saja di rumah keluarga Dursley, tapi dia menyeretnya ke dalam kekacauan ini ... seharusnya dia lanngsung pergi saja tadi, tidak mengajak Laurel bersamanya. Dia bisa jadi telah menghancurkan masa depan Laurel. Mungkin sekarang Paman Vernon tidak menginginkan Laurel di rumahnya lagi setelah seorang penyihir lain menggelembungkannya. Mungkinkah Paman Vernon akan mengembalikan Laurel ke panti asuhan, unadopting her?

Udara malam terasa dingin menggigit. Harry tidak menyadari tangannya kedinginan sebelum tangan Laurel menggenggamnya, menyebarkan kehangatan instan ke tubuhnya. Harry menoleh memandang adiknya. Ya, adiknya. Apa pun yang Paman Vernon katakan, Laurel merupakan adiknya. Laurel merupakan adik Harry lebih banyak dari dia merupakan adik Dudley, yang setelah empat tahun bahkan tidak pernah benar-benar berbicara dengan Laurel.

Mata Laurel yang kelabu terlihat tenang dan tetap saat dia memandang Harry, bercahaya memantulkan cahaya redup lampu jalanan. Laurel tidak tampak ketakutan sama sekali. Rambutnya yang cerah tampak mencolok di kegelapan. "Tenang saja, Harry. Aku tahu kamu akan memikirkan sesuatu."

Harry merileks. 

Lalu, dia merasakan bulu kuduknya berdiri. Ada yang mengawasi mereka.

"Lumos," bisik Harry, tidak peduli untuk tidak menggunakan sihir di luar sekolah lagi. Dia sudah melanggar hukum satu kali, sekalian saja dia menambahkannya sedikit.

Di antara dua garasi rumah, terlihat garis bentuk seekor makhluk besar. Matanya berkilat-kilat. Harry gemetar, menarik Laurel mundur bersamanya.

DUAR!

Harry berteriak dan menjulurkan tangannya ke Laurel, setengah merangkulnya saat dia menariknya menghantam tanah bersamanya. Tepat pada waktunya, karena di tempat mereka berdiri tadi ada bus ungu cerah bertingkat tiga. Tulisan di kaca depannya, The Knight Bus.

Mata Laurel membelalak, tapi gerakannya tetap terkontrol saat dia melepaskan tangan Harry darinya dan bangkit perlahan. Seorang kondektur dengan baju berwarna sama dengan badan bus melompat turun. Masih muda dia kelihatannya, paling delapan belas atau sembilan belas tahun.

"Selamat datang di Bus Ksatria, transportasi darurat untuk para penyihir yang tersesat. Julurkan saja tangan pemegang tongkatmu, naiklah ke atas, dan kami bisa membawamu kemana saja kau ingin pergi. Namaku Stan Shunpike, dan aku kondekturmu malam ini ...." 

Dia berhenti, sepertinya baru menyadari Harry masih berada di tanah. Laurel berdiri di sebelahnya.

"Ngapain kau di bawah?" tanya Stan.

"Jatuh," jawab Harry, dibantu Laurel dia bangun dan mulai menepuk-nepuk celananya yang kotor.

"Kenapa kau pakai jatuh segala?"

"Memangnya aku sengaja?" balas Harry jengkel, mencengkeram tongkatnya erat-erat. Dia baru ingat apa yang membuatnya kaget tadi, lalu melihat ke arah tempat binatang itu tadi berdiri. Tidak ada apa-apa di sana.

Stan tampak agak melongo saat pandangannya terarah pada dahi Harry. "Apa itu di balik rambutmu? Bekas luka ya?"

"Tidak ada apa-apa," Harry berkata terburu-buru. Dia tidak mau Kementerian Sihir sebegitu gampang menemukannya, paling tidak sampai dia tahu bagaimana cara memastikan Laurel baik-baik saja.

"Siapa namamu?"

"Neville Longbottom," dusta Harry, menyebut nama yang pertama dia pikirkan. "Dan ini er ..., temanku er ..., Hannah Abbot." Dia menelan ludah. Laurel tidak berkomentar apa-apa, wajahnya kini tenang seolah dia sudah biasa setiap hari ada bus ungu cerah yang mau menabraknya. "Jadi—jadi bus ini," dia cepat-cepat meneruskan, berharap mengalihkan perhatian Stan, "kau bilang tadi pergi ke mana saja?" 

"Yep," kata Stan bangga, "ke mana pun kau mau, asal di darat. Kalau bawah air sih, tidak bisa."

 "Berapa ongkos ke London?" tanya Harry, menggenggam tangan Laurel di sebelahnya erat-erat.

"Sebelas Sickle seorang," kata Stan, "tapi kalau bayar empat belas kau dapat cokelat panas, dan kalau lima belas dapat botol air panas dan sikat gigi dengan warna pilihanmu sendiri." 

Harry mengeluarkan uangnya dan menjejalkan beberapa keping ke tangan Stan, yang kemudian membantunya mengangkat kopernya dan Laurel, juga sangkar kosong Hedwig dan Nimbus Dua Ribu-nya. Lalu, Harry sendiri naik diikuti dengan Laurel. Bus itu tidak punya tempat duduk, hanya ada tempat-tempat tidur, yang salah satunya diisi penyihir tua yang sedang pulas

"Kalian di sini," bisik Stan, mendorong koper Harry ke bawah tempat tidur persis dibelakang sopir, yang duduk di kursi berlengan di depan kemudi. "Ini sopir kita, Ernie Prang. Ini Neville Longbottom dan Hannah Abbot, Ern." 

Harry dan Laurel sama sekali berniat tidur, duduk di tempat yang sama bersebelahan. "Harry," bisik adiknya, "pegangan."

Harry melakukan apa yang diperintahkan padanya. Bunyi DUAR! keras itu terdengar lagi dan Harry hampir saja terlempar ke belakang. Saat Harry melihat ke luar jendela, pemandangan di luar sudah sama sekali berbeda. Mereka sudah berada di tempat lain dalam kurang dari sedetik.

"Cepat sekali." Harry melihat wajah Laurel agak pucat, tapi matanya bersinar-sinar saat dia berbicara. "Sudah kuduga tadi pada saat mendadak muncul di depan kita, tapi aku tak berpikir secepat ini—"

"Tadi kami di sini sebelum kau memanggil kami," kata Stan Shunpike. "Kita di mana, Ern? Suatutempat di Wales?" 

"Ya," kata Ernie. 

"Kenapa Muggle tidak mendengar bus ini?" tanya Harry 

"Mereka!" kata Stan menghina. "Tidak mendengarkan dengan benar, kan? Tidakmelihat dengan benar juga. Tak pernah memperhatikan apa-apa." 

Stan melewati tempat tidur Harry dan Laurel, menghilang ke atas tangga kayu yang sempit. Bus masih berguncang-guncang dengan keras, Harry heran Stan bahkan bisa berdiri tegak.

Stan turun lagi, diikuti seorang penyihir wanita. "Nah, sudah sampai di tempat tujuanmu, Madam Marsh," kata Stan riang, ketika Ern menginjak rem dan tempat-tempat tidur meluncur berbahaya ke depan karena momentumnya.

Madam Marsh menempelkan saputangan ke mulutnya dan terhuyung menuruni tangga bus. Stan melemparkan tasnya ke bawah, lalu menyentakkan pintu bus hingga menutup. Terdengar bunyi keras lagi, dan bus meluncur menuruni jalan sempit di desa, pohon-pohon berlompatan menghindarinya. 

Harry mual, tapi pikirannya tidak dapat berhenti berjalan. Dia bertanya-tanya apa yang terjadi pada Paman Vernon dan nasib Laurel. Dia mengkhawatirkan Hedwig yang belum kembali dari jalan-jalannya dan saat dia pulang Harry sudah tidak ada di Privet Drive. Hedwig selalu bisa menemukannya sebelum ini, Harry berharap dia bisa juga kali ini.

Stan telah membuka Daily Prophet dan sekarang sedang membaca. Foto besar laki-laki berwajah cekung dengan rambut panjang kusut-masaimengedip pelan kepada Harry dari halaman depan.Harry rasanya pernah melihatnya. 

"Orang itu!" celetuk Laurel tiba-tiba. "Dia muncul di berita kami—maksudnya berita Muggle!"

Stan membalik halaman depan lagi dan terkekeh."Sirius Black," katanya, mengangguk. "Tentu saja dia muncul di berita Muggle, Hannah. Kemana saja kau?"Stan tertawa sok tahu melihat wajah bengong Harry dan Laurel, mengambil halaman depan koran, dan menyerahkannya kepadanya."Kalian harus lebih sering baca koran." 

Harry menempatkan koran itu di bawah cahaya lilin. Laurel menempel di sebelahnya, menjulurkan kepala:

BLACK MASIH BERKELIARAN 

Sirius Black, mungkin narapidana paling terkenal yang pernah ditahan di benteng Azkaban, masih belum berhasil ditangkap, Kementerian Sihir mengkonfirmasikan hari ini. 

"Kami melakukan apa saja yang kami bisa untuk menangkap kembali Black," kata Menteri Sihir, Cornelius Fudge, pagi ini, "dan kami minta masyarakat penyihir tetap tenang." 

Fudge dikritik oleh beberapa anggota Federasi Penyihir Internasional karena telah memberitahu Perdana Menteri Muggle tentang krisis ini. 

"Saya terpaksa, kan," kata Fudge yang jengkel. "Black gila. Dia berbahaya bagi siapa saja yang bertemu dengannya, penyihir ataupun Muggle. Saya mendapat jaminan Perdana Menteri bahwa dia tidak akan mengungkap identitas Black yang sebenarnya kepada siapa pun. Dan kita hadapi saja kenyataan ini—siapa yang percaya seandainya dia mengungkapnya." 

Sementara para Muggle diberitahu bahwa Black membawa senapan (semacam tongkat logam yang digunakan Muggle untuk saling bunuh), masyarakat penyihir ketakutan akan terjadi pembunuhan besar-besaran seperti dua belas tahun lalu, ketika Black membunuh tiga belas orang dengan satu kutukan.

"Tampangnya mengerikan, ya?" kata Stan, yang mengawasi Harry membaca. 

"Dia membunuh tiga belas orang?" tanya Harry, mengembalikan korannya pada Stan.

"Yep," kata Stan. "Di depan banyak orang. Siang hari bolong. Bikin heboh besar, iya, kan, Ern?" 

"Ya," kata Ernie suram. 

Stan berputar di kursinya, tangannya memegang punggung kursi, agar bisa memandang Harry dan Laurel lebih jelas. "Black pendukung utama Kau-Tahu-Siapa," katanya. 

"Apa, V—?" Harry mendadak dicubit Laurel. Lalu dia tersadar bahwa dia sudah pernah menceritakan pada Laurel menyebut nama itu merupakan tabu bagi kebanyakan orang. Harry tak pernah menceritakan tentang keseluruhan kisah Voldemort, tentu saja. Laurel hanya tahu Voldemort seorang penyihir jahat yang namanya ditakuti banyak orang meskipun dia sudah lama pergi.

Omong-omong soal itu, Laurel kan penyihir. Dia akan tahu tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan sihir, dan itu artinya dia akan tahu tentang arti nama Harry Potter bagi para penyihir dan bahwa Harry, kakaknya, bukan orang biasa. Harry merasa semakin mual memikirkan ini, di atas perutnya yang sudah diaduk Bus Ksatria.

"Jadi, Black pendukung Kau-Tahu-Siapa?" Harry menyambung pembicaraan sesantai mungkin.

"Yeah," kata Stan. "Yeah, betul. Dekat sekali denganKau-Tahu-Siapa, katanya. Tapi, waktu si kecil 'Arry Potter mengalahkan Kau-Tahu-Siapa—" Harry dengan gugup meratakan poninya lagi, mencoba mengabaikan mata Laurel yang membulat "—semua pendukung Kau-Tahu-Siapa dilacak, iya kan, Ern? Sebagian besar dari mereka tahu, semua sudah berakhir dengan lenyapnya Kau-Tahu-Siapa, dan mereka diam-diam menyerahkan diri. Tapi Sirius Black tidak. Kudengar dia beranggapan akan jadi orang kedua begitu Kau-Tahu-Siapa berkuasa.

"Yang jelas, mereka menyudutkan Black di tengah jalan penuh Muggle dan Black mencabut keluar tongkatnya dan menghancurkan seluruh jalan. Satu penyihir jadi korban, begitu juga selusin Muggle yang ada di situ. Mengerikan, eh? Dan kalian tahu apa yang dilakukan Black sesudahnya?" Stan meneruskan dalam bisikan dramatis. 

"Apa?" tanya Harry dan Laurel bersamaan.

"Tertawa," kata Stan. "Berdiri saja di sana dan tertawa. Dan ketika bala bantuan dari Kementerian Sihir datang, dia patuh saja pergi bersama mereka, masih tertawa terbahak-bahak. Karena dia gila, iya kan, Ern? Dia gila, kan?" 

"Kalau dia belum gila waktu dibawa ke Azkaban, dia pasti sudah gila sekarang," kataErn dengan gaya bicaranya yang lambat. "Aku lebih baik bunuh diri daripada ke tempat itu. Tapi, ganjaran yang pantas untuk Black ... setelah apa yang dilakukannya ...." 

"Mereka susah payah menutupi peristiwa itu, iya kan, Ern?" kata Stan. "Jalan diledakkan dan begitu banyak Muggle yang mati. Mereka bilang apa yang terjadi, Ern?"

 "Ledakan gas," kata Ern dengan suara menggerutu. 

"Dan sekarang dia kabur," kata Stan, mengamati foto wajah Black yang kurus dan cekung. "Belum pernah ada yang berhasil kabur dari Azkaban, iya kan, Ern? Heran sekali bagaimana dia bisa kabur. Mengerikan, ya? Tapi kurasa dia tak punya banyak kesempatan, para pengawal Azkaban akan segera menangkapnya lagi, eh, Ern?" 

Ern bergidik. "Bicara soal lain saja, Stan. Para pengawal Azkaban itu membuatku ngeri."

Harry tak tahu apa-apa tentang penjara sihir Azkaban, meskipun semua orang yang pernah didengarnya bicara tentang Azkaban membicarakannya dengan nada ngeri yang sama. Hagrid melewatkan dua bulan di sana tahun lalu. Harry tak bisa melupakan kengerian di wajah Hagrid ketika dia diberitahu akan dikirim ke Azkaban.

Bus Ksatria terus maju menembus malam, semua rintangan yang ada melompt ke samping, memberi jalan untuk kendaraan itu lewat. Satu-persatu penumpang yang lain turun, kelihatan senang bisa merasakan tanah padat lagi, hingga akhirnya tinggal tersisa Harry dan Laurel.

"Nah, Neville dan Hannah," kata Stan padanya. "London-nya di mana?"

"Diagon Alley," kata Harry pasti. Mungkin dia bisa menemukan burung hantu dan mengirim surat ke Ron tentang Laurel. Mrs Weasley tentu saja akan senang mengambil Laurel, dia bisa sekolah di Hogwarts seperti semestinya. Tentang Harry sendiri ..., dia bisa jadi apa saja.

"Baik," kata Stan, "pegangan erat-erat ...."

Bus menderu dan Harry dan Laurel, yang meskipun hampir terbiasa dengan gerakan bus tersebut, hampir terlempar jatuh.

Ern menginjak rem dan Bus Ksatria berhenti mendecit di depan Leaky Cauldron.

"Terima kasih," kata Harry kepada Ern. Dia melompat turun disusul Laurel, lalu membantu Stan menurunkan koper mereka dan sangkar Hedwig ke trotoar. 

"Nah," kata Harry, "selamat tinggal!" 

Tetapi Stan tidak mengacuhkannya. Masih berdiri di pintu bus, dia terbelalak menatap pintu masuk Leaky Cauldron yang remang-remang.

"Akhirnya kau datang, Harry," terdengar sebuah suara. 

Sebelum Harry bisa berbalik, dia merasa ada tangan memegang bahunya. Pada saat bersamaan, Stan berteriak, "Astaga! Ern, sini! Sini!" 

Harry mendongak menatap si pemilik tangan di bahunya dan merasa seember air dingin mengguyur perutnya, perasaan yang sangat tidak enak—rupanya dia mendatangi Cornelius Fudge, si Menteri Sihir sendiri. 

Stan melompat ke trotoar di sebelah mereka."Anda memanggil Neville apa, Pak Menteri?" 

Fudge, laki-laki pendek gemuk memakai mantel bergaris-garis, tampak kedinginan dan kelelahan. "Neville?" dia mengulang, mengernyit. "Ini Harry Potter." 

"Aku tahu!" Stan berteriak girang. "Ern! Ern! Tebak siapa Neville, Ern! Dia Harry Potter! Aku bisa lihat bekas lukanya!" 

"Ya," kata Fudge tak sabar. "Aku senang Bus Ksatria mengangkut Harry, tapi aku perlu masuk Leaky Cauldron sekarang ...."

Laurel diam saja menghadapi perkembangan baru ini, tapi Harry mengenalnya cukup baik sehingga tahu bahwa dia sedang menekan dirinya sendiri agar tidak menunjukkan emosi. Laurel sering melakukannya, entah sengaja atau tidak, Harry tidak tahu. 

Tangan Fudge di pundak Harry menekan semakin keras. Dia mengangkat alis pada Laurel tapi tidak mengatakan apa-apa, lalu menggiring Harry masuk ke dalam Leaky Cauldron, Laurel membuntuti tanpa suara.

10 November 2020

Rye

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro