1.17 | jalan ke hogsmeade

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tidak ada yang tidur malam itu. Sirius Black tidak juga ditemukan.

Laurel dan Rigel duduk bersebelahan, pura-pura tidak melihat tatapan-tatapan anak-anak lain pada mereka.

Mereka akhirnya mendapat kisah lengkap mengenai apa yang terjadi malam sebelumnya saat mereka bertemu dengan Harry dan Ron keesokan harinya. Ron begitu bersemangat menceritakan bagaimana Sirius Black merobek kelambu tempat tidurnya, baru berhenti ketika menyadari betapa pucatnya wajah Harry.

"Kau yakin kau tidak apa-apa?" Harry bertanya pada Laurel meski yang lebih kelihatan tidak sedang baik-baik saja adalah Harry sendiri. 

"Profesor Lupin mengecek kami," Laurel meyakinkannya. "Dan Hayley menjaga kami." Juga Adrian Pucey juga, mungkin. Laurel tidak yakin, tapi Pucey sepertinya membantu Hayley menakuti anak-anak lain dengan berdiri mengancam di dekat mereka. 

Lyall juga nyaris sama paniknya dengan Harry, langsung berlari menghampiri Rigel dan Laurel begitu matanya menangkap mereka di depan Aula Besar. Hufflepuff kelas dua itu hampir saja memeluk adiknya kalau Rigel tidak menghindar sambil merengut. 

"Aku baik-baik saja," kata Rigel, memutar bola matanya. "Kau pikir Dad tidak memeriksa keadaanku?"

"Dad pergi ke tempatku lebih dulu. Semestinya kau yang diperiksa lebih dahulu—"

"Hufflepuff lebih dekat dari kantor Dad, Lyall."

Ada kehebohan di antara semua orang di Hogwarts. Guru-guru tampak tegang dan waswas setiap saat dan anak-anak terlihat paranoid. Namun sekolah terus berjalan seperti biasa dan setelah beberapa lama semua orang mulai melupakan teror malam itu. Laurel menyadari Profesor Lupin tidak mengendurkan pengawasannya sama sekali pada anak-anaknya dan Harry, dan entah bagaimana Laurel juga.

Tensi di antara Hermione dan Ron belum juga menipis. Harry lebih banyak menghabiskan waktu dengan Ron akhir-akhir ini dan Hermione kelihatannya semakin capek, seakan siap untuk putus dari dunia ini kapan saja.

Harry dan Lyall entah kapan mencapai sebuah kesepakatan dan membentuk semacam persekutuan aneh untuk selalu membayangi Laurel dan Rigel. Tidak separah yang dilakukan Harry pada awal tahun, tapi masih mengganggu. Harus ada yang mengingatkan Harry bahwa Sirius Black lebih merupakan ancaman bagi dirinya sendiri dari pada untuk Laurel.

Saat-saat giliran jaga Lyall selalu lebih menyenangkan. Dia dan Rigel beradu mulut setiap saat, tapi semuanya dilakukan tanpa maksud buruk. Selalu mudah untuk Laurel untuk berbicara dengan Lyall saat anak yang lebih tua itu menemani mereka. Harry dan Rigel, di sisi lain, punya semacam udara canggung di antara mereka. Harry tidak pernah kelihatan tahu harus berbuat apa dengan bocah Slytherin itu, sama seperti Rigel juga tidak tahu harus memperlakukan Harry seperti apa.

"Persidangan Buckbeak sebentar lagi," Lyall menyusul Laurel dan Rigel setelah keluar dari Transfigurasi, mengumumkan.

"Dia tidak akan menang," Rigel membalas muram. "Kecuali Lucius Malfoy bisa raib dalam satu malam entah bagaimana."

"Hmph," kata Lyall, tahu tidak ada gunanya untuk mereka membicarakan itu sekarang. Mereka tidak bisa berbuat apa-apa saat ini. "Dan sebentar lagi ada kunjungan Hogsmeade."

"Tunggu, mereka tidak membatalkannya sejak kejadian kemarin itu?" tanya Laurel, agak tidak percaya. "Sirius Black sudah masuk ke dalam kastil dan mereka masih mengizinkan anak-anak keluar?"

"Agak tidak adil untuk membatalkan pekan Hogsmeade, bukan? Akan banyak yang memprotes. Dan lagipula, mereka akan mengatakan bahwa target-target Sirius Black akan aman di dalam kastil. Akan ada banyak guru yang tetap tinggal di kastil selama anak-anak di Hogwarts. Dad juga tidak akan pergi. Harry dan Rigel akan aman."

***

Harry tidak tinggal dalam kastil.

Hermione mencoba melarangnya untuk menyelinap keluar lagi melalui jalan rahasia Fred dan George, tapi Ron memotongnya dan Hermione, tak disangka, mundur dan menyerah. Ron langsung mengomentari bahwa Harry tidak bisa memberitahu Laurel juga, adiknya itu akan mencoba menahan Harry untuk tinggal di kastil juga.

"Anak-anak perempuan. Mereka tidak ingin mengambil risiko," kata Ron ringan. "Kau tetap akan pergi, 'kan?"

Harry mengangguk. "Aku akan memakai jubah gaib. Jaga-jaga saja."

Harry memberitahu Laurel bahwa dia akan tinggal di asrama Gryffindor hari itu. Laurel hanya mengangguk, tidak curiga sama sekali. Rigel dan Lyall meliriknya, tapi tidak mengatakan apa-apa.

Tiba harinya, Harry mengucapkan selamat tinggal pada Ron dan langsung menyelinap ke koridor lantai tiga, membuka pintu tersembunyi di punuk patung dengan satu ketukan tongkatnya dan langsung meluncur ke bawah dan berjalan menelusuri terowongan ke Honeydukes cepat-cepat.

Dia tiba tepat pada saat anak-anak dari Hogwarts mulai tumpah ke jalan-jalan Hosmeade. Harry menemukan sahabatnya setelah beberapa lama, Ron sedang berjalan sendirian di pinggir, tangannya dijejalkan dalam kantong mantel.

"Harry, kau di sana?" bisik Ron.

"Ya," Harry balas berbisik.

Ron memimpin jalan ke Honeydukes lagi, Harry membisikkan permen-permen yang mau dibelinya, sebagian untuk Laurel. Setelahnya mereka masuk ke Zonko bersama, Harry menyuplai Ron dengan kepingan Galleon dari bawah jubahnya untuk membeli barang-barang yang mereka inginkan. Mereka keluar tak lama kemudian.

"Ayo kita lihat Shrieking Shack," kata Ron, mulai mendaki. "Fred dan George mencoba masuk ke sana beberapa kali, tapi mereka saja tidak berhasil menemukan jalan yang tidak ditutup rapat. Kenapa mereka mau masuk ke sana, aku tidak tahu. Mereka agak gila, Mum menjatuhkan mereka terlalu sering saat mereka bayi, kukira. Hantu-hantu Hogwarts saja menghindari tempat itu."

"Karena Fred dan George-lah aku bisa di sini hari ini," Harry berkata, agak terengah-engah. "Kalau mereka tidak tahu terowongan Honeydukes itu kita tidak akan bisa ke Hogsmeade bersama tahun ini."

"Aku penasaran dari mana sih mereka menemukan jalan-jalan rahasia itu?" tanya Ron. "Kan mereka tidak punya waktu sebanyak itu untuk berkeliling kastil dan mengetuk-ngetuk setiap benda dengan tongkat?"

"Entahlah."

"Dan mereka bahkan tak pernah mengatakan apa pun sebelum ini!" Ron menggeleng-geleng, mereka sampai di pagar luar pondok tua tujuan mereka. "I mean, honestly! Aku adik mereka! Dan pikir saja bahwa kita bisa pergi ke Hogsmeade dari kelas satu kalau saja mereka mau membagi ilmu sedari dulu!"

"Um, yeah." Harry memandang balik ke arah jalan-jalan Hogsmeade yang masih ramai. Anak-anak yang bertubuh lebih kecil tergencet, tenggelam di kerumunan. Keramaian itu merupakan berkat dan kutukan, dua-duanya, saat dia menggunakan Jubah Gaib. Risikonya ketahuan semakin besar dengan banyaknya orang yang menyentuhnya dan punya peluang untuk tanpa sengaja menarik jubahnya terbuka, tapi ada keamanan sendiri juga bersembunyi tak terlihat di tengah orang banyak.

"—Dan aku harus pergi akhir pekan ini untuk memberikan kesaksian. Juga—"

Harry menahan erangannya dalam hati begitu mengenali suara itu, buru-buru mengecek apa jubahnya terbalut aman dan rapat.

"Oh, sedang apa kau di sini, Weasley?"

"Malfoy," geram Ron. Harry buru-buru mencengkeram balik baju temannya diam-diam, menjaga agar anak itu tidak langsung meloncat menyerang Malfoy kapan saja.

Malfoy mengangkat alis pada Shrieking Shack di belakang Harry dan Ron. "Kulihat kau sedang mengecek rumah barumu, huh? Akan jadi perubahan besar untukmu, tentu saja. Kudengar seluruh keluargamu tidur di kamar yang sama. Tidak heran bibimu kabur."

"Tutup mulut," gigi Ron rapat.

Harry tidak tahu lagi apa yang sedang Malfoy bicarakan, tapi itu membuat Ron marah. "Biar aku yang tangani ini," dia berbisik di belakang Ron, menunggu sesaat untuk memastikan Ron mendengarnya sebelum melepaskan pegangannya di mantel sahabatnya. Harry beringsut perlahan melingkari Malfoy dan kroni-kroninya.

"Tentu saja siapa yang akan tahan dengan keluarga seperti kalian," Malfoy masih terus melanjutkan. "Dan juga—AAAGH! SIAPA ITU?"

Harry menahan tawa, tanpa suara menyekop lagi segenggam penuh salju berlumpur dari dekat kakinya. Belakang kepala Malfoy kini basah dan kotor, anak itu berputar-putar di tempat dengan marah mencoba menunjuk poin tempat gumpalan salju lumpur itu datang.

Harry melempar sekopan keduanya pada Crabbe dan/atau Goyle.

"Datangnya dari sana!" Tapi Harry sudah berpindah tempat lagi, terus melempar. Crabbe dan Goyle tampak ketakutan, tapi itu semua tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan wajah pucat dan mata membelalak Malfoy saat menyadari dia tidak bisa melihat siapa penyerangnya.

"Yeah, Malfoy!" seru Ron dengan tawa. "Jika seluruh keluargamu pengecut seperti kau, tidak heran pamanmu kabur juga." Tentu saja ada sejarah di antara keluarga Ron dan Malfoy yang akan menyebabkan mereka menghina keluarga satu sama lain, pikir Harry, sendirinya mulai nyengir saat mendengar suara tawa Ron.

Tepat pada saat itu, Harry tersandung jubahnya sendiri.

Jubah Gaib-nya merosot.

Malfoy memandang langsung pada matanya.

Harry mengedip.

Malfoy menjerit.

Beberapa detik kemudian Ron dan Harry sudah sendirian lagi di bukit depan pagar itu.

"Oh sial," keluh Ron. "Padahal tadi mulai asyik."

"Aku harus kembali," kata Harry. "Malfoy akan langsung ke kastil dan melapor pada Snape."

"Tunggu, Harry, isi kantongmu!" Ron berseru. "Cepat, cepat, sini semuanya. Aku bawakan."

Harry mengosongkan kantongnya dan mengoperkan semua barang belanjaannya pada Ron, memakai kembali Jubah Gaib-nya betul-betul dan berlari menuruni bukit, menyelinap masuk Honeydukes, dan berlari lagi sepanjang jalan ke kastil. Harry meninggalkan jubahnya di ujung jalan, sebelum memanjat naik dan menapak di koridor lantai tiga Hogwarts.

Dia baru saja menutup jalan di punuh si nenek sihir bermata satu saat satu orang guru muncul dari masing-masing ujung koridor itu.

"Potter," kata Snape, sepenuhnya dingin.

"Harry," kata Profesor Lupin, waspada, pada saat yang bersamaan.

"Lupin." Snape menyipitkan mata pada rekan kerjanya.

"Snape," Profesor Lupin, Uncle Remus, membalas, entah bagaimana berhasil mengulas senyum ramah di wajahnya ketika menatap Snape. Harry tak bisa memunculkan ekspresi bahagia barang seujung jari setiap kali berhadapan dengan Snape. "Apa ada masalah dengan Mr Potter, Severus?"

"Mr Malfoy," kata Snape licin. "Baru saja mendatangiku untuk memberitahu sebuah cerita aneh."

"Oh, apa kejadian itu, jika aku boleh tahu, Severus?" ekspresi Remus sopan.

"Mr Malfoy bilang saat dia sedang berbicara dengan Mr Weasley, kepalanya mendadak terlempar lumpur. Menurutmu kenapa itu bisa terjadi, Potter?"

Harry menjejalkan tangan basah berlumpurnya ke kantong celananya, menahan ringisan saat dingin merembas ke kulitnya sambil berusaha mempertahankan ekspresi tidak bersalah. "Saya tidak tahu, Profesor. Apa hubungannya dengan saya?"

"Di sinilah ini menjadi aneh, Potter." Snape sepenuhnya mengabaikan Remus, matanya gelap memandang Harry. "Mr Malfoy bersumpah bahwa dia melihat kepalamu melayang di sana."

"Oh? Mungkin Mr Malfoy perlu pergi ke sayap rumah sakit."

"Jangan sok pintar denganku di sini, Potter. Kenapa kepalamu bisa melayang di Hogsmeade? Tidak ada bagian dari tubuhmu yang punya izin untuk berada di Hogsmeade."

"Sekali lagi, mungkin Mr Malfoy harus pergi ke sayap rumah sakit," ulang Harry polos. "Terakhir kali saya periksa, kepala saya ada di sini di atas leher saya, dalam Hogwarts. Kalau itu berubah dalam waktu dekat ini dan saya tidak sadar Anda boleh memberitahu saya."

"Sebentar, Severus, kedengarannya ada kesalahpahaman di sini," kata Remus halus. Apa dia sedang menahan tawa? "Mungkin kau salah dengar. Mr Potter jelas-jelas ada di sini lengkap dengan kepalanya."

"Seratus persen," Harry menyepakati. "Sepanjang hari di dalam kastil."

"Apa ada yang bisa mengkonfirmasi bahwa kau ada sepanjang hari ini dalam kastil, Potter?" Harry belum sempat menjawab saat Snape melanjutkan. "Tentu saja tidak. Semua orang dari Menteri Sihir sendiri sampai semua bawahannya bekerja habis-habisan untuk memastikan Harry Potter selamat dari Sirius Black. Tapi Harry Potter tidak peduli, dia berkeliaran ke mana pun dia suka!"

Harry menyaksikan postur Remus menjadi kaku saat nama Sirius Black disebut.

"Sama seperti ayahmu, berpikir bisa seenaknya saja hanya karena dia punya sedikit bakat di Quidditch, melanggeng sok dengan teman-temannya—"

"TUTUP MULUT!" Harry berteriak, menyaksikan Remus memejamkan matanya.

"Apa katamu, Potter?" Mata gelap Snape berkilat-kilat berbahaya.

"Severus, kau tidak punya hak," kata Remus pelan. "Kau tidak punya."

"Harry! Catatan Transfigurasi-mu ketinggalan!" datang seruan dari ujung lorong. Laurel, Rigel, dan Lyall berjalan mendekati mereka.

"Profesor Snape," Laurel mengangguk sopan, tapi wajahnya kosong. Rigel dan Lyall hanya mengabaikan profesor berjubah hitam itu.

"Hmm." Snape menyipitkan mata. "Apa yang sedang kalian lakukan di sini?"

"Menikmati waktu bebas kami, yang jika Anda tidak tahu berarti waktu di mana kami bisa melakukan apa pun sesuka kami seperti mengikuti tutor dengan murid yang lebih tua, berjungkir balik di Aula Besar, sampai ke berjalan-jalan di koridor untuk berbicara dengan murid lain," Lyall berkata manis.

"Kami hanya ingin mengembalikan catatan Harry," Laurel membetulkan dengan mulus saat bibir Snape menipis. "Tadi Harry meninggalkannya di ruang rekreasi Hufflepuff."

"Kami tadi belajar di sana, yang merupakan satu kegiatan lain yang sepenuhnya diperbolehkan untuk dilakukan saat seseorang punya waktu luang," Lyall menambahkan. 

Snape melotot pada Hufflepuff kelas dua itu. "Dia belajar bersama dengan kalian semua sedari tadi, katamu?"

"Ya, Profesor. Di asrama Hufflepuff."

"Hmph. Dan kalau begitu apa yang sedang dilakukannya sekarang berkeliaran di sini?"

"Begini, Profesor," ucap Lyall lugu, "mungkin Anda tidak mendengarkan saya dengan jelas tadi, tapi saya sudah menyebutkan bahwa berjalan-jalan di koridor sepenuhnya merupakan hal yang boleh dilakukan saat seseorang memiliki waktu luang."

"Severus, tidakkah kau punya tempat lain untuk dihadiri sekarang?" tanya Remus, menyelip di antara putranya dan Snape.

Sang kepala asrama Slytherin mempertahankan ekspresi mengancamnya selama beberapa detik, melirik curiga ke arah patung nenek sihir bermata satu di belakang Harry, lalu berbalik sambil mengibaskan jubahnya, yang berkibar-kibar di belakangnya secara dramatis saat dia berjalan pergi.

"Harry," kata Remus setelah memastikan Snape sudah jauh, kedengaran lelah.

"Profesor."

Remus menghela napas, mengeluarkan tongkatnya. "Dissendium," katanya, mengetukkan tongkatnya ke patung di belakang Harry dan melongok masuk ke jalan yang terbuka. "Itu Jubah lama James di sana, bukan?" 

Harry melongo.

"Katamu kau akan tinggal di menara Gryffindor seharian ini!" ujar Laurel, marah. "Kenapa kau malah menyelinap ke Hogsemeade?"

"Aku memakai Jubah Gaib!" Harry mencoba membela dirinya sendiri.

"Sama saja!"

"Harry, dari mana kau mengetahui jalan ini?" tanya Remus.

Harry tidak akan pernah mengadukan Fred dan George. Dia mengangkat bahu, mencoba menjaga agar ekspresinya setidak bersalah mungkin.

Remus menghela napas lagi. "Apa nama Moony berarti apa-apa untukmu?"

Harry menggeleng, bingung. Apa yang Remus maksud sekarang?

Saat itu, Ron muncul, berlari mendekati mereka, menenteng-nenteng belanjaan Harry dan miliknya sendiri. "Dariku," kata Ron, terengah-engah. "Uh, aku yang memberitahu tentang jalan itu padanya."

Ada kesadaran yang muncul di wajah Remus. "Ron, kau tahu di mana Fred dan George berada? Ada sesuatu yang perlu kupastikan."

18 November 2021

Me fretting about writing this chapter for 2 months, feeling pressured to update while trying to survive high school, just staring at blank screen every time I decided to try continue writing:

Me finishing this chapter in 3 hours:

Oh, dan Laurel officially umurnya setahun di Wattpad sekarang! Yey :DD Rye mulai nulis ini waktu jadi anak ilang di kelas 9 setelah naik kelas dan dijejelin masuk kelas baru selama online learning. Sekarang Rye masih anak ilang tapi udah kelas 10.

Juga Rye akhirnya punya Spotify! Bisa scan barcode ini buat playlist cerita ini atau search aja nama ryekara.

QotC: Original Character Harry Potter favorit? (karakter buatan sendiri di fanfic, kayak Laurel, Rigel, dan Lyall)

OC favorit Rye Grant Chapman dari All the Young Dudes di AO3 dan Anastasius Sanguini dari Basilsk-born di FFN.

Rye

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro